AMBON,LaskarMaluku.com— Kekuatan adat dan persaudaraan masyarakat Jazirah kembali diteguhkan lewat Musyawarah Adat Hetu Jazirah bertema “Lawa Lete Mena Hetu Jazirah – Maju Berama Membangun Jazirah par Maluku pung Bae”, yang berlangsung di Hotel Santika Ambon, Minggu (23/11/25).
Pembukaan Musyawarah Adat Masyarakat Jazirah, dengan tema Lawa Lete Mena Hetu Jazirah – Maju Bersama Mambangun Jazirah Par Maluku Pung Bae.
Kegiatan diselenggarakan oleh Majelis Latupati Jazirah Leihitu, dengan penanggung jawab H. Ali Slamat, S.E., M.Si (Ketua) dan H. Hafes Mansyur Lausepa Sekretaris).
Musyawarah ini menjadi momentum penting bagi 22 negeri di Jazirah untuk menyatukan komitmen, memperkuat pelagandong, serta membangun lembaga adat yang solid untuk masa depan generasi Maluku.
Dalam sambutan Ketua Majelis Latupati Jazirah, Ali Slamat yang juga Raja Negeri Hitu Messing, menyampaikan bahwa musyawarah ini merupakan panggilan budaya dan spiritual bagi seluruh anak Jazirah untuk kembali dalam satu barisan.
“Hari ini adalah hari besar ketika Jazirah memanggil kembali anak-anaknya. Ketika suara leluhur mengetuk pintu hati kita untuk kembali bersatu sebagai satu semangat besar Hetu Jazirah,” ujar Ali.
Ia menegaskan bahwa leluhur tidak mewariskan kemewahan materi, tetapi adat pelagandong, persaudaraan, dan nilai gandong yang menjadi kekayaan tertinggi di Jazirah. Namun, perubahan zaman membuat sebagian nilai itu mulai bergeser sehingga membutuhkan penguatan ulang.
“Tiang-tiang adat ini mulai goyang. Ia hanya akan kembali kuat jika negerinya bersatu, dan negeri hanya akan maju jika raja-raja berjalan sesuai sejarah dan adat,” tegasnya.
Ali menyatakan bahwa ajang ini bukan tempat berkumpul pribadi, tetapi forum resmi penjaga negeri, penjaga adat, dan pewaris amanah leluhur. Karena itu, semua keputusan selama musyawarah harus berlandaskan satu hati untuk memulihkan kembali tali gandong dan pela.
“Kalau tali gandong putus negeri hilang arah. Kalau pela retak manusia hilang harga. Hari ini kita perbaiki tali itu dan tegakkan kembali wibawa adat Jazirah di hadapan anak negeri dan dunia luar,” katanya.
Salah satu keputusan penting yang dihasilkan adalah pembentukan Organisasi Adat Jazirah, wadah adat resmi yang menjadi rumah besar bagi 22 negeri di wilayah Jazirah.
Organisasi ini disepakati sebagai:
Tempat generasi muda belajar adat
Rumah harga diri dan pelestarian budaya,Penjaga hak ulayat dan laut adat,Ruang memperkuat identitas masyarakat JazirahAlat perjuangan untuk mengangkat martabat anak negeri
Ali menegaskan bahwa langkah ini merupakan jalan panjang untuk menjaga masa depan.
IIni bukan sekadar organisasi. Ini adalah jalan untuk menyelamatkan masa depan Jazirah,” ujarnya.
Ia juga menyerukan agar masyarakat berhenti berjalan sendiri-sendiri. Perbedaan yang dulu menjadi sekat harus diakhiri. Jazirah harus melangkah dalam satu tubuh, satu sejarah, satu masa depan.
Sementara itu, Dir Binmas Polda Maluku Kombes Pol Hujrah Soumena, yang juga Upu Pasalo’ok Hetu Jazirah, mengingatkan pentingnya etika organisasi dan persatuan dalam menjalankan wadah adat yang baru dibentuk.
Sebagian besar dari kita sudah terlibat sejak awal gerakan ini. Karena itu saya tegaskan: jangan ada yang mengambil langkah atau mengatasnamakan organisasi tanpa keputusan bersama,” tegas Soumena.
Ia juga mengingatkan agar siapa pun yang terpilih menjadi ketua tidak mengutamakan kepentingan pribadi.
“Kita hadir bukan untuk mencari keuntungan, tetapi untuk berkontribusi bagi masyarakat dan mendukung pembangunan daerah,” ucapnya.
Dalam musyawarah tersebut, Soumena memaparkan sejumlah langkah strategis yang telah disepakati, yaitu:
- Konsolidasi ke 22 negeri untuk membangun legitimasi organisasi adat.
- Penghapusan sekat agama — Islam dan Kristen berjalan bersama dalam satu rumah adat.
- Program sosial awal, yakni pelaksanaan pasar murah pada hari Rabu.
- Keterlibatan ormas Islam dalam pengamanan Natal, simbol kerukunan dan stabilitas Maluku.
- Penguatan silaturahmi internal, agar seluruh anggota mengenal satu sama lain dan dapat bekerja dengan solid.
- Penyelesaian persoalan internal adat, termasuk potong satu, matahari, dan mataram, dengan prinsip keadilan.
- Penguatan jaringan mahasiswa dan ASN sebagai basis sinergi perjuangan adat.
Soumena menegaskan bahwa gerakan ini bukan kepentingan politik, tetapi panggilan bersama untuk menjaga Maluku tetap aman, rukun, dan berkembang.
Pada bagian akhir musyawarah, para pemimpin adat kembali menekankan pentingnya menanamkan nilai adat dan persaudaraan kepada generasi muda. Mereka harus memahami bahwa mereka adalah pewaris sah, pemilik tanah ulayat, dan penjaga peradaban Jazirah.
Tanamkan pada generasi muda bahwa mereka anak negeri yang besar, bukan penonton di tanah sendiri,” seru Ali Slamat.
Musyawarah kemudian ditutup dengan peneguhan semboyan adat yang menjadi spirit perjuangan masyarakat Jazirah:
“Lawa Lete Hetu Jazirah — Membangun Jazirah dalam Semangat Persatuan Anak Negeri.(L06)
