LASKAR – Untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam merespon dan memitigasi dampak/risiko bencana, maka Dewan Pimpinan Cabang Wanita Katolik Republik Indonesia (DPC WKRI) Cabang Katedral Ambon bekerjasama dengan Badan Penanggulangan Dampak Bencana (BPBD) Provinsi Maluku melaksanakan sosialisasi kesiapsiagaan bencana yang berlangsung di aula lantai 3 pastoran, Minggu (13/06/2021)
Ketua DPC WKRI Cabang Katedral Ambon, Benedikta Horokubun, SPd dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada BPBD Maluku yang bersedia memberikan sosialisasi bukan saja kepada WKRI Cabang Katedral tetapi umat secara keseluruhan di Paroki Katedral Ambon.
Menurutnya, kesiapsiagaan merupakan salah satu faktor penting bagi masyarakat dalam menghadapi bencana. Oleh sebab itu kesiapsiagaan sangatlah penting bagi masyarakat dalam menghapi bencana untuk mengurangi terjadinya korban.
“Jatuhnya korban dapat diminimalisir dengan cara meningkatkan kesiapsiagaan dan kesadaran kita semua, dan kita perlu waspada ancaman apa yang akan terjadi di daerah kita dan apa yang perlu kita lakukan,”jelasnya seraya meminta keseriusan semua dalam mengikuti sosialisasi sehingga materi yang diperoleh bisa membekali diri dalam menghadapi bencana yang akan terjadi.
Sementara itu, Ketua Dewan Pastoral Paroki St.Fransiskus Xaverius Katedral Ambon, Nico Rotama dalam arahannya menyampaikan terima kasih kepada tim dari BPBD Maluku yang melakukan sosialisasi berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana bukan saja kepada WKRI tetapi umat Paroki Katedral secara keseluruhan.
Dirinya berharap sosialisasi ini dapat menambah wawasan umat paroki agar selalu siaga dalam menghadapi bencana yang terjadi dan sudah mengetahui langkah apa yang akan diambil.
Freta Julia Kayadoe, ST.M.Si (Ham) Kepala seksi Kesiapsiagaan Bencana pada BPB Provinsi Maluku selaku pembicara dalam sosialisasi tersebut menjelaskan, Provinsi Maluku sangat rentan terhadap bencana alam berupa gempabumi dan tsunami. Biasanya bila terjadi gempa besar dan tergolong gempa dangkal bisa disusul dengan gelombang pasang atau tsunami.
Menurut dia, pada 2018 terjadi gempa tektonik sebanyak 1.800 kali dan 2019 jumlahnya mendekati 3000-an, sehingga perkembangan gempa bumi di Maluku dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
“Resiko bencana dapat dikurangi dengan cara menghilangkan atau mengurangi bahaya, menghilangkan dan atau mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas,”jelas Kayadoe seraya menambahkan, kita perlu mengenal ancaman di sekitar kita, risiko akibat perubahan iklan dan apa yang harus dilakukan ketika ancaman itu datang.
Sosialisasi ini berjalan lancar dengan interaksi aktif dari umat Paroki yang menanyakan sejumlah permasalahan yang berkaitan dengan bencana dan kesiapsiagaan. (L02)