JAKARTA, LaskarMaluku.com – Sidang Agung Gereja Katolik Seluruh Indonesia (SAGKI) ke-5 resmi dibuka, Senin (3/11/2025) di Hotel Mercure Ancol.
Gereja Katolik Indonesia kembali menapaki babak baru dalam ziarah imannya. Melanjutkan semangat Sinode Para Uskup XVI di Vatikan yang menegaskan panggilan untuk menjadi Gereja yang berjalan bersama, tahun ini seluruh umat Katolik Indonesia bersukacita atas terlaksananya SAGKI tahun 2025.
Dengan mengusung tema “Berjalan Bersama sebagai Peziarah Pengharapan” dan subtema “Menjadi Gereja Sinodal yang Misioner untuk Perdamaian,” SAGKI 2025 diharapkan menjadi ruang perjumpaan seluruh umat Allah.
Para uskup, imam, biarawan-biarawati, dan umat awam datang mendengarkan, berdialog, dan bersama-sama menemukan arah perutusan Gereja Katolik Indonesia di tengah dunia yang terus berubah.

Seluruh rangkaian kegiatan diawali dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr Antonius Subianto Bunjamin. Dalam homili yang disampaikan beliau menegaskan bahwa unsur penting dalam proses SAGKI ini adalah mendengarkan. Selain itu, Gereja Katolik Indonesia diajak untuk bergerak dari “berdiri sendiri” menjadi “berjalan bersama.” Menurutnya, sinodalitas bukan hanya metode, melainkan cara hidup Gereja dimana semua umat Allah saling mendengarkan dan saling meneguhkan dalam satu arah misi Kristus.
Monsinyur Anton pun mengingatkan bahwa seluruh peserta SAGKI memiliki kedudukan yang sama, tanpa terkecuali, dan masing-masing berhak memberikan masukan bagi kehidupan Gereja.
Beliau pun turut mengajak seluruh umat untuk berbagi kepada mereka yang tidak dapat membalas secara materi, sebagai wujud nyata kasih yang tulus.
Roh Sinodalitas
SAGKI bukan sekadar forum rapat atau sidang nasional, melainkan sebuah ziarah rohani Gereja Indonesia. Sejak pertama kali diselenggarakan pada tahun 1995, SAGKI selalu menjadi momentum reflektif dan transformatif. Melalui proses yang melibatkan seluruh unsur Gereja, SAGKI menumbuhkan semangat communio yaitu persekutuan dalam keberagaman yang disatukan oleh Roh Kudus.
Menjadi Gereja yang berjalan bersama berarti menegaskan kembali bahwa setiap anggota Gereja yang terdiri dari hierarki hingga umat kecil di pelosok paroki memiliki peran penting dalam kehidupan Gereja. Gereja dipanggil untuk mendengarkan, bukan hanya berbicara melainkan untuk berjumpa, bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani.
Semangat inilah yang menjadi jiwa SAGKI 2025 yaitu membangun Gereja yang terbuka terhadap dialog, mau mendengarkan pengalaman umat, serta berani melangkah bersama dalam menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah di dunia.
Dari Sinode Hingga ke SAGKI, Sebuah Ziarah Panjang Menuju Gereja Sinodal
Proses sinode global yang dimulai pada tahun 2021 menjadi latar spiritual bagi SAGKI 2025. Dalam perjalanan sinode tersebut, seluruh keuskupan di dunia termasuk di Indonesia. Kita semua diajak untuk mendengarkan pengalaman umat di tingkat lokal. Refleksi-refleksi ini lah yang akan dihimpun menjadi sintesis nasional yang kemudian diteruskan hingga ke Roma.

Di Indonesia, semangat yang sama kini diwujudkan melalui SAGKI 2025. Prosesnya diawali dengan pra-SAGKI, yaitu sharing dan refleksi di tingkat keuskupan, yang kemudian dirangkum di tingkat provinsi gerejawi. Setiap provinsi akan mengutus perwakilan untuk memaparkan hasil refleksinya di forum nasional.
Selama sidang berlangsung, sekitar kurang lebih 450 peserta dari 38 keuskupan akan berdinamika bersama melalui metode sharing dan dialog dua pendekatan rohani yang menjadi ciri khas Gereja Sinodal. Melalui sharing, umat diajak saling mendengarkan dalam semangat persaudaraan. Melalui dialog, peserta belajar membedakan kehendak Allah (discernement) secara bersama. Dengan demikian, keputusan pastoral yang dihasilkan bukan sekadar rumusan dokumen, tetapi buah kebersamaan seluruh umat Allah.
Dari Umat, Oleh Umat, dan Untuk Gereja
Sejak awal penyelenggaraannya, SAGKI telah menjadi tonggak penting dalam sejarah pastoral Gereja Katolik Indonesia, yaitu sebagai berikut :
- SAGKI 1995 menegaskan keterlibatan umat dalam kehidupan bangsa.
- SAGKI 2000 menguatkan peran Komunitas Basis Gerejani.
- SAGKI 2005 mengajak Gereja untuk bangkit dan bergerak membangun keadaban publik.
- SAGKI 2010 meneguhkan iman di tengah pluralitas dan penderitaan.
- SAGKI 2015 menyoroti keluarga sebagai “Gereja kecil” sumber sukacita Injil.
Kini, SAGKI 2025 hadir sebagai SAGKI V, melanjutkan warisan itu dengan fokus pada sinodalitas dan pengharapan. Paus Fransiskus melalui bulla Spes Non Confundit (2024) mengingatkan bahwa pengharapan adalah kekuatan rohani yang membuat Gereja tetap setia dalam kasih dan pelayanan.
Pengharapan bukanlah sikap pasif, melainkan keberanian untuk terus berjalan meski di tengah kerapuhan dan ketidakpastian zaman.
Tujuan dan Arah Pastoral
SAGKI 2025 menegaskan empat tujuan utama, yaitu sebagai berikut :
- Mengembangkan persaudaraan antara hierarki dan umat sebagai buah dari semangat sinode.
- Mewujudkan Gereja sebagai komunitas pengharapan yang berjiwa misioner.
- Meningkatkan relevansi dan keberlanjutan peran Gereja dalam mewujudkan perdamaian.
- Menyusun arah pastoral Gereja Katolik Indonesia untuk lima tahun ke depan (2025–2030).
Dalam semangat ini, SAGKI mengajak Gereja untuk keluar dari zona nyaman dan menjadi Gereja yang hadir, mendengarkan, dan melayani di tengah realitas sosial bangsa. Mulai dari isu kemiskinan, ketidakadilan, hingga kerusakan lingkungan dan krisis kemanusiaan.

Selain itu, Keuskupan Amboina mengutus perwakilan peserta yang terdiri dari Imam dan umat awam yang merupakan aktivis Gereja untuk turut bersama-sama berdinamika bersama dengan umat dari keuskupan lainnya.

Delegasi Keuskupan Amboina yakni, Uskup Diosis Amboina Mgr Seno Ngutra, Sekum RD Agus Arbol, RD Alex Lesomar, RD Lopez Sirken, Paulina Wokanubun, Saswaty Matakena, Mince Labatar, Stev Layanan perwakilan dari Maluku Tenggara dan Alo Batmormbawa perwakilan dari Tanimbar. (L02)
