LASKAR – Ketua dan anggota Komisi II DPRD Maluku ditantang untuk menindaklanjuti fakta terbaru soal maraknya penggunaan zat-zat berbahaya berupa B3, CN dan Karbon Kostik dalam aktivitas pertambangan liar di areal Gunung Botak dan sekitarnya.
Pengunaan zat-zat berbahaya ini jika lamban disikapi, maka sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia dan habitat lainnya.

Ketua Komisi II DPRD Provinsi Maluku, Johan Lewerissa yang dikonfirmasi wartawan di DPRD Karang Panjang, Senin (8/8/2022) siang menegaskan, kegiatan para penambang dengan menggunakan zat B3, CN dan Karbon Kostik tentu sangat membayakan kelangsungan manusia dan habita lainnya.
Dan perbuatan ini lanjutnya merupakan perbuatan pidana yang harus diproses secara hukum.
Menurutnya penggunaan zat-zat berbahaya ini bisa ancaman hukuman maksimal 3 tahun penjara dan denda Rp 9 M berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. yakni pada pasal 60 dan pasal 104.
“Ini faktor kesengajaan orang yang menggunakan zat berbahaya dan ini perbuatan tindak pidana karena telah melakukan pencamaran lingkungan, “tegasnya seraya meminta kepada aparat penegak hukum dalam hal ini Polri, agar segera mengambil tindakan tegas, karena ini menyangkut kehidupan banyak orang karena pengunaan zat ini telah mengalir sampai ke laut.
Dia menegaskan sikap Komisi II sangat jelas, bahwa dalam waktu dekat pihaknya akan menyurati unsur-unsur terkait untuk dimintai keterangan seputar penambangan illegal dan pengunaan zat berbahaya berupa B3, CN dan Karbon Kostik kapur dan lain-lain.
Ketika ditanya soal kemungkinan dibentuknya Tim Pansus DPRD Maluku terkait dengan maraknya aktivitas penambang dan pengunaan zat-zat berbahaya ini, Lewerissa berpandangan bahwa, persoalan ini tentu akan dibicarakan dulu dengan unsur pimpinan dan jika disetujui maka kemungkinan dibentuk Pansus DPRD.
“Kebetulan kita ketua-ketua komisi akan melangsungkan rapat terbatas dengan ketua DPRD dan dalam pertemuan ini saya akan laporkan masalah ini. Dan jika disepakati unsur pimpinan maka ini akan dibahas secara serius,”ungkap Johan Lewerissa yang mendapat kepercayaan Fraksi Gerindra menduduki jabatan Ketua Komisi II DPRD Maluku menggantikan ibu Saoda Tethool melalui Alat Kelengkapan Dewan belum lama ini.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Maluku dari Partai Gerindra, Eky Sairdekut mengemukakan, apabila tindakan penggunaan zat-zat berbahaya ini jika benar adanya maka harus ada langkah nyata dari pemerintah daerah dan DPRD Maluku.
“Kalau itu betul maka harus ada tindakan yang dilakukan pemerintah daerah dan DPRD, entah siapa yang lakukan yang terpenting harus ada tindakan, kalau itu betul. Karena itu bisa merusak apalagi Gunung Botak saat ini dalam tahap recovery,“tandas Sardekut.
Penggunaan bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat energy dan atau komponen lain yang karena sifat konsentrasi dan atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya berdasarkan UU no. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dan pada pasal 28 dan pasal 29 Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2001 pemerintah baik pusat maupun daerah mempunyai tanggungjawab yang sama dalam melakukan pengawasan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.
Sehingga diperlukan suatu mekanisme untuk dapat menjadi pedoman untuk menentukan bahwa suatu bahan kimia harus dibatasi atau tidak terkait dengan produksi, impor dan peredarannya di Indonesia.
Untuk diketahui aktivitas di lokasi tambang emas ilegal gunung botak Desa Dava Kecamatan Waelata Kabupaten Buru, Provinsi Maluku terus meningkat dengan pengawalan sejumlah oknum anggota TNI dan Polri.
Tambang emas ilegal itu sempat ditutup oleh pemerintah tahun 2015 namun kembali beroperasi tahun 2018, walau sempat disisir tahun 2020 oleh personil gabungan dari Polres Oulau Buru bersama Polsek Wae Apo berulangkali, namun fakta di lapangan menunjukkan peningkatan aktivitas di lokasi itu.
Tahun 2021 aktivitas tambang emas ilegal gunung botak yang berada di Desa Dava Kabupaten Buru kembali ramai beraktivitas oleh para penambang baik lokal maupun non lokal.
Aktivitas pertambangan yang dilakukan para penambang dengan metode dompeng, tembak larut, kolam manual dan jenis bak rendaman ini menggunakan bahan beracun berbahaya (B3)
Aktivitas tambang jenis bak rendaman ini berjejer sepanjang sungai Anahoni hingga gunung botak dan didanai para cukong dari Sulawesi.
Beredar sejumlah nama cukong diantaranya Bos Markus dengan alamat Desa Deboway, Bos Juma alamat Desa Namlea , Bos Haji Wati alamat Desa Wabsait, Bos Haji Kembar alamat Desa Wabsait.
Selain itu, ada juga nama Bos Bohari asal Bali, Bos Ferdian alias Mas Pey alamat desa Deboway (unit 1)
Birunya air di sepanjang sungai Anahoni menunjukkan telah terjadi pencemaran berat terhadap air akibat zat beracun yang dipakai untuk operasional bak rendaman karena memakai B3 yakni, CN, CARBON KOSTIK ,KAPUR dan lain-lain.
Juga terdapat satu unit bendungan ilegal yang dibuat untuk mengairi operasional bak rendaman sekaligus juga terdapat tambak larut.
Pemilik Bendungan Air dan Tembak larut ini adalah Bos LS dan MW alias O yakni Oknum anggota Intel kodim 1506 Namlea dengan alamat Desa Wabsait jalur B, asal Gorontalo.
O diduga bekerja sama untuk memback up kegiatan ilegal itu bersama “D” (oknum anggota Polres Pulau Buru) berpangkat sersan, Anas Umasugi juga memiliki Aset tembak larut dan bak rendaman di daerah kapuran areal gunung botak .
Dari hasil pantauan media ini, diduga kuat anggota Polsek Wae Apo Polres Pulau Buru ini memback up beberapa bos besar.
Selain itu, AIpda La “IP” diduga mengawal aset bos Udin, Bos Bak Rendaman Anca, Edo Bos Markus, Bos Kasman dan Bos Haji Wati sama dompeng milik Bos Dino.
Selain memiliki aset di gunung botak, Kopral MW Oknum Intel tersebut diduga kuat memback-up Dompeng dan bak rendaman milik Bos Bohari yang ada di Tanah Merah di areal tambang emas ilegal gunung botak
Oknum TNI-AD dari Kodim 1506 ini bersama Oknum Intel TNI-AD Kodim 1506 , MW alias O sesuai data yang dihimpun adalah pemain lama sejak tahun 2021. Oknum anggota Polsek WaeApo, F dan E juga diduga membacking beberapa bos pembeli emas besar asal Sulawesi itu karena mendapat jatah rutin dari semua aktivitas tromol mulai dari desa Wabsait hingga desa Perbulu.
Sementara itu, tiga pos resmi dari Polres Pulau Buru ditempatkan di seputaran gunung botak Pos jalur C, Jalur B Desa Wabsait dan Bos Gunung Batu.
Selain itu ada juga Pos TNI- AD Kodim 1506 di gunung botak, namun belum diketahui apakah pos tersebut adalah pasukan yamg ditugaskan untuk menjaga keamanan atau sudah menjadi kaki tangan cukong.
Maraknya kegiatan bak rendaman yang memakai B3 mulai dari gunung botak hingga bentaran atau sepanjang sungai Anahoni bisa berdampak kepada manusia maupun mahluk hidup lain dan habitat laut .
Tambang emas ilegal itu dibiarkan beroperasi oleh pemerintah daerah, kendati tidak ada ijin operasional maupun dokumen UPL dan UKL.
Aktivitas jenis tong di Desa Wabasaid , Tanah Merah (unit 10) dan desa Granden diduga milik Bos Budi dengan alamat Desa Wabsait.
Bos Budi pernah ditangkap oleh Polres Pulau Buru karena perbuatan yang sama, namun sudah dilepas di tahun 2021 lalu.
Ada juga pemilik tong berinisial Bos Muhajir yang beralamat di desa Grandeng (Unit 11) yang kuat dugaan dijaga oleh oknum anggota Polres Namrole. Oknum ini juga diduga pemain Obat CN.
Oknum anggota Polres Namrole, JS diduga kuat memback up aset Bos Juma selain itu juga mengawal Obat B3 milik Bos Juma

Dari hasil penulusuran ternyata salah satu perusahaan yang pernah di policeline Mabes Polri tahun 2018 kini telah beroperasi kembali yakni PT PPIP, beralamat jalur H Desa Wabsait Kecamatan Waelata Kabupaten Buru. Perusahaan ini dipolice line karena tidak memiliki bak pembuangan limbah berbahaya.
Pemilik perusahaan ini adalah Bos Markus yang bukan saja memiliki berbagai aset usaha di tambang emas ilegal gunung botak, Is juga diduga memiliki bisnis Obat kimia berbahaya ,CN dan lain-lain.
Selain itu Bos Markus pernah di tahun 2018 menjadi DPO sewaktu Gudang B3 ditangkap pihak kepolisian.
Bos cantik Nasra asal Sulawesi alamat desa Dava dan Bos Markus asal Sulawesi alamat Desa Deboway (unit 18) Kabupaten Buru diduga kebal Hukum karena terbukti kedua bos tersebut aman-aman saja.
Bos cantik Nasra diduga merupakan penyalur obat B3 terbesar yang bekerja sama dengan agensi obat jaringan Maluku Utara.
Barang milik Bos Nasra berapa kali ditangkap oleh polres Pulau Buru namun faktanya sampai detik ini yang bersangkutan masih bebas berkeliaran secara lancar menjalankan bisnis obat B3 .
Bos Likon diduga pemilik Dompeng , bak rendaman dan ahli panggang emas serta ahli bakar emas terbukti. Semua fasilitas dan alat bakar emas ada di rumahnya.
Bos haji Komar, bos Haji Anas dan Bos Haji Sultan sebagai pemilik tong dan penyalur dana kontrak juga diduga kebal hukum. Hal ini terbukti dengan adanya tong milik haji Komar dan Haji Sultan pernah di police line namun kedua bos tersebut tidak pernah diproses malah aset mereka lancar beroperasi hingga saat ini. (TIM)