AMBON, LaskarMaluku.com – Komisi I DPRD Provinsi Maluku menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama tokoh adat Buru, guna membahas dan menyampaikan aspirasi mereka kepada komisi I DPRD, terkait polemik atas lahan yang menjadi hak ulayat masyarakat adat setempat di tambang Gunung Botak Kabupaten Buru-Maluku.

Dalam pertemuan itu, para tokoh adat ini juga menyampaikan bahwa mereka mendukung program pemerintah terkait Gunung Botak.

Tokoh-tokoh adat selaku ahli waris dari tiga mata rumah atau Soa yang hadir dalam pertemuan tersebut, diantaranya Ahli waris Nurlatu, Wael dan Besan.

Pertemuan yang berlansung tertutup itu juga dihadiri Dinas terkait, di lantai 2 ruang rapat paripurna DPRD Maluku, Rabu (30/7/2025).

Ketua Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Solichin Buton, S.H, mengatakan terkait dengan pertemuan hari in, kita mengundang pihak-pihak dari ahli waris, kemudian dari pemerintah kabupaten buruh yang diwakili oleh lingkungan hidup, dan asisten I Setda Maluku, kepala dinas SDM dan koperasi Provinsi Maluku.

“Kita sudah mendengarkan masukan dari pemangku adat, yaitu ahli waris dari buru, kemudian kita sudah dengarkan sesama-sama, pada prinsipnya mereka mendukung program pemerintah provinsi,” ujar Solichin, kepada wartawan, usai memimpin rapat.

Dijelaskan, untuk penutupan rumputan, tapi kemudian mereka minta untuk juga mereka dilibatkan dalam proses perjanjian koperasi.

Dalam perkembangannya ternyata yang hadir itu kan hanya dari ahli waris, koperasi tidak hadir. Lalu dari Bapak Raja Kayeli juga tidak hadir, dari Bapak Inggris Lombaman tidak hadir, Pak Seder tidak hadir, dan Bapak Bupati tidak hadir. Karena itu rapatnya diskor sampai dengan ada usulan undangan berikutnya.

“Kenapa rapat kita skor, Karena kita berkeinginan Komisi 1 supaya kita bahas ini secara bersama-sama,” jelasnya.

Menurut Solicin, ada pemangku adat kita undang, ada pemerintah buru kita undang, ada pemerintah provinsi kita undang. Supaya kita diskusi bersama-sama, supaya Gunung Botak itu dikelola dengan baik.
“Kan sudah 13 tahun ini kan tidak ada undang-undang. Kalau mereka hadir semua kita diskusi dengan baik, dan ada keputusan-keputusannya kan kita bahas secara bersama-sama,” ujarnya.

Lanjut Solichin, rapat akan dilanjutkan minggu depan, karena bicara gunung botok ini kan rumit dan masalahnya banyak, kita tidak bisa memanggil dari satu pihak.

“Jadi kita harus memanggil dari semua pihak, baik dari pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah Kabupaten Buru dan dari ahli waris, kita diskusi sama-sama. Kalau kita tinggal dari satu pihak ini kan nanti yang korban adalah masyarakat buru,” tegas Solichin.

Sementara itu, Ketua Koperasi WT Belawan Mandiri, yang juga mewakili tokoh adat, Javan Nurlattu, secara tegas mengatakan, dirinya meminta agar semua pihak hadir dalam pertemuan DPRD bersama-sama dengan tokoh adat selaku ahli waris, guna membahas persoalan lahan di gunung Botak.

Dijelaskan, pemilik salah satu adalah Pak Robot Nurlattu, kemudian satu adalah Pak Hinolong Baman, yang karena beliau sakit jadi diwakilkan oleh anaknya, dan kemudian Raja Keyeli yang diwakili oleh adiknya.

“Jadi yang datang ini semua asli, turun langsung ya, mewakili tapi anaknya dari Bapak Hinolong,
kemudian Pak Robot sendiri hadir, dan Pak Raja itu dihadiri oleh adiknya,” ujar Nurlattu.

Dikatakan, Hari ini pertemuan bahwa kita tetap menunggu, karena sesuai dengan pertimbangan teman-teman DPR Provinsi, bahwa harus dihadiri oleh Sekda Provinsi, kemudian Bupati Buru, Wakil Bupati Buru, kemudian Raja dan juga Bapak Hinolong, mereka harus hadir.

Dan kemudian 10 koperasi yang diundang tapi mereka tidak hadir hari ini. Artinya bahwa undangan DPR itu mereka tidak hargai. Nah, oleh karena itu kita pressure kepada pimpinan komisi bahwa semua elemen yang bertanggung jawab itu harus hadir semua.

“Jadi, kapan nanti DPR Provinsi mengundang kita lagi, akan kita tunggu waktunya. Tapi otomatis 10 koperasi yang sudah pegang IPR mereka harus hadir. Kemudian Pak Bupati juga kita sudah konfirmasi, beliau nanti akan siap hadir,” jelas Nurlattu.

Dikatakan, Dan kemudian pemilik lahan, kalau memang Bapak Hinolong karena beliau sudah tua, anaknya yang langsung hadir. Kemudian Pak Robert juga bersedia dan nanti Pak Raja juga akan siap hadir.

Jadi, hari ini belum ada keputusan apa-apa, kita sudah sampaikan semua apa yang menjadi problem.
disana, di sekitar Gunung Botak. Tapi kesimpulan bahwa kita akan menunggu, karena semua harus dihadiri oleh petinggi.

“Jadi, sekali lagi kita sampaikan kepada publik bahwa kami tidak sama sekali menghadang pemerintah provinsi soal legalitas di atas, kami tidak hadang. Yang kami minta hargai hak kami supaya semua keadilan akan berjalan di sana. Semua terakomodir, semua barang akan bisa beres di sana. Selama tidak terakomodir, tidak akan bisa selesai,” tegasnya.

Lanjut Nurlattu, kemudian kita akan bicarakan dengan koperasi yang belum terakomodir. Jadi semua elemen harus masuk, terlibat di dalam secara hukum, maka semua akan bisa berjalan dengan baik. Tapi selama satu pun elemen yang masih tertinggal, itu tidak bisa akan selesai

“Kita orang buru tidak alergi dengan investasi. Bukan saja gunung botak, panas bumi sudah berjalan, kita patut, kita bantu pemerintah pusat,” pungkasnya.

Nurlattu menambahkan, kemudian waduk yang menjadi program strategis nasional, kita selesai, bantu sampai selesai.
Bukan kita alergi dengan pemerintah pusat.

“Jadi jangan dipersepsi bahwa kita tolak dengan program pemerintah itu tdak. Semua program strategis nasional berjalan di sana di Pulau Buru, mulai dari sutek yang menjadi program nasional, kemudian panas bumi sudah jalan,” jelas Nurlattu.

Ketua Koperasi WT Belawan Mandiri ini juga menyatakan, kemudian waduk menjadi program strategis nasional, Pak Presiden, sudah jalan semua.
Jadi kita tidak alergi dengan program nasional. Apalagi dengan kebijakan gubernur, kita tidak alergi.

“Ya ini terkait 10 koperasi yang sudah dapat IPR tapi lahannya itu mereka belum pernah mendapat legalitas. Oleh karena itu tadi kita sudah sampaikan, selama tidak mendapat pengesahan dari tiga komponen ini, mereka jangan mimpi masuk di sana,” tandasnya.

Lebih lanjut, kata Nurlattu, jadi kemudian jangan ada benturkan masyarakat adat, pemilik lahan dengan pemerintah. (L04)