LASKAR – Kendati Presiden Jokowi sudah memerintahkan untuk tutup sejak awal tahun 2017 lalu, namun Pemerintah Daerah, TNI dan Polri seakan tak berdaya dengan aktivitas illegal tambang Gunung Botak di Desa Wamsait Kabupaten Buru.

Bahkan, belakangan aktivitas para penambang di lokasi Guung Botak seakan tidak bisa dibendung.

Pengolahan tambang secara sembunyi-sembunyi ini karena didukung dengan sarana teknis maupun non teknis.

Informasi yang diperoleh di lapangan menyebutkan, sarana teknis pendukung yang dimaksud adalah adanya pembangunan tiga bendungan (tempat penampungan Air) sejenis embung yang dibangun oleh pihak terkait.

Mirisnya lagi, tiga bendungan ini dibangun tanpa persetujuan atau ijin prinsip yang dikeluarkan instansi teknis dari pemerintah.

Kendati begitu, tiga bendungan itu telah beroperasi sejak tahun 2018 silam.

Bendungan air parmenan milik pengusaha Provinsi Gorontalo berinisal “IS” ini satu bendungan terletak di kepala Sungai Wambulale dan dua lainnya terdapat pada masing-masing anak sungai Wambulale, dan ketiga bendungan ini telah beroperasi sejak tahun 2018 lalu.

Bendungan tersebut berfungsi untuk mengaliri kegiatan usaha tambang maupun bisnis usaha tambak larut dan dompeng milik pengusaha lainnya disekitar area tambang.

Dan harga sewa dari penggunaan air bendungan ini, nilainya cukup fantastis. Padahal tiga bendungan ini tidak punya AMDAL dan ijin pendukung lainnya dari Kementrian Lingkungan Hidup maupun ijin dari Dinas Kehutanan.

Kendati tidak punya ijin tapi ketiga bendungan ini tetap beroparasi liar. Pengoperasian bendungan liar ini patut dipertanyakan.

Untuk diketahui, penggunaan sebuah lahan untuk pembuatan bendungan baru misalnya; pertama-tama pengusaha dan atau pihak swasta harus memenuhi beberapa persyaratan teknis: pertama adanya rekomendasi dinas kabupaten/kota yang tentunya mendapat pesetujuan bupati.

Sebelum mendapat persetujuan bupati, Bapedalda Provinsi harus melakukan peninjauan lapangan untuk mengetahui secara detail lahan dimaksudnya layak atau tidak dengan dikeluarkannya dokumen hasil pemantauan lingkungan (UPL) atau upaya kelolah lingkungan (UKL).

air sungai sudah berubah warna menjadi biru tercampur bahan-bahan kimia berbahaya

Jika itu sudah terlaksana maka dinas mengeluarkan rekomendasi untuk kemudian diteruskan kepada gubernur.

Selanjutnya gubernur menerbitkan ijin prinsip terkait dengan tujuan penggunaan lahan. Dari ijin prinsip tersebut, selanjutnya diteruskan ke Kementerian Kehutanan guna mendapatkan ijin penggunaan lokasi. Apabila ijin penggunaan lokasi telah dikeluarkan Kementerian Kehutanan maka pengusaha dan atau pihak swasta baru bisa melakukan penggunaan lahan. 

Maraknya kegiatan aktivitas jenis bak rendaman yang telah memakai bahan beracun berbahaya mulai dari gunung botak hingga bantaran sepanjang sungai Anahoni, bisa berdampak kepada kelangsungan kehidupan manusia maupun habitat lainnya.

Jika dibiarkan maka berdampak efek negetif kepada kelangsungan mahkluk hidup di Kabupaten Buru.

Kegiatan aktivitas tambang jenis Tromol mulai dari Desa Wabsait, Desa Dava, Desa Deboway, Desa Perbulu, Desa Unit S, Desa Grandeng. Bahkan aktivitas jenis tong mulai dari desa Wabsaid, Desa Tanah Merah Unit 10 dan Desa Grandeng pemiliknya adalah seorang pengusaha berinisial “B” beralamat di Desa Wabsaid.

Pengusaha ini pernah ditangkap pihak Polres Pulau Buru tahun 2021 lalu, tetapi kemudian dilepas.

Di Tahun 2018 lalu, Mabes Polri pernah menahan dan menangkap beberapa pengusaha di Kota Namlea dan sekitarnya terkait dengan kepemiliki zat-zat berbahaya, serta menyegel sebuah perusahaan yang diduga menyalahi perijinan yakni PT.PPIP.

Perusahaan ini beralamat di Jalur H Desa Wabsaid Kecamatan Waelata Kabupaten Buru. Kala itu perusahaan PT PPIP dikendalikan oleh ( J ) dengan jenis usaha berupa bak rendaman yang cukup besar.

Perusahaan ini diberi garis tanda larangan (Police line) lantaran tidak punya tempat penampungan hasil sisa olahan (limbah) berupa zat B3. 

Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat energy dan atau komponen lalin yang karena sifat konsentrasi dan atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya berdasarkan UU no. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dan pada pasal 28 dan pasal 29 Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2001 pemerintah baik pusat maupun daerah mempunyai tanggungjawab yang sama dalam melakukan pengawasan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun. Sehingga diperlukan sebuah mekanisme untuk dapat menjadi pedoman untuk menentukan bahwa suatu bahan kimia harus dibatasi atau tidak terkait dengan produksi, impor dan peredarannya di Indonesia.

Pengusaha “N” merupakan penyalur zat B3 terbesar yang bekerjasama dengan agensi obat jaringan Maluku Utara berulangkali ditangkap namun kemudian dilepas tanpa adanya proses hukum.

Bahkan sampai saat ini pengadaan zat B3 masih terus digelutinya.

Pengusaha “M” selain memiliki berbagai aset usaha tambang emas illegal di Gunung Botak serta diduga memiliki zat Kimia Berbahaya berupa B3 dan CN, pernah di tahun 2018 sempat menjadi buronan pihak berwenang dan masuk dalam daftar pencaharian Orang (DPO) ketika gudang penyimpinan bahan zat B3 digeledah dan sita aparat kepolisian kala itu.

Meski sudah demikian, kegiatan terselubung dengan pengadaan kedua jenis zat berbahaya ini masih terus berlangsung guna pemenuhan aktivitas kebutuhan para penambang illegal.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol M. Rum Ohoirat, menekankan selama ini pihaknya, khususnya Polres Pulau Buru telah melakukan langkah-langkah kongkrit penanganan para penambang  liar.

Ohoirat mengaku, operasi penertiban gencar dilaksanakan aparat Polri dibantu TNI. Bahkan, sejumlah penambang liar hingga para pengusaha ilegal pengolahan emas ditangkap dan ditindak tegas sejak tahun 2021 hingga 2022.

Dikatakan, lokasi gunung botak sangat luar, sehingga banyak jalur tikus yang digunakan para penambang sehingga aparat juga kesulitan melakukan pengawasan selama 1×24 jam.

Kendati demikian Ohoira mengaku berbagai upaya untuk meminimalisir masuknya penambang liar terus dilakukan Polres Buru. (L05)