LASKAR – Sebagai mitra pemerintahan di daerah, DPRD mempunyai posisi dan kedudukan yang sama, sehingga pertanggungjawabannya juga secara hirarki.
Oleh sebab itu, tidak ada indikator atau dasar hukum yang menyatakan bahwa laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah itu ditolak atau di terima, karena pertanggungjawaban Kepala Daerah itu kepada Presiden bukan kepada DPRD. Dan DPRD hanya menerima laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah dan tidak untuk dievaluasi.
Demikian pandangan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pattimura Ambon, Dr.Jimmy J.Pietersz,SH,MH.
“Jadi laporannya tidak untuk dievaluasi, hanya disampaikan kepada dewan, karena dewan mempunyai fungsi pengawasan terhadap Peraturan Daerah yang ditetapkan oleh DPRD,”jelas Pietersz.
Menurutnya sebagai mitra, DPRD itu bagian dari Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Daerah bagian dari DPRD. “Antara DPRD dan Pemerintah Daerah bukan lembaga yang terpisah,”tegasnya.
Pietersz menjelaskan, dalam desain UU.23 Tahun 2014, DPRD dan Pemerintah Daerah adalah mitra yang bekerja sama dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Maka seyogyanya laporan keterangan pertanggungjawaban itu disampaikan untuk diketahui bukan dinyatakan tolak atau tidak tolak.
“Karena pertanggungjawaban akhirnya kepada Presiden. Kenapa? karena perencanaan pembangunan itu sangat sistematis. Perencanaan pembangunan daerah harus berkolerasi dengan perencanaan pembangunan nasional, dia merupakan bagian dari perencanaan nasioanal,”jelasnya.
Karena itu, sambung Pietersz, apapun atau semua program yang dilakukan di daerah itu merupakan program secara nasioanal, sehingga pertanggungjawabannya adalah pertanggungjawaban kepada Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan tertinggi menurut pasal 4 ayat 1.
Dan karena itu disitu hasilnya. Jika merujuk secara konstitusi pasal 18 ayat 1, menyatakan Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah provinsi, daerah provinsi di bagi atas daerah kabupaten/kota, maka terjadi hirarki dalam hubungan pemerintahan antara pusat dan daerah.
“Bupati/walikota harus tunduk pada hirarkinya dengan Gubernur. Gubernur harus tunduk hirarkinya dengan Presiden. Maka semua penyelenggara Pemerintahan Daerah itu tersistem dalam satu sistem penyelenggara pemerintahan secara nasional,”jelasnya seraya menegaskan bahwa laporan yang di sampaikan oleh kepala daerah secara informasi kepada DPRD apa yang sudah dilakukan, tidak ada keputusan politik menolak atau menerima laporan itu.
Ketika ditanya jika ada penolakan apakah berpengaruh pada realisasi APBD tahun berjalan? Jimmy Pietersz menegaskan sama sekali tidak berpengaruh, karana APBD TA 2021 ini misalnya sudah ditetapkan di akhir bulan tahun 2020 dan per 1 Januari 2021, APBD sudah bisa di jalankan.
“Tetapi sebagian dana bagi hasil dari pusat yang menunggu nanti di Bulan April, itu dana bagi hasil. Tapi PAD sudah mulai berfungsi tanggal 1 Januari, penyelenggara pemerintah sudah berfungsi dengan APBD 2021,”jelasnya.
Dirinya juga menambahkan, yang dilaporkan itu aktivitas di 2020 tahun sebelumnya, karena pada tahun sebelumnya itu pada saat pengambilan keputusan politik tahun 2021 sudah terjadi, sudah ada Peraturan Daerah.
“Menolak laporan keterangan pertanggungjawaban tahun 2020 dengan sendirinya mencabut Perda yang sudah ditetapkan tentang APBD 2021. Penolakannya hanya dalam forum paripurna, sehingga pertanyaannya bentuk keputusannya apa, bentuk putusan DPRD kalau itu sifatnya rekomendatif hanya disampaikan kepada Pemerintah Daerah, tetapi tidak berdampak kepada Pemerintah Daerah. Selebihnya adalah keputusan bersama, dan keputusan menolak laporan pertanggungjawaban tidak signifikan mempengaruhi Perda tentang Penetapan APBD 2021, ”jelasnya lagi.
Sementara disinggung soal Peraturan Kepala Daerah (Perkada), menurut Pietersz, Perkada sifatnya adalah melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Peraturan Daerah sepanjang Peraturan Daerah memerintahkan dengan Perkada dan sepanjang Perkada itu bagian dari ruang penyelenggaraan pemerintahan itu dimungkinkan.
“Tapi kalau Perkada untuk mengisi kekosongan karena PERDA tidak ada itu tidak dibolehkan. Jika materinya harus PERDA seyogyanya harus PERDA, maka PERKADA dan subtansi materinya, jadi sifatnya peraturan pelaksanaan,”tutur Pietersz.
Ketika ditanya seputar pembahasan APBD Perubahan tahun 2021 apakah ada pembahasan antara DPRD dan Pemerinah Daerah, Pietersz mengatakan, bahwa secara dalam kepentingan politik penolakan terhadap apa yang sudah dilakukan. APBD perubahan apa yang akan dilakukan. Karena itu kepentingannya pasti berbeda.
“Situsi politiknya akan berubah karena berbeda apa yang sudah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. APBD perubahan ini apa yang akan dilakukan, evaluasi itu apa yang sudah dilakukan karena itu akan menjadi situasi yang berbeda,”jelasnya seraya menambahkan, jika terjadi stagnasi akibat keputusan politik maka diberikanlah ruang hukum yang lain untuk penyelenggaraan pemerintahan berjalan optimal. Itu berarti ruang norma ini memberikan bahwa penyelenggaraan pemerintah itu dia secara hirarki. (L02)