AMBON, LaskarMaluku.com – Hilda Talahatu, orangtua dari salah satu siswa SD Xaverius Ambon yang melakukan aksi protes kepada pihak sekolah bersama suaminya Bripka Kolohuwey, anggota Paminal Bid Propam Polda Maluku, Rabu (27/9/2023) lalu, karena telah melakukan imunisasi rubella kepada anaknya mengaku siap jika pihak yayasan melaporkan tindakannya ke pihak kepolisian.
Hilda Talahalu bahkan mengancam akan melapor balik pihak sekolah dan yayasan karena telah melakukan vaksinasi kepada anaknya tanpa persetujuan dirinya selaku orang tua.
“Kalau mau lapor ya silakan saja. Kami juga akan melaporkan pihak sekolah balik. Kalau dari pihak sekolah minta maaf, ya dimaafkan, tapi sampai sekarang belum ada komunikasi dari pihak sekolah,”ungkap Talahatu kepada sejumlah wartawan di kediamannya, Sabtu (30/9/2023) malam.
Hilda Talahatu mengaku kecewa dengan pihak sekolah yang telah melakukan imunisasi kepada anaknya, tanpa ada persetujuan dirinya sebagai orang tua dan tanpa ada sosialisasi dari pihak sekolah.
Talahalu menjelaskan, awalnya ada whatsapp di grup pada hari Selasa dan Rabu, namun dirinya tidak berikan tanggapan.
“Kemudian ada whatsapp dari salah satu oknum guru yang menyampaikan bahwa anak saya tidak ikut suntik setelah itu saya telepon namun tidak direspon. Saya ngamuk di sekolah karena ketika saya menelpon anak saya yang sulung untuk melihat adiknya agar tidak disuntik ternyata sudah disuntik. Disitulah saya ngamuk dan merasa kecewa sebab tidak ada sosialisasi dari pihak sekolah,”ungkap Talahatu.
Menurutnya, sebelum divaksinasi seharusnya dilakukan sosialisasi agar orang tua dapat mengetahui apa itu manfaat imunisasi rubella.
“Sosialisasi itu penting, saya ini kan awam tentang kesehatan. Apalagi anak saya memiliki riwayat penyakit tipes dan asma. Itu yang membuat saya takut, sebab ketika disuntik anak saya mengalami muntah dan pusing bahkan sampai dirawat di rumah sakit Bhayangkara,”tegasnya.
Dirinya menambahkan, dari kejadian tersebut salah satu oknum guru mengeluarkannya dari whatsapp grup orang tua dan ada oknum guru menyampaikan bahwa ketika anaknya sekolah maka harus keluar.
“Jadi saya dikeluarkan dari grup orangtua secara sepihak oleh oknum guru, bahkan ada oknum guru sampaikan bahwa kalau mereka mau mengajar maka anak saya harus keluar dari sekolah, sementara anak saya ada tiga orang sekolah disitu,”jelasnya.
Masih menurutnya, pada saat itu ada oknum guru yang mengatakan bahwa marah-marah memangnya anak sudah mati?.
“Itu yang buat saya marah dan langsung membanting helm karena saya emosi dan refleks mengamuk serta marah-marah seperti video yang beredar di media sosial. Namun sama sekali tidak terjadi pemukulan,”aku Hilda Talahalu.
Seperti dilansir media ini sebelumnya, Ketua Yayasan Pendidikan Katolik Keuskupan Amboina, RD Agus Arbol membenarkan jika pihaknya telah menempuh proses hukum kepada orang tua murid yang melakukan tindakan kekerasan fisik dan kekerasan verbal kepada salah satu guru di SD Xaverius.
Langkah ini ditempuh kata Romo Arbol, untuk membuktikan sebuah kebenaran dari peristiwa yang terjadi pada yayasan yang dipimpinnya.
“Prinsipnya kita mendukung proses hukum di kepolisan, apakah sekolah bersalah atau orang tua siswa yang benar, tetapi ini kan kekerasan verbal dan pencemaran nama baik sekolah, karena sudah viral dan untuk mengembalikan kan sudah susah. Kita dirugikan dan sangat dirugikan, ini sangat disayangkan. Penegakan hukum harus ditempuh. Prinsipnya Yayasan mendukung proses hukum karena kekerasan kepada siapa saja tidak dibenarkan, “tandas Romo Arbol, Jumat (29/9/2023) malam di aula Xaverius Ambon.
Menurutnya, perilaku dari orang tua yang ngamuk di sekolah dan mempertontonkan kekerasan dihadapan guru serta dilihat oleh anak-anak didik, merupakan sebuah bentuk perbuatan serta upaya untuk merusak citra pendidikan di yayasannya.
Pada kesempatan lain, Kepala Dinas Kesehatan Kota Ambon, drg.Wendy Pelupessy mengaku menyesali kejadian yang terjadi di SD Xaverius.
Menurutnya, hanya satu orang tua dari ribuan orang tua wali yang tidak mendukung progam pemerintah, yakni Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Padahal, orang tua anak itu adalah anggota polisi yang seharusnya mendukung program nasional.
Pelupessy menjelaskan, apa yang dilakukan pihak sekolah merupakan imunisasi rutin MR yang dilaksanakan setiap tahun, atau yang dikenal dengan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
“Ini imunisasi rutin setiap tahun, dan di sekolah-sekolah lain tidak ada masalah,”jelas Pelupessy.
Ditambahkan, BIAS merupakan program nasional, yang tidak hanya pada anak usia sekolah, tetapi juga diberikan kepada bayi dan balita di setiap Posyandu.
“Jadi ini setiap tahun dilaksanakan sesuai jadwal yang sudah disampaikan di sekolah, dan sosialisasi dilakukan sebelum imunisasi itu diberikan,” ungkap Pelupessy.
Oleh sebab itu, peristiwa yang terjadi di SD Xaverius menjadi penting untuk kedepannya sosialisasi terkait program ini dilaksanakan. (L06)