Anthony G. Latuheru akan memasuki usia pensiun pada 1 Desember 2021, dan otomatis jabatan Sekretaris Kota Ambon di pundaknya pun dalam waktu tidak lama lagi akan lepas.
Kekosongan pimpinan dalam pemerintahan tentu saja bukan pilihan baik, tidak juga kalau jabatan itu dirangkap oleh pejabat lain. Karena itu, mulai awal Oktober sudah digelar seleksi terbuka untuk mencari sosok pengganti Anthony.
Persoalannya, seperti apa sosok pengganti yang diharapkan dapat mengemban tugas tersebut, bahkan dengan kinerja yang lebih baik lagi. Sekretaris daerah (kota) Ambon adalah posisi penting karena dia adalah motor penggerak organisasi kepemerintahan di ibu kota provinsi Maluku.
Sejauh ini ada enam calon yang telah lulus net administrasi dan kesehatan fisik maupun mental (kejiwaan). Mereka adalah Asisten Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Fahmi Salatalohy, Kepala Bappeda-Litbang Ambon Enrico Matitaputty, Inspektur Kota Ambon Jopie Silanno, dan Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian, Joy Adriaanzs.
Sementara dari luar Pemkot Ambon ada Kadis Komunikasi dan Informasi Pemprov Maluku, Samuel Huwae, dan satu pejabat dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Agus Ririmase.
Sesuai jadwal, pengumuman hasil seleksi administrasi dan penelusuran rekam jejak jabatan, integritas dan moralitas pada 11 Oktober 2021, Tes kesehatan dan kejiwaan 12 -13 Oktober 2021, dan pengumuman hasil pada 14 Oktober 2021.
Dua Kemampuan Utama
Masyarakat tentu saja berharap sosok Sekretaris Kota Ambon pasca Anthony lengser ke prabon adalah pejabat yang memiliki kemampuan mumpuni untuk menjalankan tugas sebagai motor pemerintahan dan pembangunan.
Sosok itu harus mampu bekerjasama, mendukung dan mengimbangi kinerja Walikota dan Wakil Walikota sebagai pejabat politik yang memberi kebijakan umum menyangkut pemerintahan dan pembangunan kota Ambon.
Lalu seperti apa sosok Sekretaris Kota Ambon yang diharapkan? Apakah pejabat yang terpilih nantinya bisa dikatakan ideal?
Ideal atau cocok dan memenuhi syarat adalah sebuah ukuran. Ukuran itu bisa obyektif, bisa juga subyektif, tergantung siapa yang mengukur dan alat apa yang digunakan.
Menurut Walikota Ambon, Richard Louhenapessy, sosok Sekretaris Kota Ambon harus memiliki dua kemampuan utama. Pertama paham dan/atau bahkan menguasai Teknologi Informasi, kedua semangat keberlanjutan dalam pembangunan.
Tanpa menafikan pendapat lain, Richard Louhenapessy layak dikatakan punya ukuran yang bisa dipakai. Mengapa? Ya karena dia sudah memimpin pemerintahan kota ini selama hampir 10 tahun, bahkan dengan pasangan wakil yang berbeda. Pertama bersama M.A.S Latuconsina untuk periode 2011-2016, dan kedua bersama Syarif Hadler sejak 2017 hingga tahun depan (2022).
Secara politis maupun birokrasi pemerintahan, Richard tentu punya gambaran ideal soal sosok seperti apa yang layak duduk sebagai Sekretaris Kota Ambon.
Menurut Richard, salah satu tantangan serius yang dihadapi oleh Sekretaris Kota (Sekot) Ambon ke depan adalah kemajuan teknologi dan kebutuhan pelayanan publik yang signifikan.
“Kita diperhadapkan sebuah realita kemajuan masyarakat dan kebutuhan pelayanan publik yang singnifikan dimana yang pertama terkait dengan Teknologi Informasi (IT) dan yang kedua karena Ambon ini telah menjadi salah satu kota cerdas atau smart city,” begitu kata Walikota saat membuka seleksi terbuka pejabat pimpinan tinggi pratama Sekretaris Kota (Sekot) Ambon, Kepala Dinas Pendidikan, serta Kepala Dinas Lingkungan Hidup & Persampahan, di Amaris Hotel Ambon, Senin (18/10/2021).
Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon juga membutuhkan pemimpin yang mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi kemajuan teknologi, apalagi Ambon merupakan salah satu smart city di Indonesia.
Saya tidak dapat membayangkan kalau Sekot nantinya tidak menguasai IT,” kata Richard.
Walikota berpendapat Sekot adalah jabatan teknis, sehingga seorang Sekot paling tidak harus menguasai IT, dan mampu mengoperasikan program secara langsung.
“Kalau Walikota tidak kuasai IT tidak apa- apa, karena Walikota adalah jabatan politis. Ia bisa memerintahkan operator untuk laksanakan, tetapi tidak demikian halnya dengan Sekot yang merupakan jabatan teknis,“ katanya.
Selain penguasaan IT, seorang Sekot, harus memahami semangat sustainable atau keberlanjutan dari pembangunan yang telah dirintis dan dilaksanakan bersama selama 10 tahun terakhir.
“Semangat keberlanjutan itu harus mewarnai seluruh implementasi kepemimpinan. RPJMP 20 tahun 2006 – 2026 harus dipahami betul, karena kita membangun Ambon ini ibarat membangun sebuah rumah,” jelasnya.
Walikota membeberkan, dalam membangun rumah yang pertama kali dilakukan adalah mendirikan pondasi, selanjutnya mendirikan tembok dan menutup atap rumah. Dalam fase ini, rumah sudah layak ditinggali namun belum menjadi rumah yang ideal bagi penghuni.
“Oleh sebab itu semangat pembangunan ini harus dilanjutkan, jangan sampai belum menjadi rumah yang ideal, sudah mulai bongkar dan renovasi, maka Ambon tidak akan pernah maju,” kata Walikota.
Diyakini Walikota, ke enam peserta seleksi jabatan pimpinan tinggi pratama Sekot, memiliki semua kriteria ideal yang diharapkan sebagai pemimpin birokrasi Pemkot Ambon.
“Siapapun yang terpilih sebagai Sekot nanti, pastinya telah lolos dan memenuhi asas kepantasan dan kepatutan. Kita ingin sosok Sekot yang andal, kredibel, akuntabel, dan bertanggungjawab, itu sebabnya dibuka secara umum untuk dilamari siapa saja yang memenuhi persyaratan. Sama sekali tidak ada kepentingan subyektif dalam seleksi calon Sekot Ambon, semua untuk kepentingan masyarakat kota Ambon,” tandas Walikota. (jhon nikita dari berbagai sumber)