AMBON, LaskarMaluku.com – Lembaga Sensor Film (LSF) RI menggelar sosialisasi gerakan nasional budaya sensor mandiri di Provinsi Maluku dengan tema ” Memajukan Budaya Menonton Sesuais Usia”.Kegiatan yang berlangsung di lantai 2 Swess-bell Hotel, Kota Ambon, Selasa (29/10/2024)
Kegiatan itu dibuka oleh Ketua di Wakili oleh Ketua LSF, Norca M. Masardi. Kegiatan itu juga bekerja sama dengan lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) Maluku.
Wakil Ketua LSF, Norca M. Masardi dalam sambutannya mengatakan, Film sangat penting untuk daya kembang anak terutama dalam pembentukan pola pikir dan sikapnya. Itu merupakan produk visual yang paling berpengaruh terhadap perilaku anak.
“Kami ditugaskan oleh negara untuk menjadi benteng ketahanan budaya sosial moral melalui film dan tayangan-tayangan yang ada di area umum baik melalui televisi bioskop maupun jaringan Informatika,” kata Norca.
Menurutnya, film sebagai karya seni budaya memiliki peran strategis dalam ketahanan budaya bangsa dan kesejahteraan masyarakat lahir batin. Karena itu, negara bertanggung jawab memajukan perfilman di Indonesia.

Berdirinya platform digital yang diketahui bersama melalui platform Media Sosial (Medsos) HP, tanyangan Yotube, IG hingga Tiktok memang bisa diakses bebas oleh masyarakat. Tapi untuk membuat semua itu harus bisa berhati-hati untuk mengontrol setiap anak dalam menonton sebuah tayangan.
Sebab, dalam perfileman tidak semua wajib di pertontonkan, tetapi ada juga dibatasi dengan usia. Hal itu mungkin bagi orang dewasa tidak akan berpengaruh, tapi bila dicontoh oleh anak-anak akan berpengaruh.
“Untuk adik-adiknya yang dibawah 5 tahun terutama dibuat juga untuk tidak menonton tayangan-tayangan di luar klasifikasi usia film itu ada pendapat negatif, kalau ditonton oleh di bawah klasifikasi khususnya film 13-17 tahun,” jelasnya.
Perkembangan digitalisasi dan KPI itu aturannya kita sama-sama tahu bagaimana panasnya undang-undang nomor 32 tentang perfileman.
“Diamanatkan dalam undang-undang itu adalah melindungi masyarakat dari dampak negatif, kalau positifnya banyak, tidak usah disebut. Karena nilai dampaknya ini yang perlu di pahami,” paparnya.
Adapun kegiatan ini lanjut Norca , bertujuan untuk memiliki keseragaman pemahaman mengenai perundang-undangan perfilman, dari mulai pembuat hingga penikmat film agar mereka mengerti undang-undang perfilman yang ada di Indonesia.
Maka dari itu, persoalan ini menjadi tanggung jawab kita bersama, untuk itu, Lembaga Sensor, LSF tidak bekerja sendiri peran serta masyarakat di dunia pendidikan dan para pemangku kepentingan kompeten dan juga KPID sangat dibutuhkan.
“Kami sudah bekerja sama dengan 60 kampus unggulan tinggi negeri di seluruh Indonesia termasuk MOU dengan KPK, KPID untuk bekerja sama dalam mengingatkan masyarakat untuk dapat menonton film negatif atau tontonan yang tidak sesuai dengan spesifikasi,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua KPID Maluku, Lekpery J. Amtu, sangat menyambut baik atas terselenggaranya kegiatan sosialisasi ini yang telah melibatkan KPID.
” Kami bersyukur dan berterima kasih kepada lembaga Indonesia hari ini memberi kesempatan bagi kami untuk bentuk kerjasama yang luar biasa sehingga bisa membantu dan saling mendukung untuk edukasi kepada semua masyarakat mendukung kegiatan sosialisasi ini ,” ucapnya.
Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan diskusi yang dibawakan oleh Ketua Sub Komisi Sosial LSF, Titin Setiawati dan Akademisi/Pembuat Film Kota Ambon, Piet Manuputty selaku narasumber.
Diketahui, hadir dalam kegiatan tersebut yakni, Wakil KPID Maluku dan Staf, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XX, Dinas Kebudayaan Prov Maluku, Dinas Kebudayaan Kota Ambon, Perwakilan Perguruan Tinggi (Mahasiswa), Tenaga Pendidik tingkat SD, SMP, SMA, Komunitas Film, Organisasi Keperempuanan (PKK) dan Perwakilan Konten Kreator. (L06)