AMBON, LaskarMaluku.com – Komisi I DPRD Provinsi Maluku dan bersama Pemerintah daerah (Pemda) Provinsi Maluku kembali menggelar rapat kerja, guna membahas persoalan penyelesaian Tanah Milik Pemerintah daerah (Pemda) Provinsi yang ada pada SMK Pertanian yang ditempati oleh 195 Kepala Keluarga (KK) di Desa Passo Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Kota Ambon, Maluku,

Luas tanah kurang lebih 31 Hektar ini di huni oleh masyarakat Eks Pertanian Passo tersebut, Namun sampai saat ini tak kunjung tuntas alias kelar-kelar.

Turut hadir dalam rapat tersebut, yakni Dinas Pertanian provinsi maluku, Biro Aset daerah, Biro Hukum dan Biro Pemerintahan. Rapat berlangsung lantai I diruang komisi I DPRD Maluku, Selasa (21/11/2023).

Demikian disampaikan, Ketua komis I DPRD Maluku Amir Rumra, mengatakan, yang pertama Rapat hari ini merupakan tindaklanjut dari pada rapat sebelumnya terkait dengan persoalan masyarakat penghuni eks pertanian Passo yang SMK Pertanian yang tadi sudah ada progres langka maju, itu yang kita harapkan. sehingga ada rekomendasi dari pada panitia.

“Tim Teknis yang di bentuk oleh Pemda itu kurang lebih ada tiga langka yang mereka sampaikan, yang pertama menyangkut dengan 195 KK masyarakat yang mendiami di lokasih itu. Yang kedua terkait dengan sara prasarana, yaitu Gereja dan Pastori, dan yang ketiga tentang 11 rumah dinas guru yang saat ini di tinggalkan oleh keluarga yang dulu eks pertanian Passo,” ungkap Rumra.

Menurutnya, DPRD tetap sepakat dengan ketentuan dengan apa yang tadi disampaikan oleh Pemda dalam hali ini Biro Hukum, ada tiga poin yang menjadi kesimpulan kita terkait itu menyangkut dengan rumah ibadah tetap di hibakan. Lalu rumah masyarakat itu nanti proses mekanisme ganti rugi, sehinga tadi kan sudah jelas.

“Intinya tetap proses ini kan dilakukan sesuai dengan mekanisme proses Pengadaan Aset Barang dan Jasa Permendagri Nomor 19 Tahun 20216. Itu sangat penting menjadi rujukan terkait dengan itu, sehingga ada ruang itu,” jelas Rumra.

Politisi sebior PKS ini juga, menjelaskan, yang diharapkan sebagaimana masyarakat ingingkan untuk dari 195 rumah itu nanti kan bikin permohonan terkait dengan proses, dan pasti ada pemutihan. Dan proses pengganti Pembayaran nanti kita lihat dari secara kemanusiaan yang kita perhatikan.

“Dan tadi mungkin dari 11 rumah atau KK itu nanti di identifikasi lagi seperti apakah betul masyarakat yang tinggal itu keluarga dan sebagainya tapi kalau ternyata cuman sekedar orang-orang lain atas nama itu juga pasti harus secara tegas,” pungkasnya.

Lebih lanjut, dirinya menambahkan, begitu juga kalau ada Masterplan untuk pengembangan pertanian kedepan ternyata belum ada di lokasi pertanian itu harus dilakukan dan ternyata rumah-masyarakat itu sudah kenal, maka pasti kita berpikir bagaimana, mungkin di pindahkan atau dialokasi kembali.

“Sebab sekarang kurang lebih Tanah Milik Pemda itu kan 31 Hektar, yang kita pikirkan, misalnya dari sisi apek kemanusiaan yang perlu. Kita tetap dengan tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku untuk proses barang dan jasa, tetapi kita lihat, jangan sampai sehingga mereka tinggal rumah walaupun tanahnya pemda,” jelasnya.

Menurut Rumra, ini mengakibatkan dari awal tidak dilakukan ini dari pada awal mengakibatkan hari kan terjadi dan kita harus di bijaki jalan keluar. Dan itu kami berikan mengapreseasi temukan langka-langka, itu yang kita harapkan selama ini. Karena ini sudah cukup lama.

“Karena itu, kita harapkan muda-mudahan waktu cepat karena itu ada persetujuan DPRD. Setelah ini kita kaji dan proses pengusulan permohonannnya oleh masing-masing KK. Ya muda-mudahan 195 KK tidak boleh tambah lagi, dan tadi kan saya sudah sampaikan ketegasan itu,” pungaksnya.

Sementara itu, Kepala Bidan Aset Provinsi Maluku, Daniel Lopasoni, menyatakan yang pertama itu kita harus mengacu kepada regulasi yang ada, yaitu Peraturan menteri dalam negeri (Permendagri) 19 2016 dimana pengembalian atau Hiba itu harus d kuti aturan-aturan yang ada karena sekarang ini kan semua harus teransfaran.

“Jadi apa yang kita jual atau yang di Hibakan kepada masyarakat harus landasan tiga halnya itu ada pada Peraturan menteri dalam negeri PP 28 dan 27 itu landasan hukum sehingga apa yang kita laksanakan itu sesuai dengan prosudur dan tidak ada masalah dikemudian hari,”

Menurutnya, terutama masyarakat yang mendiami Tanah eks Pertanian Passo disana itu kita harus mengacu kepada regulasi, dengan tetap tidak keluar dari regulasi supaya masalah-masalah hukum dikemudian hari tidak muncul masalah.

“Kita eliminisir tapi biasabya juga memang terjadi tapi kalau kita sudah mengacu kepada peraturan Menteri dalam negeri PP 28 dan 27 itu sudah tidak ada masalah dikemudian hari,” jelasnya. (L04).