JAKARTA, LaskarMaluku.com – Hari kedua Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) ke-5 tahun 2025 diisi dengan presentasi utusan dari 10 provinsi gerejawi. Para utusan mempresentasikan hasil pembahasan yang sebelumnya telah dilakukan di tingkat keuskupan dan provinsi atau regio.
Semangat kebersamaan Gereja Indonesia semakin menyala. Setelah perjalanan panjang pra-SAGKI di berbagai provinsi gerejawi, kini para perwakilan dari seluruh Indonesia berkumpul untuk merefleksikan perjalanan iman yang telah ditempuh dan menatap arah misi Gereja ke depan dengan penuh pengharapan.
Mereka menelusuri bagaimana misi Gereja bermula di wilayah masing-masing dan berjuang hingga kini, seraya menghidupi tema besar SAGKI 2025 “Berjalan Bersama sebagai Peziarah Pengharapan: Mewujudkan Gereja yang Sinodal dan Misioner.”
Mereka menelusuri bagaimana misi Gereja bermula di wilayah masing-masing dan berjuang hingga kini, seraya menghidupi tema besar SAGKI 2025 “Berjalan Bersama sebagai Peziarah Pengharapan: Mewujudkan Gereja yang Sinodal dan Misioner.”
Dari berbagai presentasi, tampak bagaimana misi Gereja Katolik di Indonesia hampir selalu berawal dari kehadiran para misionaris. Para imam dan suster pionir itu bekerja keras dalam berbagai bidang: pendidikan, kesehatan, sosial-ekonomi, hingga pelayanan pastoral yang menjangkau pelosok. Dari sekolah-sekolah Katolik, universitas, rumah sakit, hingga koperasi umat, semua menjadi buah dari karya iman yang diwujudkan dalam pelayanan nyata.
Kini, semangat pewartaan itu berkembang. Gereja tidak lagi hanya berbicara tentang pelayanan rohani, tetapi juga tentang pelayanan bagi kemajuan umat manusia secara utuh.
Suara Umat dan Keresahan Bersama
Dari hasil paparan para delegasi, muncul pula sejumlah keresahan dan tantangan nyata yang dihadapi Gereja Indonesia, baik secara internal maupun eksternal.
Tantangan internal yang paling menonjol adalah soal pembinaan iman. Kesadaran hidup menggereja di beberapa daerah masih rendah. Banyak umat yang imannya mudah goyah oleh arus duniawi. Karena itu, pembinaan iman menjadi kebutuhan mendesak bagi Gereja Indonesia saat ini.
Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia khususnya imam, tenaga pastoral, dan katekis masih menjadi persoalan serius. Para katekis yang menjadi ujung tombak pewartaan di banyak daerah sering kali bekerja dengan sarana dan dukungan terbatas. Beberapa keuskupan juga mengungkapkan rasa inferioritas umat karena status minoritas dan keterbatasan dana.
Masalah lain yang mengemuka dalam presentasi juga adalah kemiskinan yang disebabkan oleh budaya dan adat istiadat.
Di sisi eksternal, Gereja menghadapi tantangan modernitas yang kompleks. Sekularisasi dan modernisasi telah mengubah pola pikir umat yang tidak selalu ke arah yang positif.
Luasnya wilayah pelayanan, keterbatasan tenaga dan pendanaan, serta rusaknya lingkungan akibat tambang dan deforestasi turut menjadi keprihatinan bersama. Gereja Katolik menegaskan kembali komitmennya terhadap misi penyelamatan lingkungan sesuai semangat Laudato Si’ untuk menjaga bumi sebagai rumah bersama, sehingga diperlukan advokasi lingkungan.

OCI Selalu Mendampingi Umat
Sementara itu, Keuskupan Umat Katolik di Lingkungan TNI dan Polri atau Ordinariatus Castrensis Indonesia (OCI) turut menyampaikan refleksi karya pastoralnya pada hari kedua SAGKI 2025.
Dalam paparannya yang disampaikan oleh Koordinator Delegasi OCI, Romo Kolonel Sus Yos Bintoro, Pr, yang juga menjabat sebagai Wakil Uskup Umat Katolik TNI dan Polri, ditegaskan bahwa Gereja Katolik selalu hadir mendampingi umat, termasuk mereka yang bertugas di lingkungan militer dan kepolisian. “Pelayanan Gereja di lingkungan TNI dan Polri hadir untuk memberikan pendampingan rohani agar umat beriman memperoleh keselamatan jiwa karena belas kasih Allah,” ujar Romo Yos Bintoro.
OCI yang semula dikenal sebagai Keuskupan Militer, memiliki yuridiksi khusus dalam pelayanan pastoral bagi umat Katolik yang bertugas di lingkungan TNI dan Polri. Berdasarkan Konstitusi Apostolik Spirituali Militum Curae (1986) dan Bulla Pius XII Nomor 102/50, keberadaan OCI telah menjadi bagian resmi dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
Dalam refleksinya, OCI menyoroti berbagai tantangan misi internal dan eksternal, di antaranya belum adanya pedoman dasar pengelolaan pelayanan umat selama puluhan tahun, keterbatasan tenaga rohaniwan, serta koordinasi yang perlu diperkuat dengan keuskupan teritorial. Tantangan eksternal yang dihadapi mencakup regulasi formal terkait rekrutmen dan penempatan pastor di institusi TNI dan Polri.
Untuk menjawab tantangan tersebut, OCI telah mengambil sejumlah langkah strategis, antara lain menyusun Pedoman Direktorium OCI, membangun komunikasi struktural dengan pimpinan TNI dan Polri, melaksanakan retret rohaniwan setiap tiga tahun, menerbitkan buku “Perjalanan Pengabdian 75 Tahun OCI bagi Bangsa Indonesia,” serta mengembangkan situs web pelayanan OCI. Saat ini, terdapat 9 pastor organik dan 22 pastor pelayan non-organik (Pasyanmilpol) yang melayani umat di berbagai wilayah keuskupan. (L02)
