KELUARGA SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN GENDER

JAKARTA, LaskarMaluku.com – Visi Antropologi Kristiani tentang Manusia dan Gender, menurut Mgr Valentinus Saeng, CP yang dijelaskan pada hari kedua Rapat Pleno Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan (SGPP) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) adalah kunci untuk memahami sebuah ideologi guna  memahami siapakah manusia. 

Manusia janganlah dijadikan sebagai obyek saja, tetapi wajib diperlakukan sebagai subyek yang unik, bebas, bermartabat, dan bertanggung jawab atas setiap tindakan dan perannya dalam kehidupan bersama. 

“Manusia sebuah misteri , makhluk problematis. Kenapa misteri ? karena kita diciptakan menurut gambar sang Pencipta,” ungkapnya di lantai 8 gedung KWI Jakarta, Sabtu (27/6/2025).

Menurut Uskup Keuskupan Sanggau ini, istilah Perempuan sudah lebih dulu ada. Revolusi Industri telah meruntuhkan struktur keluarga dimana suami dan isteri bekerja dan anak-anak menjadi terlantar.

Uu

Peran isteri berkembang bukanyu saja sebagai penunggu rumah atau yang mengurusi anak-anak semata, namun mereka memiliki penghasilan bahkan jabatan dalam pekerjaannya. 

LaskarMaluku

Meski begitu dunia industri tetap memiliki aturan-aturan terhadap tenaga kerja seperti gaji, jam kerja dan tunjangan-tunjangan. 

Disinilah kemudian muncul dilema dan persoalan bagi kaum perempuan. Dalam perjalanan waktu muncul kaum perempuan yang peduli terhadap perannya termasuk hak-haknya, tetapi segala sesuatu harus berdasarkan keperluan dan ketentuan yang berlaku bukan keinginan. 

Tahun 1960an munculah pergerakan mahasiswa sebagai agen revolusi sebagaimana yang terjadi di Indonesia. Hal ini diikuti dengan keberanian perempuan yang sering mendapat kekerasan dalam rumah tangga untuk melakukan perlawanan. 

Moderator SGPP KWI ini juga menyatakan bahwa Kebenaran bersifat relatif tak ada yang absolut. Misalnya: dalam sebuah forum peserta melihat pintu keluar berada di bagian kiri, tetapi pembicara di podium melihat pintu keluar di sebelah kanan. 

Keduanya tak ada yang salah, sudut pandang dan posisinya yang membuat berbeda. Ideologi Gender mengolah paham-paham menjadi satu paham yakni bagaimana memahami manusia, peran manusia dan perbedaan jenis kelamin.

 “Gender merupakan konstruksi sosial terhadap cara pandang kita, pengelompokan ke dalam kelas-kelas berdasarkan ‘permainan’ laki-laki dan Perempuan,” tambahnya.

Prof Francisia Seda

Landasan Utama

Melalui semangat Duc In Altum, yakni melihat lebih dalam baik secara substansi dan esensi, maka harus diupayakan terus menerus untuk memiliki pemahaman yang utuh dan menyeluruh tentang manusia, sehingga kita mampu membedakan peran yang bersifat kodrati dengan peran yang lahir dan berkembang dari kesepakatan sosial antar anggota masyarakat di ruang publik. Hal mana ditanggapi oleh Prof. Francisia Saveria Sika Seda, M.A., Ph.D, guru besar Sosiologi FISIP UI bahwa visi Antropologi Kristiani tentang manusia dan gender menjadi landasan utama dalam nilai dan perspektif. 

Dalam hal ini, “Pemerintah telah mencantumkan dan menerapkan praktik pengarusutamaan gender dalam kebijakan pembangunan,” sahutnya.

Dr.Amirwani Dwi Lestariningsih

Dr. Amurwani Dwi Lestariningsih, Deputi Kesataraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang mengawali presentasinya dengan pantun sebagai produk kearifan lokal Indonesia bukan sekedar pemanis. 

Ia mengulas tema menyangkut Praktik pengarusutamaan Gender dalam Kebijakan Pembangunan.

Kesetaraan Gender memiliki tujuan utama dalam hal penguatan peran perempuan bagi terwujudnya keluarga berkualitas, berkeadilan gender, dan masyarakat Inklusif. 

Ketimpangan Gender yang masih tinggi merupakan salah satu penghambat dalam pelaksanaan pembangunan yang inklusif.

Andi Yentriyani

Sejalan dengan keterangan di atas, Andi Yentriyani mantan Ketua Komnas Perempuan mengatakan, ketimpangan gender dipicu oleh belum optimalnya Peran dan Fungsi Keluarga sehingga menyebabkan Ancaman Krisis Moral dan Karakter di Kalangan Generasi Muda. 

Selain itu kesetaraan gender dan pembangunan inklusif menjadi semakin sulit dikarenakan masih adanya norma sosial budaya yang membiarkan diskriminasi dan perlakuan yang salah.

Peserta dr Regio MAM (Makassar Ambon Manado)

Di beberapa wilayah Indonesia masih banyak ditemukan pasangan yang menikah berkali-kali beganti pasangan tanpa memiliki sertifikat resmi sebuah perkawinan, adat lebih diutamakan daripada hukum yang berlaku.

 “Perempuan harus berani bicara dan bersikap jika menghadapi kekerasan atau pemberlakuan semena-mena,” jelasnya.

Ditegaskan pula, arah pembangunan nasional mengacu pada SDG (Sustainable Development Goals). Khususnya terkait Tujuan ke 5 yaitu Gender Equality dan Tujuan ke 16 Peace, Justice, and Strong Institutions. Praktek pengarus utamaan gender juga dilandasi pada RPJM 2025 — 2029 sebagai prinsip pembangunan nasional, aspek Gender dan Inklusi Sosial, Transformasi Digital serta Pembangunan Iklim Rendah Karbon.

Prof Stella Christie.PhD

Tanggungjawab Bersama

Prof. Stella Christie, Ph.D, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi mengusung tema Membangun Kesadaran Sosial melalui Pendidikan dimana Kesetaraan Gender menjadi Tanggungjawab Bersama. 

Ia menekankan bahwa berbicara tentang kesetaraan gender perlu dilandasi dengan data-data. Dalam sebuah penelitian di Amerika terhadap kaum perempuan, menunjukkan bahwa kaum perempuan yang lulus sarjana lebih sedikit dibanding kaum laki-lakinya. 

Apakah di Indonesia memiliki kecenderungan yang sama? Pada tahun 2017 data menunjukkan kaum laki-laki masih lebih banyak yang menjadi sarjana ketimbang perempuan. 

Namun, belakangan ini sebaliknya, jumlah kaum perempuan yang sarjana lebih banyak dari laki-laki. Hal ini bukan dikarenakan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada laki-laki, data sensus 2024 mempelihatkan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan adalah seimbang. 

Artinya gambaran umum masyarakat tidaklah tepat. Sayangnya dalam praktik dunia kerja, data BPJS menunjukkan perempuan lulusan S1 yang bekerja lebih sedikit daripada kaum laki-laki S1, sementara gaji yang diterima lebih rendah dari laki-laki dengan tingkat pendidikan yang sama. Dalam hal ini Prof. Stella mengakui bahwa seringkali perempuan tidak bernegosiasi tentang gaji dibanding dengan kaum laki-laki.

“Ketika saya baru menyelesaikan program doktor, pembimbing akademik saya tegas mengingatkan bahwa jangan malu untuk bernegosiasi tentang gaji,” tambahnya.

Hal ini menggambarkan bahwa kesenjangan upah di Indonesia baik pada usaha jasa, penjualan, hingga pertanian memberi peluang bagi kaum laki-laki guna memperoleh penghasilan lebih besar. 

Bertolak belakang dari banyak penelitian yang telah dilakukan para ahli di Amerika. Sebuah penelitian terhadap kemampuan Sains, Matematika dan Literasi, menunjukan hasil bahwa score anak perempuan lebih tinggi dari anak laki-laki, pada hal persepsi publik mengatakan anak laki-laki lebih kuat pada ilmu Sains dan Matematika. Prof. Stella mengambil contoh pendapat Larry Summers, saat itu sebagai Presiden Harvard University, bahwa laki-laki lebih baik daripada perempuan dalam hal matematika dan Sains karena adanya perbedaan biologikal dan kognitif yang merupakan bawaan sejak lahir. 

Hal ini disangkal oleh seorang Profesor wanita, Elizabeth Spelke yang melakukan eksperimen terhadap orang-orang yang sama selama 20 tahun. Intinya adalah tak ada anak yang terlahir memiliki bakat dalam bidang matematika maupun Sains, perbedaan biologis tak dapat dijadikan patokan. 

Peran sosial dan pendidikan orangtua memberi banyak pengaruh terhadap perkembangan dan kemampuan seorang anak. Perempuan dan laki-laki pada dasarnya tidak berbeda dalam kemampuan ruang, geometri, maupun kemampuan menghitung, ataupun navigasi. 

Persepsi yang salah disebabkan terbangunnya stereotip yang kuat dalam masyarakat. Hal ini perlu disikapi dengan peran sosial yang menyetarakan gender di dunia Pendidikan, Sains dan Tenologi. Caranya dengan menghapus mitos dengan fakta, membentuk lingkungan dan pengajaran yang mendukung kesetaraan , mengenalkan matematika dan sains sejak dini kepada anak-anak dalam cara yang sederhana. 

Apakah pendidikan orangtua memengaruhi tingkat kecerdasan anak-anaknya? Dalam pemahaman umum sering dikatakan bahwa anak-anak yang orangtuanya berpendidikan rendah tak mungkin memiliki kepandaian di bidang sains dan matematika.  Edukasi matematika atau hitung-hitungan kepada anak-anak dapat dilakukan secara sederhana sesuai kehidupan dan aktifitas dalam keluarga. Contoh ketika seorang anak perempuan membantu ibunya memasak, lalu sang ibu meminta anaknya untuk menambah satu sendok kecil garam agar makanan yang hambar menjadi lebih asin, makna yang ingin diberikan kepada anak adalah jika hanya 1 sendok kecil makanan hambar tetapi 2 sendok kecil menjadi lebih asin. Cara lain misalnya melihat meja tak sekedar sebuah meja tetapi meja yang memiliki empat sudut. (*/L02)

LaskarMaluku