AMBON, LaskarMaluku.com – Dunia pendidikan Maluku kembali tercoreng oleh tindakan amoral oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memanfaatkan jabatan untuk memeras guru.

Menanggapi kasus pemerasan dan ancaman terhadap seorang guru SMA Pertiwi Ambon oleh oknum operator Dapodik Dinas Pendidikan Provinsi Maluku, Ode Abdurrachman, Aktivis Pendidikan dan Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Maluku, menyatakan sikap tegasnya.  

“Kami mengecam keras tindakan oknum ASN yang tidak hanya merusak martabat pendidikan tetapi juga melakukan pemerasan sistematis terhadap guru yang seharusnya dilindungi,” tegas Ode.

Menurutnya, ini bukan sekadar pelanggaran etik, melainkan kejahatan yang harus diproses hukum tanpa kompromi.

Kasus ini dinilai sangat ironis karena korban adalah peserta seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dengan nilai tertinggi kedua se-Maluku.  

Oknum ASN yakni Rocky Leka tersebut diduga memaksa guru mengembalikan dana insentif hibah Pemprov Maluku sebesar Rp 5,6 juta ke rekening pribadinya dengan ancaman pembatalan status PPPK dan kontrak kerja.

Usut Tuntas

Ode mendesak Kejaksaan Negeri Ambon dan Inspektorat Provinsi Maluku untuk segera mengusut tuntas kasus ini.

“Ini bukti adanya penyalahgunaan wewenang dan potensi mafia anggaran di sektor pendidikan. Kami minta proses hukum transparan dan sanksi maksimal bagi pelaku,” tegasnya. 

Lebih jauh, ia menyinggung perlunya pengawasan ketat terhadap distribusi dana pendidikan serta perlindungan bagi guru, terutama yang berstatus non-PNS.

“Pemerintah harus memastikan tidak ada lagi guru yang menjadi korban pemerasan hanya karena statusnya yang rentan,” tambahnya. 

Siap Dampingi Korban

Sebagai bentuk dukungan, IGI Maluku siap mendampingi korban secara hukum dan mendorong Pemprov Maluku untuk memulihkan hak-hak guru yang dirugikan. “Kami juga mendesak Dinas Pendidikan untuk mengevaluasi sistem pengelolaan dana dan SDM-nya agar kasus seperti ini tidak terulang,” pungkas Ode. 

Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil, untuk mengawal kasus ini hingga tuntas.

Sementara itu, Rocky Leka, pegawai dinas pendidikan dan kebudayaan provinsi Maluku mengaku, kasus ini sudah diselesaikannya dengan kepala bidang guru dan tenaga kependidikan (GTK) Yuspi Tuarita, M.Si.

Yusti saat ini, diberikan kewenangan untuk melaksanakan penugasan sementara kepala dinas pendidikan dan kebudayaan provinsi Maluku.

Kadis saat ini tengah disibukan di ibukota negara Republik Indonesia, sementara sekretaris dinas sementara mengikuti pendidikan.

“Nanti dengan pak kepala saja karena sudah diselesaikan, “kata Rocky Leka dengan santainya menjawab masalah yang tengah dihadapi kepada media ini ketika dikonfirmasi Kamis (12/6/25).

Yuspi Tuarita selaku Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan hendak dikonfirmasi tidak bersedia menjawab panggilan media ini. Ia terkesan menghindar.

Komisi IV DPRD Provinsi Maluku berjanji akan melakukan dengar pendapat dengan pihak dinas pendidikan dan kebudayaan dalam waktu dekat.

“Karena Plt Kepala Dinas sementara berada di luar  daerah jadi kita tunggu beliau pulang kita bakal meminta penjelasan mereka soal tindakan pemerasan terhadap tenaga pendidik di SMA Pertiwi tersebut, “Kata W D Kurnala kepada sejumlah awak media di ruang Komisi IV DPRD Provinsi Maluku Kamis.

Kepala Sekolah SMA Pertiwi Ambon, tidak bersedia memberikan keterangan terkait dengan peristiwa pemerasan tersebut.

“Masalah ini sudah diselesaikan baiknya langsung dengan pihak dinas, “singkat Kepsek SMA Pertiwi Ambon.

Walau begitu, sikap tidak terpuji yang dilakukan Rocky Leka, disinyalir sebagai upaya kolaborasi yang dimungkinkan melibatkan unsur pimpinan, maka wajar jika IGI mendesak aparat penegak hukum mengusut tindakan pemerasan ini.

Dugaan pemerasan tersebut santer di publik setelah Rocky Leka (RL) meminta transfer Rp 12 juta rupiah dari salah satu tenaga pendidik di SMA Pertiwi Ambon yang menerima insentif enam bulan pasca pemerintah daerah propinsi Maluku memberikan bantuan hibah kepada Yayasan Martha Christina Tiahahu.

Dana hibah itu diberikan setelah hampir enam bulan, honor mereka tertunggak akibat karena faktor lainnya. Padahal pengajar ini bersedia mendedikasikan dirinya  mencerdaskan anak bangsa di Maluku, kendati dalam kondisi kekurangan.

Tapi pemangku kepentingan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku malah menjadikan bantuan hibah ini sebagai peluang untuk mengambil dan memeras tenaga pendidik. Mental ini pula yang bisa menjadi salah satu indikator menurunnya mutu pendidikan di provinsi Maluku sebagai akibat dari salah manejemen. (L05).