LASKAR – Salah satu anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kepulauan Tanimbar Nelson Lethulur menampik wacana yang berkembang bahwa Kepala Badan Pengelolah Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Tanimbar Jonas Batlayeri mangkir dalam paripurna Banggar bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Selasa (03/08/2021).

Menurutnya, itu anggapan yang keliru jika ada yang menilai Kepala BPKAD manggkir.

“Bagi saya itu penilaian yang keliru, sebab kalau bilang mangkir berarti rapat berikutnya beliau tidak hadir lagi. Ternyata kan tadi (Rabu-red) beliau hadir. Jadi kalau mangkir, itu keterusan tidak hadir memenuhi undangan,”cetus Nelson kepada LASKAR, Rabu (04/08/2021) di gedung DPRD Saumlaki.

Dikatakan, sesuai informasi dari saudara Sekretaris Daerah, bahwa Kepala BPKAD beliau melakukan vaksin kedua, dan beliau dalam reaksi vaksin jadi ngantuk dan capek, sehingga tidak bisa hadir dan diwakilkan oleh sekretaris.

“Jadi kalau bahasa mangkir itu memang tidak pantas dialamatkan kepada seorang Kaban Keu yang memposisikan diri sebagai Bendahara Umum Daerah. Saya pikir tudingan ini tidak wajar dialamatkan kepada beliau, sebab beliau sudah hadir memenuhi undangan dewan,”ujar Lethulur yang juga Sekretaris Komisi A DPRD Kepulauan Tanimbar.

Dewan Bukan Lembaga Penyidik

Pada kesempatan itu juga, Lethulur mempertegas bahwa lembaga DPRD bukan sebagai lembaga penyidik atau lembaga pemeriksa, karena dari aspek fungsi posisi dewan hanya pengawasan.

“Kita (dewan-red) harus memposisikan diri sesuai 3 fungsi yakni budgeting, legislasi dan pengawasan dan wajib hukumnya kita mentaati semua peraturan perundangan yang berlaku,”tegasnya.

Oleh sebab itu, jika ada sesuatu yang dianggap mengandung unsur tindak pidana ataupun tindak pidana korupsi yang berhak dan yang mempunyai kompoten untuk melakukan proses-proses itu adalah bagian yang bertugas melakukan pemeriksaan dalam hal ini penyidik.

“Kita posisi bukan penyidik, posisi kita adalah melakukan pengawasan terhadap seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Satker/OPD di Kepulauan Tanimbar. Itu tugas kita dan fungsi kita yang harus diperketat sebagai kontroling. Karena itu menurut saya mari kita dudukan persoalan ini sehingga jangan salah interpretasi diantara kita,”jelasnya seraya meminta semua pihak tetap berpatokan pada  ketentuan perundang-undangan yang berlaku sehingga kita tidak salah dan keluar dari rel, tapi kita berjalan pada substansi pembahasan yang sebenarnya.

Tidak Wajib Memberikan Rekening Koran

Ketika ditanya soal keinginan dewan meminta rekening koran dalam rapat pembahasan Banggar dengan TAPD, Lethulur mengatakan, UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 23 sampai pasal 25 baik penyimpanan deposit, baik Penyimpanan giro semua untuk kepentingan daerah.

Bunga itu dikasih sebagai keuntungan terhadap negara atau daerah dan dipakai untuk kepentingan-kepentingan pembangunan daerah. Ini aturan UU.

“Karena ini aturan dan regulasi sudah diamanatkan dalam undang-undang, maka saya tidak bisa berspekulasi. Atas dasar itu penggaris yang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ditegaskan bahwa pembendaharaan negara /bendahara umum daerah baik dalam menyimpan uang dalam posisi deposit, itu semua tertera dalam pasal  23 sampai 25,”tegas Nelson.

Sekretaris Komisi A ini menambahkan, tidak satu unsur pun mewajibkan bendahara umum daerah dalam hal ini BPKAD memberikan rekening koran.

“Karena itu rekening yang dikuasakan pembendaharaan daerah untuk dia tetap mempertahankan arus kas daerah. Jadi menurut saya tidak wajib, dan out of context dalam pembahasan ini karena substansinya kita dalam pembahasan laporan pertanggungjawaban yang tertuang dalam LHP,”ujarnya.

Masih menurutnya, lembaga yang mempunyai kewenangan untuk mengaudit sudah melaksanakan auit, dan jika dalam LHP ada persoalan atau masalah maka pasti akan disampaikan sebagai bentuk pertanggungjawaban pada publik.

“Maka kita melakukan tugas-tugas  pengawasan untuk membuktikan uji petik, apakah LHP ini atau laporan pengelolaan keuangan daerah ini dia bertentangan atau tidak, selama ini kan diuji secara terbuka,”cetusnya.

Kabupaten Kepulauan Tanimbar, kata Nelson BPKP RI memberikan kita WTP dan setelah itu turun lagi menjadi WDP. Namun turun itu bukan diakibatkan karena faktor-faktor X, tapi turun itu ada dua komponen inti disini yang pertama memperkuat aset, karena ada beberapa aset yang perlu mendapat verifikasi dan persetujuan untuk dicatat dalam neraca agar menjadi aset tetap, sehingga tidak bergeser dalam hitung-hitungan.

“Nah, ini yang berpengaruh terhadap perhitungan ataupun audit BPKP terhadap asset. Begitupun juga ditegur menyangkut standar akuntansi pemerintahan. Jadi bagian akuntansi itu diinstruksikan untuk segera meneliti dan menelusuri cara pengolahan akuntansi sistem pelaporan standar yang sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang benar,”urai Nelson seraya menambahkan, dua komponen ini yang menjadi perhatian BPKP RI agar pemerintah daerah segera melakukan langkah-langkah perbaikan.

Soal uji petik dewan, Nelson mengatakan, dewan melakukan uji petik berdasarkan fungsinya yaitu untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh laporan yang sudah terjadi baik OPD, sektor kecamatan sampai pada sektor yang paling bawah untuk menguji petik pada LHP yang sudah dibuat oleh BPK RI.

“Kalau uji petik ini kita percaya bahwa ini lembaga resmi yang melakukan audit terhadap kerugian keuangan negara. Tapi kita juga punya second opinion dari DPR RI kalau uji petik ini tidak sesuai dengan pengawasan atau uji petik lapangan, maka kita juga bisa memberikan pendapat lain untuk membuktikan kebenarannya karena itu fungsi kita tetap kita pertegas dalam melakukan fungsi pengawasan,”tuturnya.

Atas dasar itu terhadap tahapan LHP BPKP RI itu dalam WDP disyaratkan tiga hal itu, dimana seluruh action plan grand skenario pemerintah daerah untuk memperkuat action plan SKPD dalam mengantisipasi rekomendasi BPK RI agar semua berpacu dalam mengurangi langkah-langkah pengelolaan keuangan daerah yang tidak benar. (L03)