Oleh: Yoserisel Dirwot Wokanubun, SS.,M.H, Sekretaris Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Provinsi Maluku
Misi Katolik Di Pulau Ambon Era Portugis Berakhir Seiring Penaklukan Benteng Nossa Senhora da Anuciada Oleh VOC
Misi Katolik di Maluku termasuk Pulau Ambon mengalami pelbagai tantangan mulai dari tantangan keterbatasan tenaga Imam, medan misi, sarana komunikasi dan transportasi, perilaku oknum portugis yang tidak mendukung karya misi, hubungan pasang -surut antara Portugis dan Kesultanan Ternate yang juga berdampak pada karya misi di Pulau Ambon dll.
Pembunuhan yang dilakukan oleh Antonio Pimental kepada Sultan Hairun pada acara undangan makan tipu- tipuan di dalam Benteng Sao Pauloh pada 27 Februari 1570 atas instruksi komandan benteng Diego Lopes de Mesquita mengakibatkan Gereja berada dalam situasi penganiayaan yang berat. Pangeran Babula, Putra dari Sultan Hairun mengangkat senjata dan melakukan perlawanan yang dasyat.
Orang- orang Portugis yang ada di dalam Benteng Saoh Paoloh bertahan di dalam Benteng selama lima tahun hingga benteng itu jatuh ke tangan Sultan Babulah. Sejak itu Gereja mengalami masa penganiayaan yang cukup. Dari Sulawesi hingga Papua ada 72 pulau besar yang masuk dalam kekuasaan Sultan Ternate. Pemukiman- pemukiman Katolik di pelbagai wilayah Maluku termasuk pulau Ambon kerap diserang oleh kelompok pengikut Sultan Babula pada malam hari, korakora dan pemukiman mereka dibakar karena dipandang b erpihak kepada Portugis.
Kisah Raja Ulat yang sebelumnya mengalami penganiayaan karena mempertahankan iman atau Emanuel yang perna menjadi penunjuk jalan bagi Fransiskus Xaverius ketika berada di Hative kini menjadi Toko Umat sehingga harus mengungsikan umat ke gunung ketika ada penyerangan adalah sekian kisah dari penganiayaan yang dihadapi misi Katolik di Pulau Ambon dan sekitanya seperti termasuk wilayah Lease.
Sebelum benteng Sauh Pauloh milik Portugis jatu ke tangan sultan Babula di Ternate, di Ambon belum ada benteng Batu/ Benteng Perang. Tiga hari setelah jatuhnya benteng Sauh Pauloh, tibalah Kapal Portugis di Ternate dengan mengangkut sejumlah pasukan, persediaan makanan yang banyak serta persenjataan.
Para penghuni benteng Sauh Pauloh kemudian bertolak ke pulau Ambon. Bila merujuk pada tilusan Frits Pangemanan (yang pernah dimuat di Harian Ambon Ekspres, 22 Maret 2012 dan kemudian dimuat lagi dalam Sentral Politik 25 Maret 2025) dengan merujuk pada surat dari Kapten Estevao Teixera tertanggal 2 Juni 1601 (Kapten Nossa Senhora da Anuciada sebelum Gaspar de Mello) maka berdirinya benteng Nossa Senhora da Anuciada, yang ditandai dengan peletakan batu pertama itu pada tanggal 25 Maret 1576. Hal ini berarti Benteng Nossa Senhora da Anuciada dibangun pasca resmi Benteng Sauh Pauloh jatuh ke tangan Sultan Babula pada tanggal 28 Desember 1575.
Benteng Nossa Senhora da Anuciada dibangun oleh Sancho de Vasconselos, komandan Portugis (Capitao) yang berdiam di Ambon. Peletakan batu pertama dari benteng Nossa Senhora da Anuciada ini bertepatan dengan perayaan Maria menerima Kabar Gembira yang berdasarkan liturgi Gereja Katolik dirayakan setiap tanggal 25 Maret. Pendirian benteng ini menjadi awal mula berdirinya Kota Ambon.
Pada bulan Juli 1576 walaupun benteng ini belum selesai dibangun tetapi sudah ditempati. Orang- orang Katolik dari pelbagai tempat di pulau Ambon kemudian tinggal di sekitar Benteng untuk perlindungan dari pelbagai serangan yang datang.
Ada 4 buah bangunan Gereja di areal Benteng. Di dalam Benteng, Gereja Santo Paulus, kemudian ada juga Gereja Santo Jakobus, rumah sakit dan Gereja Santo Thomas.
Pada tanggal 25 Februari 1605, Kapal- kapal Kompeni sudah berlabuh di telauk Ambon, Pantai Selatan Hitu. Dua hari kemudian Admiral Belanda, Steven van den Hagen menyebrangi teluk Ambon menuju Leitimur dengan maksud merebut Benteng Nossa Senhora da Anuciada. Perebutan Benteng dilakukan dengan mudah oleh VOC, sehingga kelak di tahun 1614 benteng itu dirubah nama menjadi benteng Victoria/ Kemenangan.
Dengan perebutan benteng Nossa Senhora da Anuciada yang ketika itu dikepalai oleh Gaspar de Mello maka berakhirlah misi Katolik khusus di Pulau Ambon erah Portugis. Saat penaklukan, Pastor Mosonio sempat bertemu dengan Komandan Armada VOC, Steven van der Haghen yang adalah seorang Katolik untuk membicarakan keberlanjutan misi Katolik.
Hal ini disetujui tetapi kesepakan ini kemudian tidak dilaksankan ketika Steven van der Haghen membentuk pemerintahan darurat dengan mengangkat Frederick de Houtman menjadi Gubernur (1605-1611).
Pada tanggal 28 Maret 1605 Steven van der Haghen bertolak ke Banda namun Frederick de Houtman selaku Gubernur tidak mampu menetertibkan pasukannya sehingga mereka berulah, mencuri dan menimbulkan banyak keresahan.
Persoalan-persoalan itu kemudian ditimpahkan, dituduhkan kepada pihak Portugis sebagai pelaku. Akhirnya pada, 12 Mei 1605 disedikan sebuah Kapal untuk dua Imam dan beberapa orang dan bertolak keluar dari Ambon.
Mereka tiba di Zebu (Filipina) dengan selamat. Umat Katolik yang ada di Pulau Ambon karena tidak ada pelayanan Katolik dari Misi karena memang dilarang oleh VOC maka mereka selanjutnya memeluk agama Kristen Protestan.
Refleksi Kebangsaan Atas Misi Katolik Di Pulau Ambon Era Portugis
Indonesia termasuk Pulau Ambon adalah wilayah yang dulu dijajah oleh Portugis yang ketika itu baru Merdeka dari Bangsa Moor kurang lebih 500 tahun dijajah. Portugis kemudian membangun bangsa yang Merdeka itu dengan cara kembali menjajah.
Dalam hal ini penjahan di atas muka bumi ini tidak ikut dihapus tetapi kemerdekaan yang ada adalah bentuk yang baru dalam melahirkan penjajahan, penindasan yang baru. Kesadaran ini menjadi kesadaran dari Para Pendiri Bangsa Indonesia sehingga dalam pembukaan UUD 1945, dinyatakan tekad dan tujuan dari Bangsa Indonesia yang Merdeka ini, yaitu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Bagaimana dengan Perjalanan Bangsa Indonesia yang kini berusia 80 tahun di 2025 pasca memproklamirkan Kemerdekaannya dari Penjajahan asing? Bagaimana dengan jalannya otonomi daerah sebagai bentuk “Kemerdekaan.” Begitu juga dengan “Desa” atau Perguruan tinggi dengan sisitem BLU, ada kewenagan, keleluasaan lebih yang direbut untuk mengelolah? Apakah kemerdekaan tidak melahirkan penindasan yang baru yang membuat orang bertanya mengapa warisan bangunan penjajah lebih kuat? Mengapa pegawai Kementerian leibih Sejahtera? Mengapa banyak dana sudah dikucurkan ke desa-desa tetapi Orang Desa masih tetap berkeluh- kesah tentang kemiskinan? Atau Perguruan tinggi yang menerapkan sistem BLU, pegawainya menghadapi masa depannya dengan tidak menentu bila dibandingkan dengan Perguruan Tinggi yang tidak menerapkan sisitem BLU?
Maluku adalah salah satu Provinsi tertua dari sejak NKRI ini didirikan. Wilayah Maluku/ Maluku Utara adalah wilayah yang dicari oleh pelbagai belahan dunia sehingga harus direbut dengan peperangan di waktu silam. Portugis dan tentunya bangsa-bangsa Eropa lain mencari Maluku.
Mereka mencari Maluku di Goa, Mencari Maluku di Malaka dan akhirnya dari Malaka mereka menemukan jalan untuk boleh sampai di Maluku. Selama ratusan tahun, mereka cuma mengagumkan rempah-rempah dari Maluku yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi di pasar Eropa tetapi yang mengetahui itu hanya Cina, India, Arab karena melalui mereka Cengkih dari Maluku menembus pasar Eropa.
Sebagai Orang Maluku, kita bangga dengan kejayaan potensi kita di masa lampau dan bangga tinggal di negeri ini dan sadarlah potensi yang kita miliki dan kembangkan hingga dunia tetap mengenal Maluku dalam perjalana Sejarah. Ini tanah kita. Ini laut kita. Ini bumi kia. Kita harus berbicara atas tanah kita dalam konteks NKRI.
Ambon adalah Kota yang dibangun jauh sebelum Indonesia Merdeka. Pembangunan benteng Nossa Senhora da Anuciada pada tanggal 25 Maret 1576 adalah awal berdirinya Kota Ambon. Kota ini memiliki usia yang sudah Panjang, ratusan tahun.
Ada pelbagai peristiwa yang terjadi tetapi kota ini tetap masih berdiri, berada hingga saat ini. Sebagai kota yang sudah melewati pelbagia peristiwa maka haruslah sebagai penduduk kota Ambon kita belajar dari masa lampau untuk memajukan Ambon dari waktu ke waktu semakin maju sesuai usianya. Konflik-konflik yang pernah terjadi hendaklah itu menjadi masa lalu. Jika kita mengulainginya maka sesungguhnya kita tinggal di kota ini tetapi kita tidak belajar dari kota ini dalam perjalan waktu.
Agama yang oleh pemeluknya sebagai jalan kebenaran maka harus ditawarkan. Di masa silam dalam berhadapan dengan banyak orang termasuk penduduk kota Ambon yang belum mengenal Tuhan seperti gambaran Tuhan yang ada dalam Agama-agama Wahyu maka agamanya biasanya tidak hanya ditawarkan tetapi dipaksakan bahkan dengan kekerasan fisik. Saat ini, kita di masa di mana hampir seluruh penduduk Indonesia telah memeluk agama.
Bukan lagi masanya dengan menawarkan agama kepada orang lain dengan cara kekerasan atau dalam bentuk kelicikan lain. Sekiranya Engkau yakin dengan kebenaran yang ada dalam Agamamu maka tunjukan itu dengan cara hidup yang benar sesuai kebenaran yang sesungguhnya dari Agamamu.
Dari cara hidup keagamaanmu yang benar akan menolong orang lain untuk menghidupi agamanya secara benar agar satu bumi yang aman, damai, layak dihuni dan diwariskan secara berkelanjutan itu boleh terjadi.
Katolik yang memboncengi penguasa/penjajah dalam penyebaran misi membuat iman Kristiani itu boleh masuk di wilayah- wilayah pedalaman yang sulit, rumit dan angker. Walaupun demikian tidak sedikit kerugian yang ditimbulkan karena itu. Sejarah Gereja Katolik di Pulau Ambon adalah sebagian dari Sejarah Gereja Katolik dunia yang membuat Gereja Katolik belajar untuk mereformasikan diri supaya tidak boleh menjadikan agama dan kekuasaan menjadi satu bagaikan pedang bermata dua.
Kesadaran ini telah ditetapkan di pelbagai dokumen Gereja sejak ratusan tahun silam untuk menjadi norma, patokan dalam rangka mengembangkan Kerajaan Allah sebagai hakikat Gereja sesuai yang dikehendaki Yesus Tuhan Kita. Bagaimana praksis hidup menggereja kita saat ini di Pulau Ambon/Maluku secara khusus sebagai satu elemen bangsa? Hendaklah Kita menjaga supaya Gereja secara Institusi dan Hirarki sebagai Pemimpin Umat, Symbol Pemersatu tidak terlibat dan tidak boleh diseret dalam Politik Praktis dalam hal perebutan kekuasaan.
Nossa Senhora da Anuciada dan Penduduk sekitarnya yang beragama Katolik sebagai awal terbentuknya Kota Ambon, maka hendaklah Kita Katolik teruslah mendoakan Kota Ambon sebagai rumah bersama, tempat yang layak dihuni karena di sana ada keberlanjutan cinta, pengampuan, perdamaian yang telah kita raih bersama saudara- saudari kita yang mungkin berbeda latar belakang.
Individu yang mendiami Kota Ambon. Maluku di masa silam termasuk Pulau Ambon adalah tempat didatangkannya manusia dari seluruh penjuru mata angin. Mereka yang kelebihan pemberani dikirim ke Goa (saat ini menjadi bagian dari India). Jika kelebihan berani daripada itu akan dikirim ke Malaka. Tetapi jika kelebihan berani dari pada itu lagi dan lagi maka akan dikirim ke Maluku sebagai lahan perebutan Cengkeh Kawasan Asia Tenggara oleh bangsa- bangsa Asing. Beta, Bung, Boss adalah sapaan sehari- hari yang kita pakai. Marilah saling menghargai dan menghormati.
Sekian