AMBON, LaskarMaluku.com – Ketua Fraksi Gerindra DPRD Maluku, Jhon Laipeny mendesak Gubernur Maluku agar pihak inspektorat melakukan proses audit dilakukan secara objektif dan terbuka berkaitan dengan proyek rehabilitasi rumah dinas Gubernur Maluku di kawasan Mangga Dua dan pembangunan gedung E RSUD Haulussy pembayaran utang BPJS kesehatan sebesar Rp 19 miliar.

“Ini harus dilakukan secara transparan demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan anggaran daerah,”kata laipeni kepada pers, kamis (22/5/2025) lalu.

Menurut Laipeni, jika pihak inspektorat tidak transparan maka sebaiknya Gubernur memberkan rekomendasi kepada pihak lain atau lembaga audit independen untuk mengaudit penggunaan anggaran dalam kaitan dengan proyek rehabilitasi rumah jabatan gubernur Maluku, pembangunan gedung RSUD Haulussy dan utang BPJS senilai Rp 19 miliar.

“Langkah ini perlu dilakukan Gubernur, karena Inspektorat terkesan lamban dalam mengaudit penggunaan seluruh keuangan dari tiga masalah tersebut. Inspektorat harus transparan dan berani mengambil langkah proses hukum jika hasil audit terhadap proyek rehab Rumah jabatan Gubernur tidak dapat dipertanggungjawabkan,” tegas politisi Partai Gerindra ini.

Dikatakan, selain proyek Rumah jabatan Gubernur di kawasan Mangga dua Ambon juga terdapat dugaan kasus korupsi pada pembangunan gedung E RSUD Haulussy Ambon serta utang BPJS senilai Rp19 miliar

“Siapapun yang terlibat wajib direkomendasikan kepada aparat penegak hukum (APH) untuk proses hukum jika temuan yang tengah diaudit tak mampu dipertanggungjawabkan,” tegasnya

Dia menyatakan, rekomendasi untuk proses hukum mereka yang terlibat makan uang negara adalah langkah tepat.

Sebab proyek rehabilitasi rumah jabatan Gubernur, Utang BPJS dan proyek pembangunan Gedung E RSUD dr Haulussy menelan aggaran yang sangat menguras kas daerah.

“Penting untuk diingat bahwa penggunaan uang negara yang tidak tepat dapat memiliki konsekuensi hukum dan administratif yang serius. Oleh karena itu, Inspektorat penting untuk menangani masalah ini dengan serius dan transparan,” tegasnya.

Menurut Ketua Fraksi Gerindra ini, sampai memasuki lima bulan terakhir pak gubernur Hendrik Lewerissa belum juga menempati rumah dinas.
Kesalahan pengelolaan anggaran pada tiga kasus ini, yang paling mencolok adalah proyek rehabilitasi rumah jabatan Gubernur .

“Kita Fraksi sangat sayangkan, sampai hari ini Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa yang sudah empat bulan menjabat namun belum bisa menempati rumah jabatan tersebut, “Ujar Johan Laipenny.

Soroti Kasus Dok Wayame

Laipenny juga menyoroti Aparat Penegakan Hukum (APH) soal penanganan kasus Dok Wayame. Dia mendesak Penyelidikan mendalam kepada mereka yang terlibat dalam kasus jumbo ini. Dan kepada pihak-pihak yang terlibat agar diseret ke meja hijau. Dia juga memberikan peringatan keras agar APH jangan sampai masuk angin.

“Saya minta kepada aparat penegak hukum (APH) yang sementara menangani kasus Dok Wayame ini, harus dituntaskan, yang salah harus diseret ke pengadilan, jadi saya ingatkan kembali untuk kesempatan ini tidak boleh lagi jaman masuk angin apalagi aparat kejaksaan telah dibackup oleh TNI, makanya saya mau sampaikan pada kesempatan ini setelah mereka nanti ditugaskan, aparat keamanan TNI ditugaskan untuk membackup kenyamanan kejaksaan’ kasus-kasus besar, kasus lama yang lagi didiamkan itu yang punya bukti kuat harus dibuka kembali jangan maju mundur (jangan takut red), “jelas Johan Laipenny tegaskan.

Aparat penegak hukum (APH) kejaksaan sejauh ini telah menyita sejumlah barang bukti dari para tersangka dengan nilai uang mencapai 1 milyar lebih, tas mewah dan barang berharga lainnya.

Artinya dengan adanya bukti-bukti tersebut, semakin memberikan terang bahwa kasus ini telah mengarah kepada para pelaku untuk diseret ke meja hijau.

Sebagai ketua Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Maluku, pihaknya Ingin memastikan bahwa perkembangan penyelidik dan penyidikan kasus Dok Wayame ini seperti apa. Tetapi yang pasti, Fraksi Gerindra tetap mengawalnya, seraya mencermati perkembangan kasusnya tetapi kita juga memberikan kelonggaran kepada aparat penegak hukum untuk mengorek keterangan dari para saksi-saksi, kendati sudah ada bukti yang mengarah kepada para tersangka lainnya

“Kita berikan kesempatan kepada APH untuk menelusuri kasus ini, jadi kalau memang sudah sampai dan kita akan melihat bahwa sudah ada penetapan tersangka itu harus dituntaskan tidak boleh lagi dipetieskan. Jadi intinya kalau alat buktinya sudah kuat dan saksi-saksinya sudah ada harus ada yang tersangka kalau memang buktinya belum kuat ya’ terus diperdalam lagi, “ingat Laipenny.

Kerugian sementara, dengan nilai Rp 3’3 M lebih menandakan bahwa kasus ini semakin terang benderang. Namun dengan satu catatan APH diberi kesempatan untuk mendalami kasus ini, karena mereka punya disiplin ilmu yang dipertaruhkan untuk mengorek kasus Dok Wayame ini. (L05)