AMBON, LaskarMaluku.com – Ketua DPRD Maluku menegaskan bahwa eksplorasi tambang oleh PT Batulicin di Kabupaten Maluku Tenggara harus dihentikan apabila terbukti menyalahi aturan perundang-undangan.
Penegasan ini disampaikan dalam rapat internal legislatif setelah DPRD menerima laporan dari masyarakat dan media mengenai aktivitas tambang yang dinilai janggal.
Ketua DPRD, Benhur Watubun, mengingatkan bahwa seluruh entitas usaha di Republik Indonesia wajib patuh terhadap hukum yang berlaku.
“Kita ini tidak hidup di hutan alam belantara. Kita hidup di negara kesatuan Republik Indonesia yang taat pada Pancasila, UUD 1945, dan seluruh aturan yang terkait, di bidang pertambangan, lingkungan, dan pemerintahan, semua harus dijalankan,” kata Benhur setelah menyikapi beroperasinya perusahaan PT Batulicin di Ohoi Nerong Kei Besar, yang selama delapan bulan terakhir, belum memiliki ijin Amdal dan sebagainya tetapi sudah beroperasi melaksanakan eksploitasi.
Menurutnya, kegiatan eksplorasi PT Batulicin Kabupeten Maluku Tenggara (Malra) khususnya di Ohoi Nerong, Kecamatan Kei Besar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara.
Ini baru berada pada tahap awal, namun sudah terdapat aktivitas pengambilan material tambang dan pengiriman ke luar daerah tanpa transparansi kepada publik.
“Masa baru eksplorasi sudah ambil batu dan pasir, lalu bawa ke Merauke? Ini harus diklarifikasi. Dulu Blok Masela saja butuh sepuluh tahun dari eksplorasi sampai hasil diumumkan,” ungkapnya.
DPRD pun menilai ada kelemahan dalam pengawasan oleh pemerintah kabupaten maupun dinas teknis di tingkat provinsi. Apalagi, ijin eksplorasi baru diterbitkan, namun pelaksanaan lapangannya terkesan telah masuk tahap eksploitasi.
“Problemnya bukan di perusahaan, tapi apakah pemerintah melaksanakan UU atau tidak. Kalau tidak, maka itu pelanggaran, dan harus dihentikan,” kata Benhur.
Sebagai bentuk langkah resmi, DPRD akan segera menggelar rapat dengar pendapat dengan menghadirkan Dinas ESDM, Bupati Malra, dan pihak PT Batulicin. Tidak hanya itu, DPRD juga membuka opsi mengundang Pangdam XV Pattimura bila ditemukan indikasi keterlibatan oknum TNI dalam ikut membackup kegiatan eksplorasi dan eksploitasi Perusahaan PT Batulicin milik Haji Izam di Ohoi Nerong Kei Besar.
“Semua akan kita undang. Pangdam juga akan kami undang untuk memberi penjelasan, sebab banyak pihak ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi di lapangan,” janjinya.
Rencana pemanggilan ini akan dilakukan setelah uji publik selesai dilaksanakan minggu depan. DPRD ingin memastikan semua keputusan diambil berdasarkan data, bukan spekulasi.
“Rencana mengundang mereka selesai uji publik, mungkin minggu depan. Kita harus transparan dan akuntabel dalam setiap langkah,” tegas Benhur, kepada awak media, usai dirinya melaksanakan rapat dengar pendapat dengan kelompok aksi Solidaritas Masyarakat Maluku, yang menggelar aksi unjuk rasa di Pelataran Gedung DPRD dan dilanjutkan RDP dengan anggota DPRD Provinsi Maluku, di ruang Rapat Paripurna lantai dua, kantor DPRD Maluku di Karang Panjang Ambon, Senin (16/6/2025)
Masyarakat sipil dan LSM lingkungan di Maluku Tenggara pun mulai mendesak evaluasi mendalam terhadap aktivitas pertambangan ini, guna memastikan tidak ada pelanggaran yang berdampak buruk bagi ekosistem dan hak masyarakat adat.
Dampak dari eksplorasi di pulau kecil bisa mengakibatkan tenggelamnya pulau yang menjadi lokasi penambangan tersebut.
Kendati belum melalui rapat paripurna DPRD Provinsi Maluku, Fraksi PDIP secara tegas menolak segala bentuk eksploitasi dari perusahaan PT Batulicin.
“Kami sepakat menolak dengan tegas kehadiran tambang-tambang di pulau Kei. Ini tentunya disemangati UU nomor 1 tahun 2014 tentang perlindungan pulau-pulau kecil, “kata Andre Taborat, seraya mengkhawatirkan bakal terjadi dampak buruk yang ditinggalkan bagi masyarakat adat setempat.
“Kita mengkhawatirkan di tanah Evav bisa tenggelam nanti, maka keputusannya dengan tegas PDIP menolak kehadiran PT Batulicin,” cetus Taborat.
Penolakan serupa juga datang dari anggota DPRD provinsi Maluku dari Partai Persatuan Pembangunan PPP, Rofik Afifuddin.
Akbar Afifuddin mengemukakan kalau aktivitas tambang dijalankan tanpa ijin resmi dan tanpa dokumen AMDAL, yang menjadi syarat mutlak setiap operasi pertambangan.
“Bagi kami ini bukan sekadar pelanggaran administratif, ini adalah bentuk pencurian hak rakyat. Ini lebih pemalak pencuri,” kata anggota Komisi III DPRD Maluku, Rofik Afifudin.
Ia menegaskan bahwa aktivitas tambang berlangsung saat Sadali Ie menjabat sebagai Pj Gubernur dan Jasmono sebagai Pj Bupati Maluku Tenggara, sehingga keduanya harus bertanggung jawab atas kelalaian pengawasan.
“Sadali dan Jasmono harus menjelaskan siapa yang memberikan ijin operasi tanpa prosedur. Karena saat itulah tambang ini mulai beroperasi.” tegas Rofik yang adalah wakil rakyat dari dapil Kota Ambon dari Partai Persatuan Pembangunan yang adalah partai pendukung Pemerintahan Gubernur Hendrik Lewerissa dan Abdulah Vanath.
Desakan serupa juga datang dari Komisi II DPRD Maluku, melalui anggota fraksi PDIP, Alhidayat Wadjo. Ia mengacu pada ketentuan hukum nasional yang melarang pertambangan di pulau kecil.
“Berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2007 pasal 35, tambang di pulau kecil dilarang karena mengancam ekosistem, budaya lokal, dan ruang hidup masyarakat adat,” kata Alhidayat Wajo, wakil rakyat dari dapil Maluku Tengah ini.
Ia menegaskan, Fraksinya nyatakan sikap menolak keberadaan PT Batulicin dan akan mendorong lembaga DPRD untuk menyurati pemerintah daerah agar segera mencabut izin operasional.
“Kami juga meminta secara resmi agar operasional PT Batulicin di Kei Besar dihentikan sementara waktu,” cetusnya.
Masuknya investor tambang ke pulau-pulau kecil di Maluku kembali menuai kritik karena dianggap menabrak prinsip keadilan ekologis. Penambangan tanpa ijin di pulau-pulau seperti Kei Besar dinilai berpotensi merusak lingkungan yang rentan dan berdampak pada mata pencaharian masyarakat lokal.
DPRD menilai, ketidakjelasan status ijin dan lemahnya pengawasan menunjukkan kegagalan fungsi pemerintah daerah pada masa transisi kepemimpinan sebelumnya.
Aktivis dan masyarakat adat pun mendukung sikap tegas DPRD. Mereka menuntut penghentian total kegiatan tambang dan investigasi atas oknum yang terlibat dalam pemberian ijin ilegal.
Dalam waktu dekat, DPRD akan mengeluarkan rekomendasi resmi kepada Gubernur Maluku agar mengambil langkah tegas menghentikan seluruh kegiatan tambang Batulicin di Kei Besar. Karena disinyalir beroperasi perusaan PT Batulicin disana tidak terlepas dari orkestrasi kepentingan pihak tertentu untuk meraup keuntungan dari bahan galian yang diambil dari alam masyarakat adat Kei Besar. (Andi Sagat)