VATIKAN, LaskarMaluku.com – Konklaf di Vatikan akhirnya memilih seorang keturunan Amerika dan biarawan Augustinian, Robert Francis Prevost sebagai Paus Leo XIV dan menjadi Paus ke-267 dalam sejarah gereja Katolik.

Dilansir CNBC, setelah melakukan pemungutan suara sejak kemarin, Rabu (7/5/2025) di Kapel Sistina, Konklaf pemilihan Paus baru, menggantikan Paus Fransiskus akhirnya sepakat dengan satu nama. Gereja Katolik sedunia resmi memiliki Paus baru.
Artinya, dalam waktu sekitar 26 jam (secara total proses Konklaf dimulai, sejak ditutupnya pintu Kapel Sistia pada hari Rabu (7/5/2025) sekitar pukul 21.30 WIB), Paus ke-267 terpilih.

Paus baru terpilih setelah setidaknya 4 kali pemungutan suara. Di mana, sebelumnya muncul 3 kali asap hitam, menandakan Konklaf belum memiliki nama untuk Paus baru.

Konfirmasi ini ditandai dengan munculnya asap putih dari cerobong asap di atas Kapel Sistina, disambut riuh umat yang hadir menunggu Konklaf di lapangan Basilika Santo Petrus, Vatikan. Diikuti lonceng berdentang di Basilika Santo Petrus.

Konfirmasi berikutnya, Paus baru dinyatakan resmi sudah ada setelah diumumkan dari Basilika Santo Petrus, dengan ucapan “Habemus Papam”, artinya “Kita Memiliki Paus”.

Prevost merupakan Paus pertama dari negara Peru, meski ia lahir di Amerika. Prevost lahir di Chicago pada tahun 1955 dan memiliki pengalaman luas di Peru dan dipercaya sebagai pemimpin komisi kepausan bagi Amerika Latin. Dari ayahnya ia mewarisi garis keturunan Italia dan Prancis, sementara dari ibunya ia memiliki garis keturunan Spanyol, 3 negara yang punya akar sejarah kekatolikan yang panjang.

INSPIRASI NAMA KEPAUSAN

Menarik, seorang bernama Fransiskus menggantikan Paus Fransiskus dan memilih nama kepausan sebagai Paus Leo XIV. Leo adalah salah satu nama kepausan yang populer dalam sejarah gereja, diambil dari nama Santo Leo Agung yang merupakan Paus Leo I dan memimpin gereja pada tahun 440 hingga 461.

Santo Leo Agung adalah pemimpin di era krisis menerpa Roma dan sosok penting di balik Konsili Kalsedon yang menetapkan dogma Kristologi. Pada masa Santo Leo Agung, ajaran Nestorianisme dan ajaran sesat lainnya menjadi ancaman. Selain itu ancaman agresi oleh Atila Raja Hun, penguasa kekaisaran terbesar di Eropa pada masanya yang turut mempengaruhi keruntuhan kekaisaran Romawi, turut membayangi. Meski pada akhirnya ini bisa diatasi dengan dialog di Sungai Mincius.

JEJAK REKAM

Paus Leo XIV yang memakai nama besar Santo Leo Agung sendiri adalah seorang lulusan sarjana Matematika dan doktor Hukum Kanonik. Ia seorang misionaris di Peru yang kemudian menjadi warga negara di sana dan diangkat sebagai uskup agung serta kardinal oleh Paus Fransiskus.

Sosoknya dikenal mendukung reformasi Paus Fransiskus, termasuk kebijakan mengenai peluang menerima komuni bagi umat Katolik yang selama ini terkendala halangan karena perceraian. Selama ini dalam praktiknya, banyak umat Katolik korban perceraian sipil, tidak diperkenankan menerima komuni di gereja. Di era Paus Fransiskus, kebijakan ini tampaknya dipandang justru sebagai beban yang menghantui umat yang telah jatuh dalam krisis perkawinan, sehingga pendekatan penuh welas asih coba direkonstruksi ulang.

Usia 70 tahun dengan stamina yang tampaknya lebih prima serta pengalaman memahami kompleksitas Amerika Latin yang kurang lebih mirip negara berkembang lainnya termasuk Indonesia, mudahan jadi suplemen penting. Terlebih dalam menyuarakan masalah ketimpangan sosial yang jadi salah satu isu global di banyak negara hari ini.

HARAPAN

Dalam pesan pertamanya sebagai Paus, ia menyerukan dialog sebagai jalan penting dalam keberagaman dan mengapresiasi kepemimpinan Paus Fransiskus, pendahulunya. Sebuah sinyal penting, akan kepemimpinannya yang sepertinya tidak akan jauh dari visi Paus Fransiskus sendiri. Sekaligus pesan mendalam bagi para pangeran gereja, para kardinal, yang datang dari berbagai wilayah gerejawi di seluruh bumi serta punya pandangan pribadi, agar bersatu membawa bahtera gereja yang besar dengan umat lebih dari 1 miliar.

Akhirnya, semoga Paus baru dalam kepemimpinannya melayani dengan bijaksana dan membawa gereja Katolik sebagai terang serta garam bagi dunia yang tidak sedang baik-baik saja. Sebagai pelayan yang mengabdikan diri bagi kemanusiaan dan keadilan yang hari-hari ini semakin banyak terlupakan. (*/L02)

Viva il Papa! Fiat Lux!