AMBON, LaskarMaluku.com – Kasus pertikaian antara kelompok Pemuda di Wilayah Hukum Polda Maluku sepertinya tidak akan berkesudahan. Hal ini bisa dilihat sepanjang Tahun 2025 ini, tercatat lima kasus kriminal yang mengarah kepada konsentrasi massa antar kampung/desa dan atau negeri di belahan kabupaten kota di Provinsi Maluku.
Kita lihat peristiwa konsentrasi massa di kawasa Tugu Trikora, dan sepanjang daerah segregasi Pohon Pulle, setelah itu selang beberapa hari muncul lagi peristiwa perkelahian antar warga di Jazirah Leihitu, kemudian konflik bergeser ke kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), kemudian pertikaian antar pemuda di Landmark kota Langgur Kabupaten Maluku Tenggara. Belum usai penanganan kasus-kasus ini, muncul kembali lagi kasus perkelahian pemuda desa Tulehu dan pemuda Tial di hari pertama lebaran.
Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran adalah momentum istimewa bagi umat Muslim di seluruh dunia menyambut hari kemenangan itu dengan saling bersilaturahmi, saling memaafkan. Tetapi peristiwa di moment tersebut, tidak dimaknai sebagai sesuatu hari dimana menyenangkan suasana persaudaraan dan mengenangkan orang lain ketika menyambut Hari Raya Idul Fitri (Lebaran) 1446. Hijriah 2025. Malah kesan yang ditampilkan kelompok pemuda asal desa/Negeri Tulehu yang mendatangi Negeri Tial, beraksi premanisme ala Koboy dalam film laga.
Cerita singkatnya lebih dari tiga orang pemuda ini, mendatangi Negeri Tial tentu telah mempersiapkan diri dengan alat tajam. Ini berarti ada sebuah rencana, tapi rencana ini tidak memperhitungkan rugi dan untungnya.
Peristiwa Senin (31/03/25) sekira pukul 15.45 WIT itu adalah hari pertama Lebaran. Yang menjadi pertanyaan apakah ini kriminal murni atau ada unsur lainnya. Hanya kewenangan aparat keamanan untuk mengungkap motifnya.
Konflik pun berlanjut antar desa tetangga di Seram Utara, dimana puluhan rumah terbakar dan Kanit Polsek Wahai tewas saat melerai pertikaian.
Sebuah catatan kritis adalah peristiwa itu muncul ditengah kepemimpinan Kapolresta Ambon dan Pulau-pulau Lease, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Yoga Putra Prima Setya, baru merasakan jabatannya sebagai Kapolresta Ambon.
Biasanya jabatan Kapolresta Ambon berpangkat Kombes (Komisaris Besar Polisi) (tiga bunga melatih – red).
AKBP Yoga Putra Prima Setya, mendapat mutasi berdasarkan Surat Telegram Kapolri nomor ST/488/III/Kep./ 2025 hingga ST/493/KEP./2025 tertanggal 12 Maret 2025.
Surat keputusan Kapolri tersebut bersamaan dengan rotasi dan mutasi 1.255 personel, didalamnya mutasi Kapolresta Ambon, Kombes Dryono Andri Ibrahim, S.H., S.I.K bersama lima (5) Kapolres di lima kabupaten di provinsi Maluku.
AKBP Yoga Putra Prima Setya sebelumnya menjabat sebagai Kasubbag Wasdallat Bagian Binlat Ditbintariat Akpol.
Masyarakat Maluku umumnya dan warga kota Ambon khususnya, tentu masih teringat dengan berbagai peristiwa kekerasan yang silih berganti dari satu tempat ke tempat tertentu, seakan tidak pernah berhenti. Masyarakat Maluku Umumnya diperlihatkan dengan berbagai peristiwa kekerasan tersebut, para pemimpin di daerah ini tentu dan sudah pasti direpotkan dengan aksi-aksi rentetan tersebut.
Dalam catatan media ini, pasca pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur Maluku terpilih, Hendrik Lewerissa SH LLM dan Abdul Vanath, S.Sos, diperhadapkan dengan bentrokan nyaris pecah antara dua kelompok pemuda yang berkonsentrasi sekitar Tugu Trikora, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon sekira pukul 01.30 WIT, Minggu, (12/01/2025) dinihari.
Peristiwa ini lokasinya tidak jauh dari Polresta Ambon, dan kebanyakan masyarakat mendesak agar Kapolresta dan Kapolda Maluku diganti.
Kini peristiwa kekerasan muncul di hari raya Idul Fitri 1446 Hijriah tepatnya hari raya lebaran pertama dimana lebih dari tiga pemuda Tulehu menyiapkan diri dengan alat tajam menyerang pemuda Tial ketika disapa atau ditegur saat melintasi negeri Tial guna dua kenderaan bermotor. Penyebab pasti sampai saat ini dalam proses penyelidikan aparat keamanan Polresta Ambon.
Apakah permintaan serupa bisa dikenakan kepada Kapolda Maluku, saat ini atau terus dipertahankan hingga memasuki pensiun yang tinggal beberapa bulan lagi.
Walau begitu, sebagai masyarakat kita perlu amati pola-pola pergeseran konflik ini, dan para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda harus menjadi pelopor pembawa perdamaian agar provinsi Maluku harus aman dan damai.
Kita belajar dari pengalaman pahit sebelumnya. Sejarah ini harus diceritakan kepada generasi muda yang tidak mengalaminya agar tau betul pedihnya penderitaan masyarakat Maluku saat konflik tersebut, kita himbau agar masyarakat tidak mudah dihasut dan atau terprovokasi.
Sementara itu, Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa SH LLM menegaskan, apabila masalah pribadi jangan melibatkan pihak lain. Dan membiarkan aparat penegak hukum yang akan menempuh proses hukum selanjutnya.
Penegasan gubernur Maluku tersebut, setelah menyikapi kondisi chaos yang terjadi di hari pertama Lebaran di Negeri Tial Senin 31 Maret 2025.
Menurutnya, penting bagi masyarakat untuk ikut menjaga perdamaian, agar apa yang dicita-citakan bersama dapat diwujudkan.
“Percuma kita membangun gedung-gedung bermegah, kalau masyarakat kita tidak membangun persatuan dan kesatuan dalam masyarakat, sebab semuanya akan musnah dalam sekejap ketika kita tidak mampu menjaga perdamaian hakiki, “ingat Hendrik Lewerissa, SH, LL.M. sumber Siwalima.com.
Gubernur Hendrik berharap agar di moment Lebaran ini, semua elemen masyarakat diminta untuk merawat dan memelihara perdamaian untuk Maluku yang lebih baik. (Andi Sagat)