LASKAR – Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, meminta pihak  RSUD dr Haulussy Ambon, tidak membagikan dana jasa tenaga kesehatan (Nakes) Covid-19 yang diberikan Kementerian Kesehatan. Karena akan menguntungkan Direktur Utaman (Dirut) RSUD dr Haulussy, Nasaruddin  dan merugikan Nakes, jika pembayarannya mengacu pada petunjuk teknis (juknis) terbaru yang diprakasai, Nasaruddin sendiri selaku Dirut RSUD Haulussy.

“Secara sepihak, jika sistim pembayaran mengacu pada Juknis terbaru, itu akan menguntungkan Dirutnya, secara pembagian dan yang dirugikan Nakes, sehingga saran saya dan meminta jangan dulu Jasa Covid 2021 jangan dulu dibayar,”ujar Wakil Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Rovik Akbar Afifudin kepada media ini di ruang Komisi IV DPRD Maluku Rabu (12/10/2022).

Dikatakan, selaku anggota Komisi IV yang membidangi kesehatan, dirinya menyarankan agar pihak RSUD Haulussy jangan dulu membagikan uang jasa Covid, termasuk jasa Perda, jika menggunakan Juknis terbaru yang ditanda tangani Dirut RSUD Haulussy, Nasaruddin.

Kalaupun dibagikan, sambung Afifudin, harus menggunakan juknis lama yang ditanda tangai Plt Dirut RSUD Haulussy sebelumnya, dr Zulkarnain, berdasarkan kesepakatan DPRD.

“Kalau mau bayar pakai Juknis yang lama dan sudah disepakati Komisi IV DPRD Maluku yang ditanda tangani Plt Dirut RSUD Haulussy, Zulkarnain. Kalau pembayaran pakai pendekatan itu, itu tidak masalah, tapi kalau pembayaran gunakan Juknis baru, sebaiknya jangan,”sarannya.

Politisi muda dari PPP ini menyarankan jika nakes RSUD Haulussy mau berjuang bersama untuk mencari keadilan, jangan dulu menerima jasa Covid yang menggunakan Juknis baru, karena secara sepihak merugikan Nakes dan lebih menguntungkan Dirut RSUD Haulussy, Nazaruddin dan tidak adil bagi nakes.

“Merugikan Nakes dan tidak adil, itu lebih banyak dialokasikan ke Dirutnya dan alangkah baiknya Juknis baru direvisi sebelum dibagikan. Karena yang kerja setengah mati itu nakes, Dirut tinggal hanya terima laporan,”tegasnya.

Terpisah dengan anggota Komisi IV, Andi Munaswir menuturkan rincian juknis lama dan baru, jika menggunakan juknis baru keuntungan yang didapat Dirut Haulussy, dua kali lipat dibandingkan juknis lama.

“Ini kalau juknis lama, Dirutnya hanya meminta 2 persen dari jasa Covid dan jasa Perda, tapi juknis baru Dirutnya meminta 4 persen,”sebutnya.

Ia mencontohkan Rp 1,9 miliar dari jasa Perda, dengan presentase Juknis baru struktural  pembagian, dibagi 50 persen untuk operasional RSUD yang tidak bisa dibagikan dan sisanya dibagikan untuk jasa nakes dan dari 50 persen 4 persen.

Keputusan ini tentu mendapat penolakan oleh sebagian staf di RSUD Haulussy, dibuktikan dengan mundurnya tim Juknis yang lama.

“Artinya 4 persen untuk beliau seorang diri, menurut kami angka terlalu besar dan juga tidak diterima tim juknis yang lama, mereka protes mereka tidak mau pimpinan makan terlalu besar,”ucapnya.

Kata Andi, dari penjelasan tim juknis lama, selama ini tidak pernah terjadi di RSUD Haulussy jasa Direktur lebih besar dari dokter spesialis, kebijakan ini hanya baru pernah terjadi saat dipimpin Nazarudin. 

“Mereka katakan tidak pernah ada pembagian jasa direktur jauh lebih besar dari dokter spesialis, karena lebih banyak bekerja dibawah,” ungkapnya.

Untuk itu, dirinya mintakan kepada Dirut untuk meninjau kembali Juknis baru terkait pembagian jasa, sehingga tidak menimbulkan polemik di jajaran RSUD Haulussy, yang nantinya berdampak terhadap pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

“Jangan hanya karena persoalan ini masyarakat dikorbankan. Jika hal ini terjadi maka Dirut yang harus bertanggungjawab. Selama ini kita harapkan agar RSUD berbenah, bukan tambah buruk lagi ketika dipimpin bapak Nazarudin,”pungkasnya. (L04)