LASKAR – Anggota DPRD Maluku, Benhur Watubun meminta Pemerintah Pusat untuk memutuskan pengelolaan PI 10 % Blok Masela sesuai aturan sehingga tidak terjadi konflik  di daerah.

Benhur mengakui jika Pemerintah Pusat (Pempus) menegaskan kepada Pemerintah Provinsi Maluku untuk membagikan PI 10% Blok Masela dengan kabupaten/kota lain, maka pasti akan dilakukan.

Sebab jika perintah dari Pemerintah Pusat tidak dilakukan Gubernur Maluku, maka pasti dinilai makar.

Demikian disampaikan Benhur Watubun dalam rapat DPRD Maluku, Pemda Maluku bersama 8 orang anggota DPD dan DPR-RI asal Maluku yang berlangsung di salah satu ruang rapat Gedung DPR-RI Senayan.

Ketua Fraksi PDI-Perjuangan DPRD Maluku ini justru menilai Permen nomor 37 tahun 2016, tentang Ketentuan Penawaran PI 10 % pada wilayah kerja minyak dan gas bumi bukan sebagai sebuah jalan keluar yang terbaik.

“Nah, kalau tegas katakan diatas 12 mil maka provinsi bagi dengan kabupaten, dan kalau Pempus menegaskan untuk membagikan dengan kabupaten/kota lainnya pasti dilakukan sebab kalau (Gubernur-red) tidak melakukannya bisa disebut makar,”tegas Benhur seperti dilansir dari galeri facebook Benhur Watubun, Sabtu (10/04/2021).

Dirinya meminta Pempus untuk mengambil keputusan sesuai aturan sehingga tidak terjadi konflik di daerah.

Lantaran itu, Benhur menyampaikan kecurigaannya jangan sampai ada mainan pusat di daerah.

“Saya punya kecurigaan, jangan-jangan ini mainan pusat ke daerah, kita dibuat konflik kemudian dari keputusan onshore dirubah lagi menjadi offshore. Karena itu, saya minta kepada Bapak Ibu anggota DPD dan DPR RI agar hati-hati dan lebih jeli melihat hal ini,” harapnya.

Anggota DPR RI Asal Maluku Mercy Barends

Pemprov Maluku Harus Buka Diri

Sementara itu, Anggota DPR-RI Mercy Barends meminta Pemerintah Provinsi Maluku agar “membuka diri”, dan mau berkomunikasi serta bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota yang ada di Maluku, dalam pengelolaan Participating Interest (PI) 10 persen Blok Masela.

Penegasan ini disampaikan Anggota DPR RI asal Maluku, Mercy Barends melalui keterangan tertulisnya, Senin (12/04/2021) di Ambon.

Menurut wakil rakyat Dapil Maluku ini, munculnya Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 37 Tahun 2016, telah menganulir permen-permen yang sebelumnya telah mengorbankan provinsi-provinsi dan kabupaten/kota yang tidak memiliki uang.

“Karena kalau tidak, maka tengkulak-tengkulak pemain migas yang akan main terus dalam migas, yang diatas kertas dimiliki Kabupaten/Kota. Namun kenyataan, yang menjadi pemain adalah pemain luar,” tegas Barends dikutip dari porostimur.com.

Komisi VII DPR RI, menurut dia, telah meminta urusan Peraturan Menteri, dan PI 10 persen dilakukan sistem tangguh, sehingga operator pemegang K3S diambil dimuka dan kafer milik provinsi dan kabupaten/kota, sehingga tidak lagi ada alasan provinsi dan kabupaten bermasalah.

“Jadi isi dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 tahun 2020 tentang mengurangi, menghilangkan, memperkecil monopoli, karena dalam pengalaman daerah-daerah terdampak menangis. Misalnya Bontang, Blok Mahakam, daerah pertambangan, Freeport dan Arun. Dari Aceh datang di Komisi VII DPR-RI disebabkan sistim monopoli yang terjadi selama ini di provinsi,” beber Barends.

“Hampir sebagian besar PI 10 persen yang diturunkan ke bawah harus diselesaikan di tingkat provinsi, karena normatifnya demikian. Karena Pemprov merupakan perpanjangan tangan dari Pempus dalam melakukan koordinasi dengan daerah-daerah yang terdampak,” pungkas politisi PDI-Perjuangan ini. (L03)