LASKAR – Kebijakan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku Insun Sangadji tentang fit and proper test atau (Uji Kelayakan dan Kepatutan) kepada Kepala Sekolah SMA/SMK dan Sekolah Luar Biasa (SLB) di Maluku makan korban.
DPRD Maluku minta agar Kepala Sekolah yang sudah memasuki usia pensiun 50-56 tahun ke atas tak perlu mengikuti fit and proper test.
Jimra Upate Kepala Sekolah SMAN 49 Maluku Tengah meninggal dunia di rumahnya saat mengikuti fit and proper test secara virtual Senin 16 Agustus pukul 14:40 Wit.
Jimra diketahui sudah berusia 54 tahun 8 bulan. Saat di uji fit and proper test ia didampingi sang istri. Kejadian ini membuat kepsek lain yang memiliki usia 50 tahun ke atas khawatir. Diduga yang bersangkutan meninggal dunia karena faktor lelah mengikuti tes tersebut.
“Ada 20 syarat yang ditetapkan dinas pada fit and proper test. Ini sangat memberatkan. Katong biar seng jadi kepsek jua seng apa-apa. Kami juga menduga meninggalnya pak Jimra karena faktor cape dan usia, yang dipaksakan ikut pit and proper test,” ujar salah satu kepsek SMA dengan dialek Ambon yang enggan namanya disebutkan kepada media tadi malam.
Menurut mereka uji kelayakan ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan peningkatan mutu pendidikan. Malah hanya persulit peserta yang saat ini masih menjabat Kepsek dengan usia pensiun 50 sampai 56 tahun.
“Tidak ada kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan. Ini karena kemauan Kadis Pendidikan saja,” tandasnya.
Uji kelayakan sudah dilakukan sejak tanggal 9 Agustus dan berakhir pada 13 September 2021 melalui virtual dengan melibatkan tim penguji dari Universitas Pattimura dan Universitas Darussalam Ambon.
Jumlah kepsek yang mengikuti seleksi sebanyak 237 orang, terdiri dari SMA/SMK dan SLB dari 11 Kabupaten/Kota di Maluku. Mereka di bagi per kelas 96 orang.
Menyikapi hal itu, Anggota komisi IV DPRD Maluku Hengki Richardo Pelata menilai kebijakan dinas pendidikan melakukan fit and proper test bagi para kepala sekolah SMA/SMK dan SLB di Maluku dengan syarat yang ditetapkan sangat menyulitkan.
Baginya Kepsek yang sudah memasuki usia pensiun 50-56 tahun tidak perlu mengikuti uji kelayakan tetapi diberikan dispensasi. Uji kelayakan diperbolehkan hanya kepada kepala Sekolah yang masih usia dibawah 50 tahun.
“Harusnya seperti itu, dinas jangan buat kebijakan yang menyusahkan Kepala sekolah yang sudah usia 50-57 tahun. Mereka sudah mendekati masa pensiun pengalamannya sudah tentu banyak. Mereka harus diberikan dispensasi. Buktinya ada yang meninggal saat fit and proper test saat virtual. Kadis harus pertimbangkan masalah ini dong,” tegas Pelata, Rabu (18/08/2021).
Ketua Fraksi Hanura DPRD Maluku itu juga menyoroti 20 syarat yang ditetapkan, karena beberapa diantaranya harus di urus ke Ambon. Misalnya, surat keterangan bebas temuan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dana Bantuan Alokasi Khusus (DAK) dari Inspektorat.
Kemudian surat pemeriksaan Kesehatan Jiwa dan beberapa lainnya. Sedangkan untuk penuhi syarat ini, Kepsek di daerah seperti KKT MBD dan Aru harus mengeluarkan anggaran yang cukup besar ke Ambon. Apalagi ditengah kondisi Covid seperti ini banyak pengurusannya, mulai dari Rapid hingga Vaksinasi.
Padahal kata dia, Konsep awal fit and propert test hanya dilakukan untuk Kepala Sekolah SMA/SMK dan SLB di Kota Ambon, kemudian Leihitu Salahutu dan Pulau Lease yang terdiri dari Pulau Haruku, Saparua, dan Nusalaut. Tapi kembali diumumkan berlaku untuk 11 Kabupaten Kota. Ini seakan ada kejar proyek dibalik kegiatan ini.
Kebijakan Dinas dianggap sangat memperhatikan dan menyusahkan sehingga perlu dilakukan evaluasi lagi.
“Syarat yang ditetapkan sangat tidak efektif dan menyulitkan. Biar saja uji kelayakan ini diikuti hanya untuk kepsek yang usianya masih dibawah 50 tahun. Bukan yang sudah usia pensiun tapi diwajibkan. Kadis Pendidikan Maluku Insun Sangadji harus evaluasi 20 syarat itu,” kesalnya.
Syarat yang memberatkan kata dia, dipastikan Kepsek tidak lagi fokus mengurus siswa dan sekolahnya, malah fokus pada pengurusan persyaratan yang ditetapkan dinas.
“Kalau seperti bagaimana mereka bisa fokus urus sekolah. Dinas harus pertimbangkan secara matang dengan diberikan dispensasi kepada kepsek yang sudah usia 50-56 tahun,” bebernya.
Kadis Pendidikan Maluku Insun Sangadji yang dikonfirmasi media ini belum memberikan tanggapan terkait masalah dimaksud. (L04)