AMBON, LaskarMaluku.com – Permasalahan pembayaran hak-hak dokter spesialis dan tenaga kesehatan yang belum dibayarkan oleh manajemen RSUD dr Haulussy Ambon sangat tergantung dari niat baik Gubernur Maluku Murad Ismail.
Hal ini didasarkan pada pembahasan di tataran DPRD Maluku hingga pada proses pendekatan yang telah dilakukan oleh Sekda Maluku Sadali Ie sudah tuntas, tinggal bagaimana kebijakan terakhir terdapat pada kemauan baik saudara Gubernur Maluku.
Demikian dikemukakan, Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Samson Atapari, SH, setelah mencermati dinamika aksi boikot yang dilancarkan para dokter spesialis dan tenaga kesehatan di RSUD dr Haulussy Ambon yang berlangsung hingga tiga pekan terakhir.
Menurut Atapary, pembahasan masalah nakes ini, sekarang yang lagi disoroti adalah tenaga kesehatan telah dibahas tuntas di tingkat komisi, hingga pada pembahasan pimpinan yang intinya meminta kepada Sekda Maluku dan manajemen RSUD dr Haulussy agar segera membayar hak-hak para dokter spesialis dan tenaga Nakes.
Bahkan pada saat pembahasan di tingkat Badan Anggaran (Banggar) Sekda Maluku berjanji untuk segera merealisasikan hak-hak tersebut.
Tapi sayangnya janji dan perintah Sekda Maluku tidak berarti dihadapan Direktur RSUD Haulussy, dokter Nazaruddin.
“Jadi di level di bawah Gubernur itu semua sudah pada tuntas. Pertanyaannya, persoalan ini oleh Sekda sudah dilaporkan kepada pak Gubernur atau belum, padahal pak Sekda juga sudah melakukan pertemuan atau tatap muka dengan Direktur RSUD dr Haulussy dr. Nazarudin 3 pekan lalu terkait dengan pembayaran hak-hak tenaga Kesehatan, hanya saja pembicaraan tersebut sampai sejauh ini belum terealisasi.
“Jadi satu satunya masalah hak Nakes ini bisa teratasi baik dari sisi manajemen maupun hak Nakes ini tergantung dari saudara Gubernur,” kata anggota DPRD Maluku Samson Atapary kepada awak media kantor DPRD Maluku, Selasa (22/8/2023) siang setelah menyikapi aksi mogok yang dilakukan oleh para dokter spesialis dan tenaga kesehatan kurang lebih 500 orang.
Aksi mogok ini, dilakukan semata-mata hanya meminta dan mendesak kepada manajemen rumah sakit untuk segera membayar hak-hak Nakes yang tertunda selama 4 tahun dari dana Rp 19 milyar, yakni dari tahun 2020 sampai 2023.
Menurut Atapary, apabila Gubernur sudah mendengarkan laporan tentang hal ini semestinya sudah harus diambil Langkah-langkah kalau memangnya direktur sudah tidak cakap lagi untuk menahkodai RSUD dr Haulussy dalam rangka mengembangkan manajemen, maka mestinya Gubernur sudah harus membinasakan dokter Nasaruddin dari tampuk pimpinan manajemen.
“Kemarin di Banggar saya meminta kepada Sekda Maluku, tidak ada alasan apapun untuk bilang tidak ada uang, karena kesalahan ini bukan terdapat pada dokter spesialis dan tenaga Nakes melainkan kesalahanya ada pada manajemen rumah sakit dan kebijakan sang Direktur,”tegasnya seraya menambahkan, mengharapkan Sekda sudah tidak bisa jadi semua tergantung niat baik Gubernur Maluku.
Menjawab wartawan soal adanya rekomendasi dari DPRD Maluku untuk aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan terhadap dugaan penyalahgunaan ketidaknormalan dana Nakes ini, Atapary mengatakan, baik pihak Polda Maluku maupun Kejaksaan sudah pasti mengikutinya dari publikasi media.
Dia kemudian mencontohkan kasus dana kwarda Pramuka Maluku yang kini menjadi perhatian serius aparat penegak hukum.
Dana Rp 19 M ini merupakan hak tenaga kesehatan dari tahun 2020 sampai 2023. Terdiri dari jasa pelayanan BPJS dari tahun 2020. Jasa pasien umum sejak tahun 2021. Jasa Covid 19 tahun 2022 dengan total Rp 19 M.
Sementara itu, anggota DPRD Maluku, Richard Rahakbauw, SH menduga kalau telah terjadi dugaan penyalahgunaan kekuasaan.
Untuk dirinya meminta kepada aparat penegak hukum supaya mengambil langkah-langkah penyelidikan dan penyidikan terhadap manajemen RSUD dr Haulussy Ambon. (L05)