AMBON, LaskarMaluku.com – Pengambilan bahan baku batu marmer di Desa Hulung, Kecamatan Taniwel, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Provinsi Maluku, mulai dilakukan.
Menyikapi hal ini, Anggota Komisi II DPRD Provinsi Maluku, Al’Hidayat Wajo, menegaskan pentingnya pemerintah daerah dan investor tidak melewatkan kesempatan untuk melakukan hilirisasi industri di Maluku.
Menurut politisi PDI Perjuangan itu, pengolahan batu marmer tidak boleh berhenti pada tahap bahan mentah. Minimal, katanya, batu marmer harus diproses menjadi barang setengah jadi sebelum keluar dari Maluku.
Kalau kita bicara hilirisasi, maka pengolahan bahan baku seperti batu marmer ini harus dilakukan di sini. Jangan sampai bahan bakunya diambil dari Maluku, lalu pabrik pengolahannya justru di Surabaya.
Pada akhirnya, tenaga kerja yang terserap bukan dari Maluku, disitulah kita yang rugi, ujarnya kepada Tribun Maluku.Com di Ambon, Selasa (3/6/2025).
Wajo menegaskan bahwa hilirisasi bukan hanya wacana nasional, tapi harus diwujudkan nyata di daerah. Ia menyinggung rencana besar seperti pengembangan Blok Masela yang juga harus menyertakan kepentingan lokal, termasuk dalam tenaga kerja dan dampak ekonominya.
Ia menambahkan bahwa pembangunan pabrik pengolahan marmer langsung di SBB akan memberikan manfaat besar, khususnya dalam hal penyerapan tenaga kerja lokal.
“Kalau pabriknya dibangun di SBB, otomatis penyerapan tenaga kerja dari daerah sekitar akan meningkat signifikan. Ini juga akan mengurangi angka pengangguran,” katanya.
Wajo juga menyebutkan bahwa selama ini pekerja yang dilibatkan dalam pengambilan marmer mayoritas laki-laki. Namun, bila proses industri dilakukan di lokasi, maka perempuan juga punya kesempatan yang sama.
“Jangan sampai kita hanya jadi penonton di tanah sendiri. Ini saatnya kita pastikan bahwa sumber daya yang kita miliki bisa memberi manfaat langsung bagi masyarakat Maluku,” tegasnya.
Maluku memiliki potensi batu marmer berkualitas tinggi yang belum tergarap maksimal. Sejumlah survei geologi mengungkap bahwa kawasan Seram bagian barat menyimpan cadangan marmer dalam jumlah besar dan dengan kualitas yang bisa bersaing secara nasional.
Namun, tanpa fasilitas pengolahan lokal, nilai tambah komoditas ini akan tetap dinikmati oleh daerah lain.
Wajo pun mendesak pemerintah daerah agar jeli melihat peluang ini dan menjalin komunikasi serius dengan investor.
“Pemerintah daerah harus aktif. Jangan pasif menunggu. Harus ada langkah konkret bicara dengan investor agar pabriknya dibangun di sini, bukan di luar daerah. Kalau semua dikerjakan di luar, lalu apa yang kita dapat?” ujarnya. (L05)