MASOHI, LaskarMaluku.com – Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan DPRD Kabupaten Maluku Tengah, Malteng Demianus Hattu, mengapresiasi berbagai pihak yang telah ikut menyoroti persoalan tunggakan hutang pembelian obat di RSUD Masohi yang mencapai lebih dari Rp 4,2 miliar. Sorotan tajam tersebut datang dari lembaga swadaya masyarakat LSM, paguyuban masyarakat hingga Pers.
Ia mengungkapkan bahwa akar masalah berasal dari proses pengadaan yang tidak melalui sistem resmi, serta lemahnya kontrol manajemen internal dari rumah sakit umum daerah RSUD Masohi.
“Pembelian obat dilakukan di luar sistem resmi, tanpa mekanisme tender. Dokter memesan obat tanpa kontrol dari manajemen rumah sakit. Ini sangat berbahaya dan menjadi penyebab utama akumulasi hutang,” kata Sekretaris Komisi IV DPRD Maluku Tengah, Demianus Hattu, saat ditemui di Kota Ambon, Jumat (20/6/2025).
Ia menambahkan, praktik pengadaan seperti itu sangat rawan penyimpangan karena tidak akuntabel dan tidak transparan. Terlebih lagi, beberapa formasi penting dalam struktur pengadaan, seperti apoteker dan petugas formasi lainnya, mengalami kekosongan.
“Masalahnya ada pada formasi yang kosong, yang jelas mengganggu pelayanan utama, terutama bagi pasien BPJS dan Unit Gawat Darurat. Ini akibat dari pelayanan yang tidak berbasis transparansi,” ujar Hattu, seraya mengindikasikan, sistem pelaporan penggunaan BPJS Kesehatan dimungkinkan sistem pelaporan manual utamanya para pasien BPJS Kesehatan yang berobat dan atau rawat inap, bahkan hingga perlakuan terhadap pasien BPJS kesehatan membeli obat-obatan sendiri di luar rumah sakit, tanpa uang pengganti. “Ini sangat fatal,”kata DH.
Lebih lanjut, ia menyebut sistem open loss- metode pembelian tanpa prosedur lelang- sebagai biang dari ketidaktertiban tersebut.
Ia meminta agar ke depan, semua pengadaan dilakukan sesuai mekanisme pengadaan langsung atau tender terbuka.
“Kami meminta agar sistem pengadaan tidak longgar. Semua pembelian harus melalui prosedur lelang atau pengadaan langsung resmi,” tegasnya.
Demianus juga menekankan pentingnya percepatan dalam pengadaan obat karena berkaitan langsung dengan keselamatan pasien. Baginya, pelayanan kesehatan tidak bisa disamakan dengan sektor pelayanan lainnya.
“Pengadaan obat harus cepat dan tepat, karena ini menyangkut nyawa manusia. Pelayanan di rumah sakit harus prioritas, tidak boleh lamban,” tegasnya.
Dalam struktur birokrasi rumah sakit, lanjut Hattu, tanggung jawab terbesar berada pada direktur rumah sakit sebagai penanggung jawab internal pengadaan. Sedangkan Dinas Kesehatan berperan sebagai pengawas teknis dan penyusun SOP.
“Kepala Dinas hanya pengawasan teknis dan penyusunan SOP. Sedangkan Bupati memiliki tanggung jawab dalam penyediaan anggaran. DPRD hanya pada fungsi pengawasan. Jadi, eksekusi ada di tangan Pemerintah Daerah,”terangnya.
Demianus Hattu meminta Pemerintah Daerah untuk tidak lepas tangan dalam menangani masalah di RSUD Masohi, mengingat rumah sakit tersebut, merupakan fasilitas milik pemerintah dengan klasifikasi tipe C.
“Pemerintah daerah harus bijak. RSUD Masohi adalah rumah sakit tipe C milik daerah. Harus ada peningkatan pelayanan yang maksimal dan disertai dengan reformasi birokrasi serta pelayanan yang prima, hingga kedepan rumah sakit ini bisa dinaikan statusnya ke type B,” katanya.
Lebih jauh, ia memberikan apresiasi kepada elemen masyarakat, LSM, dan insan pers yang terus mengawasi dan menyuarakan persoalan ini sebagai bentuk partisipasi publik yang sehat dalam tata kelola pemerintahan.
“Saya bangga dan senang, teman-teman LSM, (Lembaga Swadaya masyarakat), Paguyuban Masyarakat dan insan pers ikut mendiskusikan hutang obat ini. Ini langkah maju dalam pengawasan publik,” ujar Hattu.
Ia juga menegaskan agar jajaran pemerintah dan manajemen rumah sakit tidak alergi terhadap kritik.
Menurutnya, sikap terbuka terhadap kritik adalah cerminan dari pemerintahan yang sehat dan demokratis.
“Pemerintah tidak boleh alergi kritik, termasuk pimpinan rumah sakit. Jangan menghindar dari wartawan. Kalau alergi, itu tanda ada yang tidak beres,” ungkapnya.
Demianus menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa partisipasi masyarakat, LSM, Paguyuban Masyarakat dan media merupakan mitra penting dalam pembenahan manajemen rumah sakit dan pelayanan publik secara umum. (L05)