AMBON, LaskarMaluku.com – Ditengah tingginya angka kemiskinan dan pengangguran di Maluku, serta kebijakan pembangunan lima tahun yang out of context, maka Maluku butuh pemimpin yang punya komitmen, punya hati, berani mengambil keputusan dan tahu kondisi Maluku. Sosok pemimpin tersebut ada pada figur Abdullah Vanath.
Demikian disampaikan calon Gubernur Maluku Febry Calvin Tetelepta, kepada wartawan usai mengembalikan dokumen formulir pendaftaran di empat (4) partai politik (Parpol) Sabtu (27/04/24) siang.
Setidaknya, kehadiran Vanath bersama Febry Tetelepta saat mengembalikan formulir pendaftaran sebagai Calon Gubernur Maluku dan Wakil Gubernur Maluku menjawab keraguan masyarakat soal duet TEPAT (Tetelepta-Vanath) voor Maluku.
Vanath selain mantan Bupati dua periode di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), pernah ikut berkontestasi pada Pemilukada Maluku sebanyak dua kali, yakni pada tahun 2014-2019, dan tahun 2019-2024.
Dan kali ini menyatakan kesungguhan menjadi bakal Calon Wakil Gubernur bagi Febry Calvin Tetelepta sebagai bakal Calon Gubernur Maluku.
Menurut Febry, dalam konteks itu, dalam sebuah perencanaan pembangunan kita harus memastikan keduanya memiliki chemistry yang baik.
“Bahwa saya mengerti tentang kebijakan nasional, pak Vanath mengerti tentang persoalan-persoalan di daerah kita akan memastikan bahwa ini akan terjadi sinergis yang baik untuk memastikan bahwa ketika kelak kita menurunkan sebuah kebijakan tentang pembangunan benar-benar dia menjawab kebutuhan masyarakat di Maluku,”kata FCT optimis.
“Ini komitmen yang saya lihat, dan saya merasa bahwa ada di Pak Abdullah Vanath. Saya merasa ada chemistry diantara kita untuk kita bisa memastikan bahwa kita punya hubungan yang dinamis, enerjik dan kita juga taruh hati untuk membangun Maluku yang lebih baik kedepan,”ujar FCT yang juga Deputi I Kepala Staf Kepresidenan ini.
Masyarakat Maluku, kata Febry, belum bisa angkat kepala karena kita berada pada kondisi kemiskinan diberbagai kabupaten kota di Provinsi Maluku.
“Kalau kita lihat soal angka kemiskinan kita, maka seperti dikatakan tadi bahwa daerah-daerah nelayan kita, daerah-daerah pertanian kita, masyarakat nelayan, masyarakat petani itu yang terdampak utama dari proses kebijakan yang tidak populis,”tegas FCT.
Kebijakan yang terjadi lima tahun kemarin, lanjut Febry, itu tidak bisa mendongkrak kebutuhan hidup masyarakat.
Persoalan ini, mengemukakan ketika dirinya turun ke berbagai tempat di Maluku, dimana persoalan infrastrukturnya belum mampu menjembatani perekonomian masyarakat.
“Kebijakan yang terjadi lima tahun terakhir itu belum bisa mendongkrak taraf hidup kebutuhan masyarakat, persoalannya adalah ketika saya turun ke Aru, saya sudah turun di MBD, baik di Tepa, Lakor, Moa, Damer, dan di Tiakur dan saya lihat bahwa, ada persoalan infrastruktur yang sangat serius untuk perlu dibenahi, utamanya konektivitas,”tegasnya seraya menekankan perlunya dilakukan sebuah kebijakan strategis untuk membantu masyarakat di daerah 3T, Terdepan, Terluar dan Tertinggal.
“Kita harus memastikan bahwa semua orang punya akses kepada sentra-sentra ekonomi dengan baik, semua orang punya akses terhadap sentra-sentra produksi, dan sentra permodalan,”janjinya.
FCT kemudian mengandaikan lapangan Merdeka Ambon misalnya, jika setting dengan WIFI yang baik maka adik-adik mahasiswa yang berasal dari MBD, KKT, Malra dan Aru, bisa menghasilkan uang dari hasil pertanian mereka.
Adik-adik mahasiswa ini dengan wifi yang baik mempromosikan hasil produksi mereka lewat internet.
“Dengan wifi yang baik dia bisa jual embal kacang, embal keju kacang botol, keripik pisang dan jagung dalam bentuk kemasan yang bagus tentu proses penjualan melalui toko pedia atau media-media online lainnya atau marketnya melalui internet, dengan sendirinya adik-adik mahasiswa bisa hasilkan uang sendiri, tanpa harus menunggu uang bantuan dari orang tua, ini perlu didorong supaya mental entrepreneur itu ada,”ungkap FCT.
Artinya, adik-adik mahasiswa ini belajar melakukan kegiatan wirausaha untuk bagaimana menciptakan perubahan melalui ide-ide dan inovasi baru yang mampu memberikan nilai tambah yang lebih besar.
Orang Maluku kata FCT, harus keluar dari sifat egoisnya karena sifatnya cenderung untuk mau membuat hidup yang layak harus menjadi PNS, tentara, polisi dan lain-lain. Karena orang Maluku tidak punya kemampuan menjadi seorang wirausaha yang baik.
“Tidak mau menjadi intrepreneur mau jadi ASN, mau jadi tentara, mau jadi polisi padahal ada berbagai masalah kita entah itu masalah pariwisata, maupun sumber daya alam (SDA) kita cukup menjanjikan untuk bisa dijual.
“Jadi ini soal mental intrepreneur yang mesti dibangun dengan baik, “kata FCT. (L05)