AMBON, LaskarMaluku.com – Untuk meningkatkan mutu pendidikan pada sebuah lembaga, lembaga dimaksud harus fokus pada peningkatan kompetensi guru, penerapan teknologi dan metode pembelajaran inovatif, penyediaan fasilitas yang memadai, keterlibatan orang tua dan masyarakat, serta pemanfaatan data evaluasi untuk perbaikan berkelanjutan. Selain itu, perlu juga pengembangan kurikulum yang relevan, penciptaan lingkungan belajar yang positif, dan pemberdayaan siswa dalam proses pembelajaran.
Proses tersebut, semestinya melibatkan guru kompeten pada bidangnya, bukan menempatkan orang berdasarkan keluarga dan atau kerabat terdekat. Apalagi orang yang ditempatkan adalah pegawai honorer, sementara dewan guru yang memiliki kapasitas dan kapabilitas, tidak dipakai. Kondisi ini yang diterapkan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 42 Malteng yang terdapat di Kota Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, provinsi Maluku.
Penempatan guru honorer pada pengelolaan administrasi dana BOS dan Dana Program Indonesia Pintar (PIP) di sekolah tersebut, telah menciptakan kesenjangan di kalangan para guru. Kondisi ini tentu berdampak pada proses belajar mengajar. Dan yang menjadi korban adalah para anak didik.
Polemik di lingkungan SMA Negeri 42 Maluku Tengah (Malteng) tersebut, mencuat lantaran indikasi penyalahgunaan kewenangan pada pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Kini muncul fakta terbaru yang menyoroti pengangkatan guru SMP Negeri 16 Maluku Tengah sebagai pengelola Dana Program Indonesia Pintar (PIP) di sekolah tersebut.
Fakta ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik pengelolaan keuangan yang tidak sesuai prosedur dan berpotensi melanggar aturan administrasi pendidikan.
Informasi yang diperoleh media ini dari sumber internal terpercaya menyebutkan bahwa Kepala SMA Negeri 42 Maluku Tengah, Yantje Loupatty, mengangkat dan atau menempatkan Yohanes Latupeirissa, menjadi tenaga honorer di SMA Negeri 42 sekaligus menjabat sebagai Wakasek Humas, Wali kelas dan penanggung jawab Dana PIP siswa.
Sumber Anonim yang dipercaya ini juga mengungkapkan kalau Yohanis Latupeirissa dipercayakan Kepsek menangani dana PIP selama sembilan tahun terakhir yakni: dari tahun 2016 – 2025 ini.
Tugas dan kepercayaan yang diamanatkan Kepala Sekolah ke Yohanis Latupeirissa yakni memotong dana PIP persiswa Rp 75.000 (tujuh puluh lima ribu rupiah).
Padahal, berdasarkan regulasi yang berlaku, penunjukan tenaga honorer lintas jenjang sekolah negeri tidak dapat dilakukan tanpa surat keputusan resmi dari Dinas Pendidikan Provinsi Maluku.
Selain itu, pengelolaan Dana PIP termasuk dalam kategori bantuan langsung pemerintah pusat kepada siswa, sehingga hanya dapat ditangani oleh pejabat atau guru di bawah kewenangan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Keputusan ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak di lingkungan sekolah. Banyak guru dan orang tua siswa merasa resah karena pengelolaan Dana PIP yang dilakukan oleh Yohanes Latupeirissa disertai dengan pemotongan dana bantuan siswa.
“Setiap siswa seharusnya menerima dana PIP secara utuh, tanpa ada potongan sedikit pun. Tapi kenyataannya, ada laporan dari orang tua bahwa bantuan dipotong oleh pihak sekolah melalui penanggung jawab PIP,” ujar sumber internal sekolah yang enggan disebutkan namanya.
Berdasarkan data resmi, besaran dana PIP untuk siswa SMA/SMK tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp1.800.000 per tahun untuk siswa kelas X dan XI, serta Rp900.000 untuk siswa kelas XII. Dana ini diberikan untuk meringankan beban biaya pendidikan siswa dari keluarga kurang mampu dan wajib diterima secara utuh tanpa pemotongan.
Namun, sumber BM31News.com mengungkap bahwa praktik berbeda terjadi di lapangan. Dalam beberapa kasus, pemotongan dana dilakukan oleh penanggungjawab PIP.
“Siswa hanya menerima sebagian dari dana yang seharusnya mereka terima,” kata sumber tersebut.
Selain penunjukan guru lintas jenjang, temuan lain menunjukkan adanya dugaan praktik nepotisme dalam struktur pengelolaan keuangan SMA Negeri 42 Malteng. Berdasarkan informasi yang dihimpun, bendahara Komite sekolah ternyata adalah guru ASN dari SMA Negeri 7 Maluku Tengah yang juga mengajar sebagai tenaga honor di SMA Negeri 42. Guru tersebut disebut merupakan adik kandung Kepala Sekolah Yantje Loupatty.
“Jabatan bendahara dan beberapa posisi penting dipegang oleh orang-orang dekat kepala sekolah. Padahal di dalam sekolah ada ASN yang lebih layak dan berkompeten, tapi tidak diberi tanggung jawab apa-apa,” tambah sumber yang sama.
Meningkatnya temuan dugaan pelanggaran administrasi dan etika ini memicu desakan dari masyarakat agar Dinas Pendidikan Provinsi Maluku dan Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan. Langkah hukum dinilai penting agar praktik pengangkatan tidak sah dan dugaan penyalahgunaan dana dapat diusut secara tuntas.
“Kalau seorang guru SMP bisa jadi pengelola dana PIP di SMA, itu sudah menyalahi aturan struktural. Ini bukan sekadar masalah internal, tapi soal tata kelola keuangan publik,” kata Samuel Patra Ritiauw, Pemerhati Pendidikan Maluku yang juga akademisi Universitas Pattimura.
Selain itu, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Ambon di Saparua Asmin Hamja menegaskan bahwa tim penyelidik telah mengantongi sejumlah data awal terkait praktik pengelolaan dana di sekolah tersebut.
“Prosesnya sudah berjalan, dan kami sudah mintai keterangan beberapa pihak. Semua akan kami tindaklanjuti sesuai prosedur hukum yang berlaku,” kata Kacabjari Saparua, Asmin Hamja dikutip dari delikmaluku29news.com
Kasus di SMA Negeri 42 Maluku Tengah kini menjadi cerminan serius lemahnya pengawasan internal sekolah dan Dinas Pendidikan terhadap tata kelola dana bantuan pemerintah. Pengangkatan guru lintas jenjang tanpa dasar hukum serta dugaan pemotongan dana PIP menandakan bahwa mekanisme transparansi dan akuntabilitas keuangan pendidikan belum berjalan optimal.
Jika dibiarkan, praktik semacam ini tidak hanya merugikan siswa penerima bantuan, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan negeri. Pemerintah daerah diharapkan segera memperkuat sistem audit keuangan pendidikan agar kasus serupa tidak kembali terjadi di masa mendatang.
Sementara itu, Kacabjari Saparua, Asmin Hamja belum berikan tanggapan apapun saat dihubungi LaskarMaluku.com Selasa (7/10/25) pagi.
Kendati demikian, suatu hal yang mesti diingat oleh penanggung jawab SMA Negeri 42 Malteng adalah pentingnya menciptakan suasana sekolah yang positif, aman, dan mendukung perkembangan siswa secara holistik, baik secara fisik, mental, maupun emosional, bukan menyalagunakan kewenangan untuk menyunat dana BOS dan lain sebagainya.
“Bahwa Pendidikan adalah investasi untuk masa depan, senjata untuk mengubah dunia dan kunci untuk membuka pintu kesempatan, bukan menamburkan bibit kebencian. “Pendidikan adalah Senjata Paling Ampuh Untuk Mengubah Dunia” kata Nelson Mandela. (L05).