AMBON LaskarMaluku.com – Polres Maluku Tengah sepertinya mengalihkan perhatian masyarakat dari aksi penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat terhadap warga Masihulan. Sebab akibat dari aksi tersebut, sebanyak 61 rumah warga terbakar dan seluruh isinya. Sampai sejauh ini, pemerintah Maluku Tengah belum menghitung faktor kerugian yang dialami oleh masyarakat yang terkena dampak langsung dari peristiwa tidak manusiawi itu.

Semestinya polisi melakukan penyelidikan awal terhadap permintaan tokoh masyarakat Masihulan agar pelaku penyerangan diproses hukum.

LaskarMaluku

Terkait konflik Negeri Sawai dan Masihulan, kami mewakili anak negeri Masihulan minta agar konflik yang terjadi pada hari rabu, 3 April 2025 jam 11.00 WIT, segera ada penyelesaiannya secara transparan.

Selaku Anak Negeri Masihulan dan Pemerintah Negeri serta seluruh elemen Masyarakat yang ada di Negeri, maupun yg ada diluar/tanah rantau, yang menjadi korban langsung maupun tidak langsung, mengharapkan kepada aparat penegak hukum untuk memproses para pelaku penyerangan, “punta tokoh masyarakat Masihulan, Semmy Pattisinay

Dalam sebuah pernyataan sikap masyarakat adat negeri Masihulan mendesak bapak Presiden dan wakil Presiden, bapak Kapolri, bapak Kapolda Maluku, bapak Kapolres Maluku Tengah dan bapak Kapolsek Seram Utara serta para pemangku kepentingan di daerah ini yang ada hubungannya atau yang berwenang dalam menyelesaikan perkara ini, untuk segerah menindak pihak-pihak yang terlibat dalam aksi kekerasan tersebut.

LaskarMaluku

“Segerah memeriksa dan menetapkan pelaku penyerangan dan mengadili sesuai ketentuan hukum yang berlaku, “pinta masyarakat adat Masihulan dalam pernyataan sikap mereka.

Apalagi dalam catatan masyarakat adat Masihulan pada hari Minggu tanggal 6 April 2025, penyidik Polres Maluku Tengah telah meminta keterangan dari raja Masihulan, Pemimpin jemaat/pendeta dan beberapa warga masyarakat yang menjadi korban dari aksi kekerasan dari Negeri Sawai.

Sampai sejauh ini perkembangan penyelidikan dari aparat penegak hukum mengenai permintaan masyarakat adat Masihulan belum diketahui perkembangannya.

Walau begitu, Masyarakat Adat Masihulan mengingatkan bakal menyurati bapak Presiden dan Kapolri untuk meminta pengusutan masalah ini. karena ini merupakan kejahatan kemanusiaan atau kejahatan perang,

“Ini merupakan kejahatan perang karena kekejaman terhadap orang dan harta benda berupa 61 buah rumah, yang mengakibatkan warga kehilangan tempat tinggal dan 37 buah kendaraan roda dua hangus terbakar, dan lain-lain, menjadi sebuah bukti kesahian dari sebuah kejahatan terorganisir, kata Semy

Selanjutnya kami meminta untuk Bapak Gubernur Maluku, Ketua DPRD Provinsi Maluku, Bapak Bupati Maluku Tengah dan Ketua DPRD Maluku Tengah, untuk menyelesaikan benang merah/akar persoalan yang hingga kini menjadi persoalan bukan saja dengan Negeri Masihulan tapi juga dengan Dusun Rumah Olat dan Negeri Oping yakni terkait status Perubahan Desa Menjadi Desa Adat/Negeri

Sesuai peraturan Mendagri nomor 1 tahun 2017 tentang penataan Desa, perlu saya sampaikan bahwa, Negeri Masihulan, Oping dan Dusun Rumah Olat adalah desa adat/Negeri sejak dahulu, yang mempunyai Hak keperdataan atau Hak ulayat/ petuanan terpisah dari Negeri Sawai, namun ketika Pemerintah RI mengeluarkan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, yang secara garis besar substansinya mengatur terkait sistem penyeragaman Administrasi desa maka, ketiga desa tersebut dari sisi jumlah penduduk sangat minim, untuk itu digabungkan dengan desa sawai sebagai desa induk.

Dengan demikian sesuai Permendagri Nomor 1 tahun 2017, ketiga Desa tersebut yakni, Masihulan, Oping dan Rumah Olat, harus dirubah statusnya sebagai Desa Adat/Negeri oleh Bupati Maluku Tengah, tentunya dengan persetujuan DPRD Maluku Tengah, yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.

Hal ini dapat meminimalisir konflik yang sering terjadi, karena baik Negeri Sawai maupun Masihulan, Oping dan Rumah Olat, masing-masing mengatur wilayah petuanannya sendiri-sendiri,” tutup Semmy.

Walau begitu, harapan akan keadilan dari Masyarakat adat Masihulan belum menunjukkan titik terang, kini aparat penegak hukum Polres Maluku Tengah telah menetapkan seseorang sebagai terduga pelaku penembakan dibalik tewasnya personil Polri pada peristiwa penyerangan itu.

Upaya aparat penegak hukum menangkap dan menahan RW adalah bagian dari kewenangan aparat penegak hukum. Tetapi Aparat penegakan hukum diingatkan untuk tidak menjadikan yang bersangkutan sebagai kambing hitam dari semua peristiwa kekerasan yang ditimbulkan. Pasalnya aksi pemukulan awal terhadap pemuda Ruma Holat dan seorang sopir angkot yang juga berasal dari Desa Rumaholat, hingga kini motifnya belum diungkap. Padahal berbagai laporan telah dilakukan tapi tindaklanjutnya ini yang jadi pertanyaan masyarakat adat Rumaholat.

Terkini dan menghebohkan dunia Maya, adalah aparat Kepolisian Resor Maluku Tengah menangkap terduga pelaku penembakan Aipda (Anm) Husni Abdulah, anggota Polsek Wahai saat bertugas mengamankan konflik antarkampung di Sawai, Rumaholat dan Masihulan.

Terduga pelaku berinisial RW (33) ditangkap di kediaman pribadi Desa Administratif Masihulan, Rabu (9/4/2024), sekira pukul 24.00 Wit.

Ia kemudian dibawa petugas menuju Polres Malteng guna menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

Kabar penangkapan dan foto terduga pelaku beredar di media sosial termasuk group whatsapp.

Isi laporan kriminal penangkapan dan foto terduga pelaku berlatar belakang Satreskrim Unit Resmob Polres Maluku Tengah berasal dari Ps.Kasi Propam Polres Maluku Tengah.

Pesan itu ditujukan ke Kapolda Maluku Irjen Pol Eddy Sumitro Tambunan. Pesan tersebut sebagai laporan atas upaya penangkapan terduga pelaku penembakan.

Bunyi Pesan Ps Kasi Propam Polres Maluku Tengah

Selamat Pagi Komandan, Mohon Ijin Melaporkan Pada Hari Rabu Tanggal 09 April 2025, Pukul 24.00 Wit, bertempat di kediaman terduga pelaku Penembakan Terhadap Aipda Anm. Husni Abdulah Anggota Polsek Wahai Polres Maluku Tengah, di Desa Adm Masihulan Kec Seram Utara, telah dilakukan penangkapan terhadap terduga pelaku dengan identitas Sbb :

Guna menjaga identitas terduga pelaku, isi pesan yang berisikan nama, umur, tempat dan waktu tanggal lahir, pekerjaan, agama serta alamat tempat tinggal tidak dipublis dalam tayangan berita ini.

Pesan berikutnya dari Ps Kasi Propam Polres Malteng ialah selanjutnya terduga Pelaku di Bawah ke Polres Maluku Tengah untuk diamankan dan tiba di Polres Maluku Tengah Pukul 04.04 Wit dini hari. Dan saat ini sementara terduga pelaku sedang dilakukan Pemeriksaan oleh Penyidik Sat Reskrim Polres Maluku Tengah. Demikian Komandan yang dapat dilaporkan.

Polisi Harus mengedepankan Etika Penyelidikan dan Penyidikan

Polres Malteng Melakukan Pengalihan Isu, Bocornya laporan penyelidikan Polres Malteng mendapat sorotan tajam dari legislator Pamahanunusa.

Anggota DPRD Malteng, Franky Loupatty meminta pihak kepolisian untuk mengedepankan etika penyelidikan dan penyidikan dalam mengungkap pelaku tindak pidana.

Bagaimana tidak, proses penyelidikan untuk mengungkap aktor dibalik insiden 3 April tepatnya di utara kaki gunung Manusela telah diketahui publik. Bahkan identitas terduga pelaku telah beredar luas di jagat maya.

“Kami dukung proses hukum. Hukum tidak boleh pandang bulu. Kita hidup di negara hukum, siapa yang bersalah harus dihukum sesuai ketentuan yang berlaku,” tegas Loupatty via telepon seluler, Kamis (10/4/2025), sore.

Hanya saja, eks anggota DPRD Kota Ambon itu menyesali perilaku yang dipertontonkan oknum Polres Malteng dalam proses penyelidikan dengan menyebarluaskan informasi penangkapan terduga pelaku hingga dibawa di Masohi.

“Bagi saya beredarnya laporan penangkapan tidak lain berasal dari internal Polres Malteng. Tidak mungkin laporan itu dari pihak luar,” duganya.

Bayangkan, lanjut politisi Partai Gerindra ini, insiden di Tulehu dan Tial, Polresta Ambon dan Pulau–pulau hanya mempublish jumlah saksi ke publik, tanpa mengekspose indentitas dan foto para saksi yang dimintai keterangan.

Begitupun RW. Dia ini masih disebut terduga pelaku, belum ditetapkan sebagai pelaku atau tersangka, karena harus menjalani pemeriksaan.

“Jadi dia masih berstatus saksi, yang penyidik sebut itu terduga pelaku. Bukan pelaku atau tersangka. Karena belum diperiksa. Jangan karena penangkapan itu lalu mau menggiring seolah–olah polisi sudah mendapatkan terduga pelaku,” kecamnya. (Dikutip Jejak Info).

Penyidik Polres Malteng, ingat Loupatty, harus objektif dan rasional dalam merekonstruksi suatu perbuatan tindak pidana, termasuk uji balistik insiden 3 April itu.

Untuk itu, Loupatty meminta Kapolda Maluku bersikap. Bila perlu Kapolres maupun Kasat Reskrim Malteng dicopot, karena anak buahnya diduga telah menyebarkan informasi penyelidikan.

“Transparansi dan akuntabilitas dalam penyelidikan dan penyidikan itu penting. Namun perlu diingat dalam setiap penyelidikan dan penyidikan ada SOPnya. Jangan mengekspose begitu. Korban maupun pelaku, dia dilindungi menurut hukum,” tandasnya.

Ia juga meminta aparat TNI/Polri melakukan sweeping terhadap kepemilikan senjata tabung maupun senjata api yang diduga sedang dimiliki kelompok masyarakat yang bertikai tanpa pandang bulu.

“Karena kekerasan dalam bentuk apapun tidak diizinkan negara, apalagi sampai melukai dan menghilangkan nyawa orang lain,” kuncinya. (L05)