AMBON, LaskarMaluku.com – Langkah Kejaksaan Agung Republik Indonesia yang konon katanya mengambil alih penanganan kasus PT Sarana Multi Infrastruktur senilai Rp 700 milyar rupiah, dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan dana kwarda Gerakan Pramuka Maluku, kasus gedung E RSUD Haulussy dan dana Reboisasi Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, hanya sekedar wacana dan gertakan belaka.
Tokoh masyarakat Maluku, Yusuf Leatemia mengaku, dirinya sangat kecewa terhadap sikap lamban yang diperlihatkan Jampidsus Kajagung dan Kejaksaan Tinggi Maluku.
Ia bahkan meragukan lembaga timbangan ini, yang dinilai hanya sebatas menggertak, tanpa aksi. Lantaran kasus ini telah dilaporkan banyak pihak.
Kondisi ini yang kemudian menjadi tanda tanya bagi masyarakat Maluku. Sebab lembaga penegak hukum ini kadang menjadikan sebuah kasus untuk kepentingan berganing semata. Ini artinya oknum-oknum Kejati Maluku terkadang menjadi sebuah kasus koruptor sebagai jembatan keberlanjutan komunikasi.
Padahal dari sisi penegakan hukum misalnya, hukum tidak boleh ada unsur tebang pilih, tidak boleh membedakan. Artinya Siapa yang bersalah mereka yang diduga terlibat segera diproses hukum.
Kemungkinan faktor neko-neko pada beberapa kasus seperti misalnya Proyek Air Bersih di Pulau Haruku, Persoalan Gedung E RSUD Haulussy, dana Reboisasi dan lainnya hingga kini tidak transparan. Padahal langkah kejaksaan tinggi Maluku, dalam menangani kasus ini, lambat laun, mulai menghilang.
Leatemia menduga, ada ketidak beresan dalam penanganan kasus-kasus tersebut.
Kondisi ini, oleh Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) demam mengambil alih beberapa kasus dimaksud. Tapi itupun masih misteri apakah benar Jampidsus sanggup menanganinya.
“Masyarakat Maluku, tahu betul ada banyak kasus yang belum tuntas ditangani Kejaksaan Tinggi Maluku, torehan prestasi dari sebuah karya keberhasilan dari penanganan kasus semisal penyelewengan dana SMI, dana Reboisasi dinas Kehutanan Maluku, gedung E RSUD Haulussy dan dana kwarda Maluku yang melibatkan para pengambil kebijakan di darah ini, pasca pemerintahan Murad Ismail berkuasa, siapa saja mereka, masyarakat tau dan sudah melaporkan tapi yah itu, kendalanya ada pada eksekusi, ” jelas Yusuf Leatemia menegaskan.
Selaku warga masyarakat berharap, saat lawatan Kejaksaan Agung bertandang selama beberapa hari di kota Ambon, ibukota provinsi Maluku, semua kasus yang belum tereksekusi sudah mestinya ada tindakan nyata, sejauh mana Kejagung mempelajari soal penanganan kasus tindak pidana korupsi di jajaran Kejati Maluku.
Lambannya penanganan kasus-kasus yang disebutkan, tentu menjadi tanda tanya, kalangan masyarakat Maluku.
“Jadi wajar bagi kami masyarakat merasa skeptis terhadap langkah penanganan kasus yang tengah diambil alih oleh Jampidsus tersebut, “tanya Leatemia,
Dari segi lain, dan melalui sambungan telepon, Leatemia memberikan dukungan kepada gubernur Maluku, soal Peminjaman dana Rp 1,5 T kepada PT SMI. Namun proses peminjaman itu, harus mendapat persetujuan DPRD Provinsi Maluku.
“Bagi saya langkah yang ditempuh pak gubernur itu mesti didukung, tapi peruntukannya harus dirincikan secara baik dan benar kepada DPRD provinsi, sehingga jangan sampai salah arah kedepan, “kata Leatemia kepada media ini melalui sambungan telepon, Senin (24/11/25) malam.
Sesuai dengan undang-undang maka pinjaman daerah harus mendapat persetujuan DPRD secara kelembagaan. Akan tetapi peruntukannya pemerintah daerah harus juga memberikan penjelasan yang sahi kepada pihak DPRD Maluku.
“Langkah yang dilakukan pak gubernur itu bagian dari usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat Maluku dari faktor keterpurukan ekonomi saat ini, tapi skema pembagiannya harus dipaparkan secara jelas, “ingatnya.
Meski demikian, pengajuan pinjaman di periode HL-AV sebagai gubernur dan wakil gubernur Maluku dilakukan atas nama rakyat dan untuk kepentingan proyek strategis daerah dan pembiayaan sejumlah program peningkatan ekonomi masyarakat akibat dampak dari kebijakan pemerintah pusat melalui Impres No 1 Tahun 2025, tentang Efesiensi anggaran. Ini belum termasuk kebijakan lainya yang menghilangkan semangat otonomisasi daerah, yaitu pada pemotongan dana transfer yang berimplikasi langsung pada kondisi keuangan daerah. (L05)
