AMBON, LaskarMaluku.com – Sejumlah dokter spesialis melakukan aksi di DPRD Maluku. Aksi itu menuntut pihak manajemen RSUD dr M Haulussy Ambon dibawah kendali direktur Nasaruddin segera membayar hak tenaga kesehatan.

Dalam seruan bersama para dokter spesialis dan tenaga kesehatan lainnya telah menegaskan bahwa apabila Mobile Banking menandakan bunyi SMS, maka secara otomatis pada hari itu juga seluruh aksi boikot dihentikan, dan aktivitas pelayanan di setiap poli klinik di RSUD Haulussy hari itu juga dilakukan pelayanan.

Akan tetapi jika itu belum, maka aksi serupa tetap berjalan hingga SMS Mobile Banking berbunyi.

Aksi solidaritas dari para dokter spesialis ini, jika dilihat sebagai respons terhadap direktur yang seenak perut, memberi janji yang tak pasti kepada para nakes.

Kehadiran para tenaga medis dokter spesialis ke gedung wakil rakyat ini, Jumat (1/9/2023) siang dengan membawa sejumlah poster bertuliskan, – Dokter spesialis dan dokter sub spesialis dan seluruh tenaga kesehatan (Nakes) RSUD Haulussy Ambon, prihatin dengan Rumah Sakit dan manajemen yang amburadul.

Hak Nakes tidak dibayar. TPP yang tidak ada standar baku dan uang transport dokter Umum dan dokter spesialis Non ASN dipersulit.

Para dokter spesialis itu juga mengingatkan, dokter Nasaruddin selaku Direktur dan pihak manajemen kalau mereka bekerja selama 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu.

“Ingat pak direktur, dokter itu kerjanya 24 jam dalam 1 hari, 7 hari dalam 1 minggu,”tulis para dokter di pamflet yang dibawakan.

Tidak sampai disitu, mereka jua menanyakan soal alokasi dana senilai Rp 19,8 milyar yang hingga kini belum diketahui raibnya.

“Dana-dana itu bersumber dari jasa pelayanan Nakes dari tahun 2021-2023, selama dua koma delapan tahun (2,8 tahun), BPJS dari tahun 2020-2023 selama tiga koma delapan tahun (3,8 tahun), Covid-19 tahun 2022 dengan nilai ditaksir mencapai Rp 19,8 miliar,”tulis para dokter dalam pamflet yang dibawakan dalam aksi itu.

Mereka para dokter juga mengingatkan pihak manajemen soal aturan kinerja para dokter Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Ingat pak Direktur, bila dokter dianggap ASN pada umumnya maka dokter hanya akan bekerja pada pukul 08.00-16.30 Wit diluar jam itu dokter tidak melayani pasien, termasuk pasien gawat darurat, hari Sabtu, Minggu dan hari libur resmi Nasional, “ujar mereka.

Manajemen Pilih Kasih

Sementara itu, ketika mereka memasuki ruang Komisi IV DPRD Maluku, para dokter spesialis diterima Rofik Afifudin selaku Wakil Ketua Komisi, didampingi anggota lainnya Tien Renyaan dan beberapa anggota komisi lainnya, seperti dokter Nia Pattiasina, dan lain-lain.

Pertemuan itu dimaksud untuk mencari jalan tengah proses penyelesaian hak Nakes yang belum juga terealisasi hingga kini.

Dalam pertemuan itu, terungkap kalau pihak manajemen menerapkan sistem ketidakadilan dan pilih kasih. Hal itu dikemukakan dokter Elisabet Huliselan.

Dia mengatakan, standar penilaian di RSUD dr M Haulussy itu tidak ada penilaian yang baku dalam menilai TTP nakes. Itu salah satu poin yang belum dibahas contohnya dokter Asri Sangadji ini, dia TTP untuk bulan Mei diblok oleh kepalanya atasannya yang menilai “nilainya “O” ketika dia bertanya kepada atasannya dikatakan bahwa SIP anda mati tidak berfungsih lagi, dokter Asni adalah kepala Instalasi Radiologi.

Sebagai dokter memang SIP-nya mati, tetapi sebagai kepala instalasi dia harus menandatangani semua hal yang berhubungan dengan Radiologi, cuma mirisnya yang mati SIP itu bukan hanya dokter Asri ada juga dokter Samuel Wagiuw SIP-nya mati tetapi TTP-nya itu dinilai 90 persen.

para nakes saat menyampaikan aspirasi di ruang Komisi IV DPRD Maluku

“Nah tidak ada standar baku dalam menilai besaran TTP di Haulussy, sebenarnya ini salah satu point’ yang kami cantumkan dalam surat kami, yaitu point yang ke-lima,”ungkap Huliselan seraya menambahkan proses keterlambatan pembayaran hak Nakes itu baru dirasakan dan dialami ketika direktur dipimpin oleh dokter Nasaruddin.

“Dari mulai rambut hitam hingga rambut memutih baru terasa kinerja manajemen RSUD dr M Haulussy menunda-menunda jasa nakes, baru kali ini masalah jasa seperti ini dan baru kali ini juga menghadapi direktur yang seperti ini,”kesal dokter Huliselan, dihadapan pimpinan dan anggota Komisi IV DPRD Maluku pada rapat tersebut.

Dikatakan, pihaknya melakukan aksi mogok ini lantaran mereka sangat kesal dengan sikap sang direktur.

“Terus terang Pa rasa bagaimana e, sebenarnya putus asa, kecewa, jadi katong mogok ini karna sudah puncaknya. Kami sudah tidak percaya apapun yang keluar dari mulut orang ini, (sambil menunjuk ke arah dokter Nasaruddin-red). Dia ini hanya bicara dan janji doang, apa yang sudah dibicarakan dihadapan Sekda Maluku saja tidak ada realisasinya apalagi dengan kita, ” kesal dokter Huliselan.

Dia menegaskan kalau aksi mogok yang mereka lakukan, hanya untuk menagih apa yang dijanjikan.

“Kenapa kita mogok karena kita butuh bukti, bukan janji, hari ini beta (saya) cuma mau bilang butuh bukti bukan janji, buktinya apa? “Mobile Banking Bunyi” yang kami butuhkan adalah Bukti bukan Janji seraya meminta perhatian Komisi IV kalau apa yang diperjuangkan selama ini, yakni BPJS dari tahun 2020 yang nilainya mencapai Rp 19,8 miliar yang belum dibayar, tolong kasihanilah kami,”harap Huliselan.

Menurut dokter Huliselan, mereka para dokter spesialis dan tenaga kesehatan lainnya sudah merasa resah dengan dokter Nasaruddin yang hanya memberikan janji palsu (PHP) sehingga mereka merasa kecewa dan putus asa.

“Jadi Beta mau tegaskan, kami butuh bukti bukan janji, sampai M-BANKING BUNYI baru kita aktif kembali,”tegasnya seraya menambahkan kalau hal ini dimaksudkan supaya pihak manajemen memperlihatkan itikad baik mereka.

Sementara itu salah satu pimpinan Komisi IV DPRD Maluku Rofik Afifudin pada kesempatan itu menyimpulkan beberapa point’ penting antara lain;

Hari Senin M-banking berbunyi, maka seluruh poliklinik dibuka kembali, dan setelah itu diikuti dengan pelayanan BPJS.

Sesuai dengan kesepakatan Sekda Maluku Sadalie Ie, tim inspektorat bersama tim RSUD bahwa 30 hari setelah pembayaran Perda sebagaimana hak mereka Nakes yang belum dibayarkan senilai Rp 21 miliar dan baru mau dibayar senilai Rp 1,2 M dari tahun 2021.

“Teman-teman wartawan ingat ya, ini utang, dan itu hak mereka Rp 21 miliar dan baru mau dibayar itu Rp 1,2 M. Jasa nakes dokter itu belum, yang baru mau dibayar itu jasa Perda tahun 2021 supaya jelas,”urai Afifudin.

Sedangkan untuk pembayaran uang BPJS senilai Rp 2,5 miliar tahun 2020 akan diproses kemudian untuk dilakukan pembayaran selama 30 hari. Namun tenggang waktu yang diberikan terasa berat oleh dokter Nasaruddin.

Pihaknya lanjut Nasaruddin meminta pertimbangan untuk diundur waktu hingga beberapa bulan kemudian. Padahal dalam notulen rapat disebutkan 30 hari.

Tetapi hal ini dibantah dokter Nasaruddin yang pada gilirannya ditertawakan oleh semua peserta rapat. Akibat kelimpungan dari janji dustanya serta tidak komitmen ketika keluar dari ruang rapat, direktur Nasaruddin pergi tanpa bersalaman dengan siapapun. Ia bahkan lompat pagar belakang ruang Komisi IV DPRD Maluku. (L05)