LASKAR – Warga Negeri Administratif Rumeon, Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) mendesak pihak Inspektorat untuk segera panggil penjabat Negeri Administratif Rumeon, Ramla Tuhuteru agar di Periksa.

Pasalnya, selama menjabat sebagai Pj Kepala Desa Rumeon, yang ditunjuk pemerintah Kabupaten setempat, Tuhuteru tidak pernah hadir di Desa, dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab sebagai penjabat kepala desa.

Bahkan kehadirannya di desa hanya pada saat pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT), yang menurut sebagian besar masyarakat BLT yang diberikan pun salah sasaran.

Demikian disampaikan salah satu warga Negeri Administratif Rumeon, Muhammad Kelilauw kepada laskarmaluku.com melalui telepon selulernya, Rabu (19/10/2022).

Menurut Kelilauw, Penjabat Negeri Rumeon dalam proses penetapan APBDesa tidak melibatkan masyarakat dan menyalahi aturan yang berlaku.

“APBDesa ini kan harus musyawarah dengan masyarakat, kira-kira apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan masyarakat harus diakmodir. Atau ada tokoh masyarakat, tokoh adat, kepala dusun, Badan Permusyawaratan Negeri (BPN) dan Badan Permusyawaratan Negeri Administratif (BPNA) yang juga mempunyai peran penting di desa. Anehnya mereka tidak dilibatkan,”kata Kelilauw.

APBDesa, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Desa yang dibahas dan ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa melalui Peraturan Desa.

Selain itu, Tuhuteru juga lakukan penetapan APBDesa tidak di negeri bersama masyarakat tetapi di Kota Bula, dan tidak pernah turun ke desa untuk melakukan pertemuan dengan Badan Permusyawaratan Negeri (BPN) dan Badan Permusyawaratan Negeri Administratif (BPNA) dan masyarakat.

“Dalam UU nomor 16 tahun 2014 itu dijelaskan bahwa penetapan APBDesa itu harus melibatkan BPN dan BPNA. Tokoh masyarakat, toko adat dan orang- orang yang punya peran penting di desa tidak dilibatkan,”tegas Kelilauw seraya menambahkan, anggaran yang diperuntukan untuk Negeri Rumeon, ditetapkan sendiri oleh penjabat tanpa melibatkan masyarakat maupun perangkat negeri lainnya.

Dirinya mencontohkan, penetapan BLT tidak pernah ditetapkan oleh BPNA, akan tetapi ditetapkan sendiri oleh Ramla Tuhuteru  di Bula.

“Penerimaan BLT itukan seharusnya melewati ketetapan BPNA dari awal tahun 2020, karena ketetapan BLT dari tahun 2020 itu 65 rb, sedangkan usulan pejabat itu 160 rb,”jelasnya.

Untuk di ketahui, selama Ramla Tuhuteru diangkat sebagai penjabat  tidak pernah turun di kampung dan memilih menetap di Kota Bula, sehingga ketika ibu Bupati  melakukan kunjungan kerja, Tuhuteru tidak mempersiapkan hal-hal teknis terkait kunjungan Ibu Bupati.

Lantaran itu, Kelilauw meminta Bupati melakukan evaluasi terhadap kinerja Tuhuteru yang dianggap meresahkan masyarakat. (L06)