Masohi, LaskarMaluku – Pelaksana Harian (Plh) Kepala SMP Negeri 7 Maluku Tengah, Anthoni Rotasouw mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan. Sikapnya yang dinilai otoriter, penuh tekanan, dan diduga sarat nepotisme menimbulkan keresahan serius dalam lingkungan sekolah.

Sejumlah guru yang enggan disebut namanya mengungkapkan bahwa Rotasouw beberapa kali melontarkan kata-kata kasar saat rapat, termasuk menyebut guru dengan istilah merendahkan di depan forum resmi.

“Pernah dalam rapat, beliau mengangkat suara dan menyebut guru tidak punya etika. Itu sangat mencederai profesionalisme kami,” kata salah satu guru senior.

Lebih lanjut, Rotasouw juga dikritik karena membentuk Tim Pengembangan Sekolah tanpa melibatkan guru yang berkompeten di bidang kurikulum. Tim tersebut didominasi oleh individu yang dianggap loyal terhadap dirinya.

“Penunjukan tim dilakukan sepihak. Orang-orang yang biasa menangani kurikulum justru diabaikan,” ungkap guru lainnya.

Ketegangan meningkat setelah Rotasouw menyelenggarakan pelatihan internal pada 18 Juni 2025, hanya diikuti kelompok tertentu. Pelatihan tersebut menghadirkan narasumber dari BPMP Maluku, namun tidak ada koordinasi dengan guru-guru lainnya.

“Kami tahu pelatihan itu setelah acara selesai. Ini bentuk pengucilan yang disengaja,” ujar seorang guru yang merasa diabaikan.

LaskarMaluku

Tak hanya itu, pengangkatan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan dilakukan tanpa proses yang transparan. Surat keputusan dibacakan oleh Rotasouw sendiri dalam rapat mendadak, setelah sebelumnya beredar isu pengangkatan dilakukan secara diam-diam.

“Kalau prosesnya tertutup seperti ini, jelas ada yang tidak beres. Padahal masih banyak guru yang lebih layak secara pengalaman dan kepangkatan,” ujar salah satu guru yang hadir dalam rapat tersebut.

Sorotan terhadap Rotasouw juga datang dari pihak eksternal. Akademisi Universitas Pattimura, Samuel Patra Ritiauw, menilai bahwa situasi yang terjadi di SMPN 7 merupakan tanda lemahnya pengawasan oleh Dinas Pendidikan Maluku Tengah.

“Seorang pemimpin pendidikan seharusnya memberi keteladanan, bukan menjadi sumber kekacauan,” kata Ritiauw.

Ia menambahkan, jika kondisi ini dibiarkan tanpa intervensi, maka tidak hanya proses belajar yang terganggu, tetapi juga reputasi sekolah akan terpuruk.

“Pemerintah daerah harus segera menunjuk figur yang memiliki kapasitas dan integritas untuk memimpin,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Provinsi Maluku, Ode Abdurrachman, dalam pernyataan resmi menyesalkan pola kepemimpinan Rotasouw yang dinilai tidak sejalan dengan semangat pembinaan pendidikan.

“Model kepemimpinan seperti ini hanya akan melahirkan ketakutan dan konflik internal,” kata Ode.

Ode juga menyoroti ketidaksesuaian perilaku Rotasouw dengan Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah. Ia menyebut bahwa pelanggaran terhadap kompetensi manajerial dan kepribadian harus ditindak tegas.

“Jika seorang kepala sekolah justru melemahkan solidaritas dan integritas guru, maka ia tidak layak memimpin lembaga pendidikan,” tegasnya.

IGI Maluku pun menyerukan tiga langkah penting kepada Dinas Pendidikan Maluku Tengah: investigasi independen, pencopotan Plh kepala sekolah bila terbukti bersalah, dan penguatan pelatihan kepemimpinan berbasis etika dan empati.

“Pendidikan bukan ladang kuasa. Kepala sekolah harus berfungsi sebagai pembina, bukan penguasa,” pungkas Ode.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah belum memberikan tanggapan resmi. Namun tekanan dari publik dan pemangku kepentingan pendidikan dipastikan akan terus meningkat bila situasi ini tidak segera disikapi secara terbuka dan akuntabel. (L05)

LaskarMaluku