AMBON LaskarMaluku.com – Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) didesak untuk mencabut Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan No 239 Tahun 2020 dan Surat Edaran Kementerian Kelautan dan Perikanan No 483.
Kedua surat edaran tersebut, dinilai telah merugikan daerah penghasil ikan, utamanya pada Sona 718 di Laut Arafura.
Daerah Penangkapan Ikan 718 (Fishing ground) merupakan daerah / area dimana populasi dari suatu organisme dapat dimanfaatkan sebagai penghasil perikanan, yang bahkan apabila memungkinkan “diburu” oleh para Fishing Master yang bekerja di kapal-kapal penangkap ikan skala industri dengan menggunakan peralatan penangkapan ikan dan teknologi yang dimilikinya semakin cangggih.
Kendati begitu, dengan adanya dua surat edaran dari Kementerian Kelautan dan Perikanan itu justru merugikan provinsi Maluku khususnya wilayah Fishing ground 718 di Laur Arafura Aru, Kabupaten Kepulauan Aru.
Ketua DPRD Provinsi Maluku, Benhur George Watubun ST menegaskan, dampak dari Undang-undang di bidang Perikanan sangat merugikan daerah, ditengah pemerintah pusat kembali memberlakukan efesiensi anggaran.
Menurut Ketua DPRD Maluku, kunjungan kehormatan dari 25 anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Aru, bertatap muka dengan pimpinan DPRD dan Pimpinan Fraksi terkait dengan Afirmasi kebijakan pemerintah pusat termasuk pemerintah daerah untuk menuntaskan kemiskinan ekstrim yang dialami masyarakat kabupaten Kepulauan Aru.
“Afirmasi kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk bisa menuntaskan kemiskinan disana sebagai salah satu daerah yang juga terdampak ukuran kemiskinan yang cukup ekstrim,.mereka minta perhatian perhatian pemerintah pusat dan dan daerah teristimewa dibidang perikanan kebijakan soal tambatan labuh, soal dana bagi hasil (DBH) soal penangkapan terukur, yang sangat merugikan Kabupaten Kepulauan Aru, dimana kita ketahui bersama kalau WP 718 itu termasuk daerah penangkapan ikan yang sangat banyak, tetapi kontribusi yang didapat sangat kecil kerena kebijakan KKP soal dua surat edaran tersebut, “Urai Benhur George, kepada awak media, usia dirinya memimpin pertemuan Ketua-ketua fraksi di DPRD provinsi Maluku, bertatap muka dengan 18 anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Aru yang dilangsungkan di ruang rapat paripurna, lantai dua DPRD Maluku Karang Panjang Ambon, Senin (26/5/25) sore.
Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan soal kebijakan penangkapan terukur itu, oleh seluruh fraksi di DPRD Maluku termasuk fraksi Gerindra menolak dengan tegas Surat Edaran Menteri KKP dan keputusan Menteri tentang Penangkapan terukur
“Kita tolak kebijakan Menteri itu dan DPRD provinsi juga setuju dengan DPRD kabupaten Kepulauan Aru untuk menolak Surat Edaran Menteri KKP dan kita tolak relaksasi keputusan Menteri tentang Penangkapan terukur dan kita akan menyampaikan resmi kepada pemerintah pusat. Ini sesuatu yang tidak baik, yang tidak bermanfaat karena formula perhitungan DAU sebagai daratan menggunakan basis daratan, di lautan ini kita sangat dirugikan padahal hasil laut di daerah ini cukup tinggi teristimewa di kabupaten Kepulauan Aru, ” tegas BGW Ketua DPRD Maluku yang juga wakil Ketua Forum DPRD provinsi se-Indonesia ini.
Sementara itu Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Aru, ibu Venny Silvana Loy, mengemukakan kalau pertemuan pihaknya dengan DPRD provinsi Maluku terkait dengan masalah perikanan karna pendapatan terbesar adalah dari sektor perikanan namun belakangan inkam Pendapatan dari sektor ini menurun paska pemerintah mengeluarkan kebijakan yang sangat merugikan kami masyarakat Aru.
“Kami setengah mati, dulu pendapatan sektor perikanan sangat besar hampir mencapai puluhan milyar berkisar 40 milyar keatas tapi beberapa tahun belakangan ini, pendapatan dari sektor perikanan menurun drastis kita mau capai 1 milyar saja itu agak sulit, “ungkap Ibu Venny Silvana Loy, Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Aru,
Dia menuturkan wilayah penangkapan ikan di area 718 dari dana bagi hasil misalnya, Kabupeten Kepulauan Aru dari bulan Januari hingga Mei, belum mencukupi 300 juta rupiah, padahal ikan yang ditangkap disana cukup besar tapi apa yang kita rasakan, ini sangat merugikan kita.
Untuk itu, kehadiran kami 25 anggota DPRD kabupaten Kepulauan Aru bertemu ketua DPRD dan Ketua – ketua lintas fraksi meminta dukungan guna menolak kebijakan pemerintah pusat terkait Surat Edaran Menteri KKP soal penangkapan terukur dicabut.
“Kita ambil langkah bertemu DPRD provinsi agar semua pimpinan DPRD Kabupaten kota di Maluku, berjuang di Jakarta menolak Surat edaran menteri KKP tersebut. Bahwa ini perjuangan bersama untuk masyarakat Maluku, “sergah ibu Venny.
Terungkap dalam pertemuan bersama itu, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Maluku, Irawadi mengatakan, semenjak pihak duduk di Komisi II DPRD Provinsi Maluku aspirasi serupa telah disampaikan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Pada tanggal 15 Januari 2025 kamarin, kami sampaikan aspirasi ke pemerintah pusat, terkait dengan surat edaran menteri no tahun 2020 tentang penangkapan terukur ini,
Kemudian surat edaran ini, perubahan dari surat edaran Menteri Kelautan dan Perikanan no 239 tahun 2020 latar belakang surat Menteri Kelautan dan Perikanan ini mengacu pada covid 19 waktu itu untuk menghindari kontak fisik antar pelaku perikanan saat itu maka keluarlah surat edaran dimaksud.
Surat Edaran Menteri KKP no 483 sebagai perubahan dari Surat Menteri KKP No 239 ini tahun 2020,
Jadi proses saling muat ini tidak dilaksanakan di pelabuhan perikanan tapi dilakukan ditengah laut, jangan hasilnya samasekali kita daerah tidak tau, muatannya dialihkan kemana kita tidak tau, jadi kalau alih mutannya ke daratan maka sumber pendapatan kita bisa jelas, termasuk tambak labuhnya, jasa air tawar, pengisian BBMnya, termasuk retribusi dan lain-lain, tapi fakta yang kita terima daerah dirugikan, “ungkap Ketua Komisi II DPRD Maluku, Irawadi yang juga menjabat sebagai ketua Fraksi Nasdem.
Dia mengakui, Surat edaran Menteri No 483 tahun 2020 itu terbit pada tanggal 21 September 2020 dan berlaku sampai 21 Januari 2021, tapi kemudian hadirnya UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah. Ikut mempengaruhi penerimaan daerah.
“Jadi surat edaran Menteri KKP itu oleh pemerintah pusat dan daerah dimana provinsi dan kabupaten kota dilarang melakukan pungutan terhadap hasil perikanan, jadi Maluku kalau ijin pertahun dapat 200 sekian milyar rupiah, tapi faktanya kita dirugikan, ” kila Irawadi” Seraya menekankan kalau dalam pertemuan para gubernur seluruh Indonesia belum lama ini masi terus mempersoalkan masalah tersebut.
“Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa dalam pertemuan dengan para gubernur seluruh Indonesia belum lama ini di Jakarta menyampaikan keprihatinannya soal regulasi perikanan tersebut yang dianggap merugikan provinsi penghasil perikanan terbesar di Indonesia, “jelas Irawadi.
Untuk diketahui Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 mengatur tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). UU ini mengatur mengenai pemberian sumber penerimaan daerah, pengelolaan Transfer ke Daerah (TKD), pengelolaan belanja daerah, pemberian kewenangan untuk melakukan pembiayaan daerah, dan hal-hal lain yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah. (L05)