AMBON, LaskarMaluku.com — Pemerintah Kota Ambon kembali diperhadapkan pada tekanan fiskal serius setelah pemerintah pusat melakukan pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH), menyusul sebelumnya pemotongan dana Transfer ke Daerah. Kondisi ini berdampak langsung pada kemampuan belanja Pemerintah Kota Ambon di penghujung tahun anggaran 2025.
Hal tersebut disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Kota Ambon, Robby Sapulette, usai apel pagi di Lapangan Pattimura Park, Senin (22/12/2025).
Menurut Sapulette, DBH 21 yang semula dialokasikan pemerintah pusat kepada Pemerintah Kota Ambon sebesar Rp24 miliar, mengalami pemotongan secara tiba-tiba hingga tersisa Rp12 miliar.
“Dana Bagi Hasil 21 dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Kota Ambon awalnya sebesar Rp24 miliar. Namun pada akhir tahun ini kembali dilakukan pemotongan, sehingga yang diterima hanya Rp12 miliar,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, pemotongan tersebut sangat berdampak karena dana DBH senilai Rp24 miliar sebelumnya telah dianggarkan dan dialokasikan ke sejumlah pos belanja daerah. Dengan berkurangnya separuh dari nilai tersebut, otomatis ada belanja pemerintah yang tidak dapat direalisasikan.
“Awalnya kita sudah menganggarkan berdasarkan kesepakatan Rp24 miliar. Tapi tiba-tiba hanya diberikan Rp12 miliar. Sampai sekarang kami juga tidak mengetahui secara pasti kendalanya di mana,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Pemerintah Kota Ambon juga masih menanggung beban pembayaran gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang telah dibayarkan menggunakan APBD Kota Ambon, dengan total mencapai Rp18 miliar, namun hingga kini belum digantikan oleh pemerintah pusat.
“Selama ini kita sudah membayar gaji PPPK dengan harapan ada rembesan dana dari pusat untuk menggantinya. Tapi sampai sekarang Rp18 miliar itu juga belum dikucurkan,” jelas Sapulette.
Kondisi tersebut diperparah dengan belum disalurkannya Dana Bagi Hasil kendaraan bermotor dari Pemerintah Provinsi Maluku kepada Pemerintah Kota Ambon, yang nilainya mencapai sekitar Rp9 miliar.
“DBH kendaraan bermotor dari pemerintah provinsi ke pemerintah kota, kurang lebih Rp9 miliar, juga belum diserahkan. Jadi tinggal dihitung saja, pemotongan Rp12 miliar, ditambah Rp18 miliar gaji PPPK, dan Rp9 miliar dari Pemprov. Ini menjadi tantangan besar bagi Pemkot dalam merealisasikan belanja daerah,” terangnya.
Akibat tekanan keuangan tersebut, Sapulette mengakui bahwa bukan hanya belanja pihak ketiga yang terdampak, tetapi juga Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN Pemkot Ambon yang belum dapat dibayarkan. Bahkan, Dana Alokasi Umum (DAU) untuk Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan juga belum terealisasi sepenuhnya.
Meski demikian, Sapulette menegaskan bahwa sesuai arahan Wali Kota Ambon, Bodewin Wattimena, seluruh jajaran ASN tetap diminta untuk bertahan dan menjalankan tugas pelayanan publik secara maksimal, meskipun dalam kondisi keterbatasan anggaran.
“Kalau dana dikucurkan sesuai regulasi dan kesepakatan awal, tentu tidak ada masalah. Tapi sesuai arahan Pak Wali Kota, meskipun ada pemotongan dan keterbatasan, kita harus tetap survive dan memastikan pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan,” tandasnya.
Kondisi ini menjadi sinyal kuat perlunya perhatian serius dari pemerintah pusat dan provinsi terhadap stabilitas fiskal daerah, agar roda pemerintahan dan pelayanan publik di Kota Ambon tidak terganggu, khususnya di sektor-sektor vital yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat.(L06)


