AMBON, LaskarMaluku.com – Ketidakhadiran anggota Komisi III DPR RI, Ibu Widya Murad Ismail pada rapat dengar pendapat dengan anggota DPRD provinsi Maluku, Senin (14/04/25) cukup mendapat perhatian publik Maluku.

Pasalnya isteri kedua dari mantan gubernur Maluku, Murad Ismail ini, duduk pada komisi strategis yang membawahi bidang hukum, hak asasi manusia, dan juga keamanan negara.

LaskarMaluku

Tidak hadirnya Widya Murad, ketika berdiskusi dengan anggota DPRD provinsi Maluku sempat dikritisi oleh beberapa anggota DPRD Maluku.

Rapat ini sangat penting dan strategis, tapi sayangnya Ibu Widya Murad Ismail tidak hadir, mestinya dia hadir untuk membicarakan masalah hukum, masalah hak asasi manusia, dan juga persoalan keamanan negara. Ini sangat penting karena kita tahu bersama, konflik di wilayah Maluku ini bergeser dari satu tempat ke tempat lain, seakan masyarakat diadu domba, oleh pihak-pihak yang tidak sayang kepada masyarakat Maluku, dan terkesan ibu Widya tidak punya kepedulian sedikitpun terhadap masalah konflik yang muncul pasca kepemimpinan gubernur Hendrik Lewerissa dan Abdulah Vanath, sesal salah satu anggota DPRD Provinsi Maluku, Alan Lohy, SE Fraksi Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) daerah pemilihan (Dapil) Maluku Tengah.

LaskarMaluku

Menurut penilaian dirinya, kalau Ibu Widya punya kepedulian,. mestinya dia turun ke masyarakat yang bertikai untuk memberikan perhatian langsung kepada masyarakat yang berkonflik. Supaya akar masalah yang menjadi pertikaian warga ada solusi penyelesaiannya, bukan malah diam dan terkesan mengabaikan dan tidak peduli terhadap masyarakat Maluku.

Ketidakhadiran Widya Murad bersama dengan rombongan anggota DPR RI dan DPD RI ketika bertemu Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku, menandakan kalau Widya tidak sinergi dengan pemerintahan saat ini.

Rapat dengar pendapat yang dipimpin oleh Ketua DPRD Provinsi Maluku, Benhur George Watubun, ST ini melibatkan tiga anggota DPR RI yakni, Ibu Mercy Chriesty Barens, ST, Alimudin Kolatlena, dan Ibu Sadiah Uluputty, sedangkan dan tiga anggota DPD RI masing-masing; Nona Sampono, ibu Novita Anakotta dan Boy Bisri Latuconsina, minis Ibu Widya Murad Ismail dan Ibu Ana Latuconsina (absen).

Pertemuan strategis itu untuk membahas berbagai isu krusial semisal kemiskinan ekstrim, pendidikan, infrastruktur, jalan, jembatan, pasokan listrik, jaringan internet di daerah 3 T, proyek strategis nasional yang dijanjikan Pemerintah Pusat,, kesehatan, dana pinjaman PT SMI hingga dampak dari kebijakan efesiensi anggaran.

Beberapa kebijakan dari pemerintah pusat yang seakan melupakan masyarakat Maluku, utamanya soal :

  • Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan bertujuan untuk mengatur pengelolaan daerah kepulauan dan mendorong pemerataan pembangunan. RUU ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah kepulauan. Dan Maluku termasuk salah satu penggagas, tapi sayangnya kurang mendapat simpati Pemerintah Pusat.
  • Ambon New Port,
  • Lumbung Ikan Nasional (LIN).
  • Regulasi Perikanan soal areal penangkapan ikan 12 mil laut, hingga sistem bongkar muat ikan di tengah laut, telah memudarkan harapan masyarakat Maluku untuk hidup sejahtera jauh dari impian kita.
    Regulasi perikanan, RUU Provinsi Kepulauan dan gagalnya proyek-proyek Strategis Nasional ini, mandek ditangan Pemerintah SBY dan Mantan presiden Jokowi. Kini dimasa pemerintahan Prabowo Subianto, masyarakat Indonesia diperhadapkan pada kebijakan efesiensi anggaran. Kesemuanya itu diciptakan pemerintah pusat, untuk melupakan Provinsi ini dari perjuangan heroiknya ikut memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia dan terkini Rakyat Maluku Terlupakan dari, Tertinggal, Terdepan, dan Terluar.

istilah baru yang kini santer di Masyarakat Maluku terkini, yakni Maluku dengan Sebutan 4 T.( Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Terlupakan). (L05)