Oleh: Yoserisel Dirwot Wokanubun, SS.,M.H, Sekretaris Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA)  Provinsi Maluku

Kedatangan Santo Fransiskus Xaverius di Pulau Ambon

Santo Fransiskus Xaverius lahir di Navarra, Spanyol 1506. Pada 15 Agustus 1534, Santo Fransiskus Xaverius, St. Ignatius dari Loyola dll mengikrarkan kaul-kaul kebiaraan. Peristiwa ini menjadi titik awal berdirinya ordo Yesuit/ Serikat Yesus yang baru pada tahun 1540 diterima dan disahkan oleh Paus Paulus III sebagai ordo religious. Kepada Paus, mereka meminta untuk  melakukan karya missioner ke seluruh dunia. Paus Paulus III menyambut permohonan dari kelompok Serikat Yesus ini dengan sukacita.

Para anggota Serikat Yesus mulai tersebar ke pelbagai belahan dunia. Fransiskus Xaverius dikirim ke Asia. Keberangkatannya dimulai dari Lisbon dan tiba di Keuskupan Goa (India)  tahun 1542. Kehadiran Fransiskus Xaverius di Asia ketika itu sebagai utusan dari Paus Paulus III dan juga sebagai utusan dari Raja D. Joao III dari Kerajaan Portugis.

Fransiskus Xaverius dari Goa kemudian ke Malaka untuk petama kali, 25 September 1545. Pada tanggal 1 Januari 1546, Fransiskus Xaverius dari Malaka menuju Ambon dan tiba pada tanggal 14 Februari 1546, di Negeri Hative,  di muara Sungai Pia (Dusun Sahuru).

Saat Fransiskus Xaverius tiba di Pulau Ambon, sudah terdapat cukup banyak umat Katolik yang berada di Pulau Ambon. Umat Katolik ini tidak hanya orang- orang Portugis tetapi juga mencakup penduduk lokal yang telah memeluk agama Katolik.

Hal ini nampak pada surat yang ditulis oleh Fransiskus Xaveirius ketika berada di pulau Ambon, 10 Mei 1546. Fransiskus Xaverius Menulis, “ Di pulau ini, Saya menemukan tujuh tempat Kristen. Anak- anak yang saya dapat untuk dipermandikan, Saya permandikan, dan banyak di antara anak- anak itu meninggal sesudah permandian. Rupanya, Allah Tuhan kita memelihara mereka hidup terus, sampai mereka mendapat jalan keselamatan.”

Fransiskus Xaverius yang melihat umat yang sudah lama hidup tanpa gembala, hidup tanpa pelayanan itu maka Fransiskus Xaverius mulai melakukan pelayanan dengan ditemani oleh Emanuel anak dari Kepala Kampung Hative.

Emanuel menjadi penunjuk jalan sekaligus menjadi juru bahasa karena saat itu Orang- orang Portugis sudah cukup banyak di Pulau Ambon dan saling berelasi dengan penduduk lokal sehingga bahasa Portugis lambat- laun mulai dikenal oleh penduduk lokal termasuk Emanuel.

Santo Fransiskus Xaverius memulai karya kerasulannya di Hative, Tawiri dan kampung-kampung tetangga seperti Hukunalo atau Poka- Rumah Tiga yang saat itu menjadi kubu pertahanan dari Serdadu Portugis. Kemudian menyebrang ke Amahusu, Urimeseng, Nusaniwe dengan Rajanya yang bergelar Latu Sapulalang atau Raja 10.000 Kapal.

Setelah kampung-kampung Katolik itu dikunjungi kemudian Fransiskus Xaverius melakukan perjalanan berikut dengan menempuh perjalanan yang panjang dari Hative, Fransiskus Xaverius ke Hukunalo/ Poka- Rumah tiga, kemudian melewati Hunut, Passo, Halong ke wilayah Soya yang memabwahi kampung Amantelu dan Ahusen.

Setelah itu ke Kilang dan Ema serta kampung-kampung lain yang berada pada wilayah kekuasaan tersebut. Perjalanan yang penuh tantangan karena harus melewati bukit, lembah yang suram dan licin serta hutan yang lebat namun Fransiskus Xaverius terus bergerak maju.

Dalam kunjungan itu Fransiskus Xaverius membaptis cukup banyak anak- anak dari Keluarga Katolik, mendoakan mereka yang sakit, meneguhkan mereka dalam iman, mewartakan mereka tentang pertobatan serta meminta mereka untuk senantiasa mendoakan kaum keluarga yang telah meninggal agar dibebaskan dari Api Pencucian.

Pada bulan Mei dalam tahun tahun 1546, Fransiskus Xaverius sempat mengunjungi wilayah Seram. Di tengah perjalanan kora- kora yang ditumpangi dihantam angin dan gelombang laut. Para penumpang mulai panik dan tukang juri mudi mulai kewalahan dan putus asah. 

Fransiskus Xaverius kemudian menurunkan kalung salibnya ke dalam laut sambil berdoa. Salib yang ada pada kalung itu terlepas. Semalam suntuk hingga pagi kora- kora mereka terus dihantam angin dan gelombang namun akhirnya mereka tibah di pantai.

Saat Fransiskus Xaverius hendak mengunjungi kampung Tamilou, Ia terkejut melihat salibnya yang tadi jatuh di Laut telah dibawah oleh seekor kepeting ke darat. Fransiskus Xaverius hendak menawarkan Kristus dan Injilnya di wilayah tersebut namun belum ada yang tergerak hati. Fransiskus Xaverius yang adalah perintis misionaris pertama dari tarekat Serikat Jesus di Maluku itu,  kemudian kembali ke Ambon.

Dalam perjalanan pulang Ia sempat singga di Nusa Laut. Di wilayah ini, Fransiskus Xaverius berbicara tentang Kristus namun ketika itu hanya satu pemuda dari keluarga Raja Titawai yang tergerak dan memberi diri dibaptis dengan nama Fransiskus. Setelah tiba di Ambon, Fransiskus Xaverius mempersiapkan diri ke Ternate dan Moro.

Fransiskus Xaverius setelah melewati sakit kurang lebih sebulan barulah pada akhir juni 1546 berangkat ke Ternate dan tiba di benteng Sao Paolo di bulan Juli 1546. Pada bulan September- Desember 1546, Fransiskus mengunjungi Moro walaupun sebelumnya dilarang oleh Pemimpin Portugis mengingat kondisi yang tidak memungkinkan pasca pembunuhan terhadap Pastor Simon Fas.

Kehadiran Fransiskus Xaverius sungguh memberikan penguatan  bagi Umat Katolik yang teraniaya serta memulihkan hubungan relasi social dengan para pemuka masyarakat yang sebelumnya tidak bersahabat dengan Gereja Katolik.  Fransiskus Xaverius memberikan pembelajaran agama serta mengingatkan mereka untuk terus melakukan kebiasaan berdoa di alun-alun kota untuk jiwa- jiwa di Api Penyucian dan juga untuk orang- orang yang hidup dalam dosa berat.

Setelah perayaan paskah .Fransiskus Xaverius hendak kembali ke Ambon dan rencananya untuk keluar malam- malam namun masyarakat yang sangat mencitainya itu sudah terlanjur lebih dahulu mengetahui hal itu. Waktu itu Pantai dipenuhi oleh orang- orang baik Katolik maupun non Katolik melepaskan kepergian Fransiskus Xaverius Kembali ke Hative Ambon dengan sedih pada April 1547. Kepada Umat Katolik , Fransiskus Xaverius menjanjikan akan ada pengganti Imam.

Dalam suratnya yang ditujukan juga untuk Ordonya Serikat Yesus tertanggal 10 Mei 1546 ketika Fransiskus Xaverius di Ambon dan sebelum ke Ternate, Fransiskus menulis “… Saya menyampaikan berita yang begitu terperinci ini, untuk membangkitkan dalam hati anda semua keprihatinan yang Istimewa terhadap nasib begitu banyak  jiwa yang tenggelam karena kekurangan bantuan Rohani, dan dengan demikian anda semua bisa ingat akan mereka.

Mereka yang tidak mempunyai pengetahuan dan bakat, untuk tetap menjadi anggota Serikat, mereka itu toh mempunyai pengetahuan dan bakat lebih daripada cukup untuk daerah-daerah ini, asal saja mereka mempunyai kemauan untuk datang, untuk hidup dan mati di antara orang-orang ini.”

 Santo Fransiskus Xaverius kembali ke Hative pulau Ambon. Ia terus melakukan pelayanan di Pulau Ambon hingga di bulan Juli 1547 sudah Ke Malaka.

Misi Katolik Di Pulau Ambon Pasca Kepulangan Santo Fransiskus Xaverius

Sesampainya di Malaka, menjelang Fransiskus Xaverius diangkat oleh Ignatius Loyola menjadi Pemimpin  Provinsi  Ordo Serikat Yesus untuk Goa dan Malaka (yang ketika itu meliputi seluruh wilayah Portugis di Asia dari Pantai Timur Afrika hingga Maluku ) maka pada tanggal 11 April 1547  dikirimlah 3 tenaga dari serikat Yesus untuk melanjutkan misi Fransiskus Xaverius di Maluku.

Ketiganya dibekali oleh Fransiskus Xaverius selama sebulan di Malaka sebelum Fransiskus melanjutkan perjalanan ke Goa. Ketiga Anggora Ordo Serikat Yesus itu adalah,  Pastor Nuno Riberu bertugas di Ambon. Sedangkan Pastor Juan  de Beira  dan Frater Nicalau Nunes betugas di Ternate dan Halmahera.

Pastor Riberu yang sejak 1547 berada di Ambon untuk melanjutkan karya misi Fransiskus Xaverius dilakukan dengan sangat luar biasa, terutama di Pulau Ambon dan Lease. Dalam rentang waktu 1547= 1549, Ia boleh membaptis kurang lebih 2000 orang.

Kenyataan ini positif untuk misi tetapi tidak berkesesuain dengan kehendak Sultan Hairus yang mempuyai kuasa juga untuk Ambon. Tempat tinggal dari Pastor Riberu sempat dibakar. Pada tanggal 16 Agustus 1549 Pastor Riberu menyadari bahwa tubuhnya telah diracuni lewat makanan yang dimakannya. Sekalipun demikian Ia terus melakukan pelayanan selama seminggu.

Dengan susah payah, Ia di bawah dari kampung ke kampung untuk melayani. Pada tanggal 23 Agustus 1549 , Pastor Riberu, SJ meninggal dan dikuburkan di dalam Gereja Santa Perawan Maria di Ambon, yang dibangunnya dengan penuh susah payah. Sepeninggalan Pastor Riberu, datang lagi Imam-Imam dari Serikat Yesus yang bertugas di Pulau Ambon dan sekitarnya sehingga sebelum kedatangan VOC di Maluku, Iman Kristiani sudah tersebar pada penduduk local yang bukan hanya di Pulau Ambon dan Lease tetapi juga Seram, Buru dst.

Dalam surat berkala yang ditulis oleh Bruder Gomes di Hative untuk Provinsialat di Goa dan Eropa, ada surat tertanggal 15 April 1564 tentang pembaptisan terhaap Pembesar dari Kei di Purmat a, Seram Utara oleh Pastor Antonio Fernandes. Kehadiran Pembesar dari Kei bersama rombongan ini hendak berjumpa dengan Raja Bacan. Setelah Pembaptisan Pembesar itu ke Ambon hendak menjumpai Pastor Kepala di Hative, Pastor Fransisco Rodriques agar dapat mengirim Imam ke wilayahnya.

Permintaan itu belum dipenuhi ketika itu karena keterbatasan Imam. Kelanjutan Iman dari Pembesar Kei itu sulit dijejaki sehingga Sejarah Iman Katolik di Kepulauan Kei, terhitung mulai Pembaptisan pertama terhadap Maria Sakbau Dumatubun di Langgur 1889.   

Ada pelbagai arsip masih tersimpan sejumlah surat yang ditulis oleh para superior kepada provinsialat Serikat Yesus di Goa (India) maupun di Roma. Berikut adalah sepenggal surat yang ditulis oleh Pater Nicolau Nunes pada tanggal 4 Januari 1575 kepada pater Martin de Silva tentang Ambon,

“Di pulau-pulau Ambon itu ada banyak Orang Kristen… Saya rasa mereka berjumlah empat atau lima ribu jiwa. Bangsa Ambon itu termasuk salah satu usaha yang terbaik dari serikat, dan kiranya mereka harus dipelihara dengan baik, karena mereka memberi harapan akan menghasilkan buah- buah yang baik. Pastilah, karena saya sendiri alami bahwa dalam waktu satu bulan di sana, saya telah membaptis hampir 900 anak laki- laki di bawah umur dua tahun.

Dan setiap tahun— baik di Moro maupun di Bacan dan di Ambon tempat saya mengembara— dapat saya katakana: setiap tahun lebih dari 200 anak meninggal, semuanya setelah menerima pembaptisan dari tangan saya yang berdosa ini.” (Dikutip dari Buku, C,J. Bohm, Frits Pangemanan, Sejarah Gereja Katolik Maluku Utara 1534- 2009 (Kanisius, Yogyakarta, 2010 ) Hlm, 120.

Bersambung…