AMBON, LaskarMaluku.com – Konflik antara warga desa Sawai dan dusun Masihulan, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, Kamis (3/4/25) mengakibatkan 61 rumah warga milik Desa Masihulan terbakar. Akibatnya sebagian besar ibu dan anak-anak serta balita dievakuasi ke pegunungan.
Hal ini dilakukan guna menghindari terjadinya korban jiwa.

Motif dibalik aksi pemukulan terhadap tiga pemuda, dan salah seorang pengemudi mobil dari Desa Rumaholat, diduga berlatar belakang masalah tapal batas tanah yang disengketakan di Pengadilan.
Motif lainnya, hanya diperlukan penyelidikan mendalam dari aparat keamanan berwajib dalam hal ini Polri.

Kendati begitu, salah satu tokoh agama yang bertugas di jemaat Masihulan meminta kebutuhan mendasar berupa makanan, obat-obatan, selimut, tenda pakaian bekas, susu bayi dan pakain balita serta pakaian untuk ibu lansia dan wanita dewasa.

“Kepada pemerintah daerah ataupun pihak lainnya yang punya kepedulian, penanganan segera dan yang dibutuhkan saat ini adalah, makanan, obat-obatan, tenda selimut, dan lain-lain, “pinta salah satu jemaat yang tengah mengungsi di daerah pegunungan, kepada media ini, Jumat (4/4/2005) pagi.

Komunikasi dengan masyarakat yang tengah mengungsi saat ini tidak jelas lantaran kondisi cuaca yang tidak menentu.

Sejauh ini aparat keamanan telah berhasil mengendalikan situasi disana, tetapi faktor trauma bagi ibu dan anak-anak pasti sangat terasa, maka diperlukan langkah-langkah pemulihan.

Mereka berharap, aparat penegak hukum harus serius mencari dalang dibalik aksi kekerasan dan penyerangan itu, sehingga kedepan tidak terulang aksi serupa.

Kendati berada di tempat pengungsian, para tokoh agama disana berharap agar peristiwa kekerasan dan penyarangan ini, segera dituntaskan oleh aparat keamanan.

Warga juga berharap, fungsi pembinaan dari Babinkantibmas dan Babinsa harus menjadi garda terdepan dalam melakukan pembinaan kepada masyarakat agar setiap permasalahan yang dimunculkan di kalangan masyarakat bisa terdeteksi secara dini. Ini yang jarang dilakukan disana, kata salah satu warga yang tak ingin disebutkan namanya ini.

Informasi yang berhasil dihimpun media ini menyebutkan, pasca tindakan pemukulan terhadap warga Rumaholat ketika dilaporkan tidak ditindaklanjuti serius oleh aparat setempat. Belum diketahui pola penanganan seperti apa yang dilakukan petugas disana.
Tetapi yang jelas akar dari setiap persoalan yang ditimbulkan di kalangan masyarakat, Polsek menjadi penengah dalam menuntaskan setiap persoalan masyarakat dalam kaitan dengan ketertiban dan keamanan masyarakat (Kamtibmas). Intinya Polsek menjadi ujung tombak.
Lambannya pola penanganan terhadap setiap laporan masyarakat akibatnya masyarakat yang dirugikan merasa kecewa dan ngamuk terhadap aparat Polsek setempat.

Disisi lain pola pendekatan Kapolsek dengan tokoh-tokoh pemuda, tokoh masyarakat dan tokoh agama, agaknya kurang dijalankan dengan baik. Ini bisa dilihat dari pola penanganan kasus-kasus yang ditanganinya. Kedua ketika konflik antar warga, proses pelaporan awal, tidak terdeteksi, samasekali, apalagi informasi sangat sulit didapat ketika Kanit Opsmal lebih duluan dilumpuhkan karena terkena tembak.

Kapolsek Wahai, Tomy Siahaya berulang kali dihubungi melalui telepon selulernya, samasekali tidak aktif.

Walau begitu Pemerintahan Provinsi Maluku, sebagai penanggung jawab keamanan menghimbau kepada masyarakat Maluku umumnya agar jangan mudah terprovokasi, tetap menciptakan kedamaian di tengah masyarakat. (L05)