Oleh: Christian A. D. Rettob, SH.,MH – SEKJEND PP PMKRI PMKRI 2022-2024
Kehadiran Koperasi di Indonesia bukan merupakan suatu kebetulan, melainkan gagasan besar founding fathers untuk merumuskan arah kebijakan pembangunan nasional termasuk peraturan perundang-undangan di sektor ekonomi. Secara filosofis, Koperasi bukan sekadar pelengkap sektoral, tetapi menjadi pilar perekonomian nasional selain Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Struktur dan wewenang pemerintah dalam menakar kegiatan perekonomian juga harus selaras dengan amanat UUD 1945 dan Pancasila.
Sistem ekonomi di Indonesia bukan bersifat kapitalistik, maka setiap kebijakan yang dirumuskan harus berorientasi pada kemakmuran rakyat (populistik). Menilik data Kementerian Koperasi dan UKM selama periode 2019-2024, dari 127.000 koperasi yang terdaftar, sekitar 82.000 tidak lagi aktif dan kini bubar. Koperasi yang aktif, hanya sekitar 30% yang sungguh-sungguh bergerak secara produktif. Hal ini sangat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap Koperasi Indonesia, sebab sistem yang lemah akan membuat Koperasi sedikit kehilangan arah untuk bertumbuh secara mandiri.
Visi Indonesia Emas 2045 dan prospek pembangunan nasional membutuhkan variabel pendukung. Salah satunya adalah aspek ekonomi rakyat. Pembangunan nasional diatur dalam UU No. 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2025-2045. Oleh karena sasaran pembangunan nasional adalah pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, Gross National Income (GNI) setara negara maju, penurunan angka kemiskinan, peningkatan sumber daya manusia, pertumbuhan ekonomi sebesar 7% per tahun, dengan PDB sebesar US$ 9,8 triliun, maka dibutuhkan penataan kebijakan dan lebih demokratis.
Visi yang Sama
Dalam pemikiran Bung Hatta, koperasi memiliki peran strategis dalam membangun ekonomi rakyat. Idealisme koperasi dimaknai sebagai usaha bersama yang berdasar pada asas kekeluargaan. Di era kontemporer, pendekatan setiap kebijakan haruslah kontekstual. Koperasi harus menjadi kekuatan sipil yang mampu mengatasi krisis dan mendukung ekonomi rakyat secara kolektif, bukan hanya berdagang.
Budi Arie memiliki tanggung jawab sosial di bidang Koperasi dan UKM. Selain membantu Presiden Prabowo dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, kehadiran Budi Arie sebagai Menteri Koperasi dan UKM cukup memberi terobosan dalam menjawab ketimpangan sosio-ekonomi Indonesia. Berfokus pada program strategis seperti pengembangan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, dan berupaya meningkatkan peran perempuan dalam gerakan Koperasi adalah bagian dari gagasan Bung Hatta sejak lama.
Budi Arie dan Bung Hatta merupakan tokoh sentral dalam pembangunan ekonomi rakyat Indonesia. Memiliki peran yang sama untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui kebijakan yang benar-benar demokratis. Ibarat dua sisi kepingan logam, pemikiran Budi Arie dan Bung Hatta tidaklah terpisah. Meski lahir di era yang berbeda, namun bangsa ini bisa melihat betapa mereka memiliki hubungan secara visioner.
Koperasi Merah Putih adalah Solusi
Di tengah arus geopolitik, keadaan efisiensi anggaran, dan ketimpangan distribusi pangan telah menciptakan penetrasi sosial yang tidak biasa bagi rakyat kelas menengah. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa angka pengangguran Indonesia di tahun 2024 mencapai lebih dari 7 juta jiwa. Sisanya berada dalam kategori pekerja tanpa jaminan sosial. Dengan data ini, pemerintah akan menjadi agregator pemulihan sosial-ekonomi yang berbasis komunitas lokal.
Seiring dengan Asta Cita, Kebijakan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih diharapkan untuk bergerak seirama. Seknario pembangunan bukan lagi dilakukan secara top down (sentralistik), melainkan dari desa, untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan secara bottom up. Inpres No. 9 Tahun 2025 adalah pelaksanaan dari UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang merupakan dasar pembentukan Koperasi Merah Desa/Kelurahan Putih. Diharapkan Menjadi kekuatan sosial yang mampu mengatasi ketimpangan ekonomi, bukan hanya berdagang.
Target 80.000 badan Koperasi yang mengemas tujuh jenis gerai seperti apotek, klinik, simpan pinjam, kantor koperasi, pengadaan sembako, pergudangan (cold storage), dan logistik, dibiayai melalui APBN dan APBD. Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih tentu dapat mengelola ekonomi lokal secara profesional. Meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan mewujudkan desa mandiri dan berdaya saing.
Semangat Demokrasi Ekonomi
Pengejawantahan cita luhur Koperasi yang demokratis telah diatur dalam Pasal 33 UUD 1945. Bahwa perekonomian nasional harus mengedepankan kebersamaan, persatuan, dan gotong royong. Negara wajib berperan dalam mengendalikan sektor-sektor strategis dan kekayaan sumber daya alam. Menekankan pentingnya demokrasi ekonomi, dimana semua pihak terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
Selain interpretasi UUD 1945 dan UU No. 25 Tahun 1992, TAP MPR No. XVI/MPR/1998 juga mempertegas semangat demokrasi ekonomi. Paham Demokrasi ekonomi merupakan manifesto dari konsep besar Ekonomi Pancasila. Memberi ruang kepada rakyat untuk mengambil peran dalam pembangunan nasional. Menentang dominasi kapital yang merenggut sumber daya alam dan memberi kedaulatan ekonomi rakyat secara kolektif. Semangat ini berorientasi pada pemulihan struktur ekonomi, dengan mengembangkan usaha kecil dan menengah.
Sejak kemerdekaan Indonesia, UUD 1945 merupakan dasar kebijakan yang merubah sistem ekonomi kolonial yang begitu individualis menjadi sistem nasional yang demokratis. Menyatakan bahwa bentuk usaha yang paling sesuai dengan semangat demokrasi ekonomi adalah dibentuknya Koperasi. Persis pemikiran Bung Hatta, “Kita membangun koperasi supaya koperasi membangun kemakmuran rakyat, mendidik dan memperkuat demokrasi sebagai cita-cita bangsa.” (*)