Oleh: Ode Abdurrachman (Ketua Ikatan Guru Indonesia/IGI Provinsi Maluku)

Kasus Plt. Kepala Sekolah SMP Negeri 7 Maluku Tengah (Malteng), Anton R., yang dituding bersikap arogan dan bak “preman” oleh para guru, harus menjadi perhatian serius Dinas Pendidikan setempat. Jika laporan ini benar, ini adalah contoh nyata “kepemimpinan yang gagal” dan bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan.

“Kepala Sekolah Harus Memiliki Kompetensi Manajerial dan Sosial”
Dalam Permendikbud No. 6 Tahun 2018, kepala sekolah wajib memiliki kompetensi manajerial, kepribadian, dan sosial. Namun, jika seorang kepala sekolah justru menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat, mengintimidasi guru, dan bersikap otoriter, maka ia telah melanggar kode etik kepemimpinan pendidikan”.

Fakta bahwa para guru yang sudah berani bersuara menunjukkan betapa parahnya situasi ini. Kepala sekolah seharusnya menjadi teladan, bukan sumber ketakutan. Jika guru merasa tertekan, bagaimana mungkin mereka bisa fokus pada proses pembelajaran yang berkualitas bagi siswa?

Dampak Kepemimpinan yang Buruk seperti itu malah menurunkan Kualitas Sekolah, terutama rapor sekolah, di samping itu akan mempengaruhi aspek lain di antaranya:

  1. Menurunnya Motivasi Guru – Guru yang merasa tidak dihargai atau diancam akan kehilangan semangat mengajar.
  2. Lingkungan Belajar Tidak Kondusif – Sikap kepala sekolah yang arogan bisa menciptakan budaya ketakutan di sekolah.
  3. Reputasi Sekolah Anjlok – Orang tua dan masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap institusi pendidikan jika pimpinannya bermasalah.

Sebagai Ketua IGI Maluku, saya mendesak:

  1. Dinas Pendidikan Malteng segera melakukan pemeriksaan independen terhadap kasus ini.
  2. Jika terbukti melanggar, Plt. Kepala Sekolah harus dicopot dan diganti dengan figur yang lebih kompeten dan berintegritas.
  3. Perlu pelatihan kepemimpinan bagi calon kepala sekolah agar tidak hanya fokus pada administratif, tetapi juga “kecerdasan emosional”

Penutup:
Pendidikan Butuh Pemimpin yang Melayani, Bukan Menguasai. Kepala sekolah bukanlah “raja kecil” yang boleh bertindak semena-mena. Ia adalah ‘pelayan publik’ yang bertugas memajukan pendidikan. Jika Maluku Tengah ingin meningkatkan kualitas sekolah, maka kepemimpinan yang inklusif, demokratis, dan visioner adalah keharusan.

“Kami meminta transparansi dan tindakan tegas” dari Dinas Pendidikan kabupaten Maluku tengah. Jangan biarkan satu oknum merusak nama baik dunia pendidikan Maluku. (*)

#SekolahBukanKerajaan
#KepalaSekolahHarus