AMBON, LaskarMaluku.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Maluku sampai saat ini telah menerima laporan dan temuan sebanyak 148 dengan rincian laporan sebanyak 124 laporaan dan temuan sebanyak 23 laporan.
Hal ini disampaikan Kordiv Penanganan Pelanggaran Data dan Informasi Bawaslu Maluku, Astuti Usman. MH kepada media ini, Sabtu (7/12/2024).
Dirinya merincikan, dalam prosesnya terhadap laporan dan temuan yang diregister sebanyak 63 dengan rincian laporan yang diregister sebanyak 40 dan temuan yang diregister berjumlah 23 dengan penyebarannya di 11 kabupaten/kota.
“Dalam proses selanjutnya perlu kami sampaikan bahwa dari pembahasan yang dilakukan, maka laporan yang telah di registrasi sebanyak 63 tersebut pelanggaran berjumlah 29. Bukan pelanggaran 34 dan kasus pidana 11 dan yang dilanjutkan ke pembahasan kedua sebanyak 6 kasus. Pembahasan ketiga sebanyak 4 kasus,”jelasnya.
Usman menambahkan, pelanggaran ASN ada 4 dan Pelanggaran administrasi sebanyak 17 kasus. Pelanggaran hukum lainnya 4 kasus dan kode etik sebanyak 4 kasus.
“Bahwa sampai pada saat ini dibeberapa kabupaten/kota masih melakukan penanganan pelanggaran,”ungkapnya.
Astuti Usman menjelaskan, pelanggaran pemilihan adalah suatu tindakan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait pemilu dan pemilihan. Bahwa Pelanggaran pemilihan dapat berasal dari temuan atau laporan.
“Temuan pelanggaran pemilihan merupakan hasil pengawasan aktif dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu,”tandasnya.
Selain berdasarkan temuan Bawaslu, sambung Tuti, laporan pelanggaran pemilihan bisa langsung dilaporkan oleh Warga Negara Indonesia yang sudah mempunyai hak pilih, peserta pemilu, dan pemantau pemilu kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, dan/atau Pengawas TPS.
“Laporan pelanggaran pemilihan disampaikan secara tertulis dan paling sedikit memuat nama dan alamat pelapor, pihak terlapor, waktu, tempat kejadian perkara dan uraian kejadian. Laporan pelanggaran pemilihan disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui terjadinya dugaan adanya pelanggaran pemilihan,”jelasnya lagi.
Masih menurut Astuti Usman, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, terdapat 3 (tiga) jenis pelanggaran pemilihan, yaitu pelanggaran kode etik, pelanggaran administratif dan tindak pidana pemiliu. Pelanggaran kode etik adalah pelanggaran etika penyelenggara pemilu terhadap sumpah dan janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu.
Pelanggaran kode etik ditangani oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan putusannya berupa sanksi teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian tetap atau rehabilitasi.
Pelanggaran administratif adalah pelanggaran terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan tahapan pemilihan.
Pelanggaran administratif pemilihan ditangani oleh Bawaslu Provinsi dan putusannya berupa perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme sesuai peraturan perundang-undangan, teguran tertulis, tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam penyelenggaraan pemilihan atau sanksi administratif lainnya sesuai undang-undang pemilihan.
Pelanggaran tindak pidana pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dalam undang-undang pemilu serta undang-undang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
“Tindak pidana pemilu ditangani oleh Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan yang tergabung dalam forum/lembaga Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Perkara tindak pidana pemilu diputus oleh pengadilan negeri, dan putusan ini dapat diajukan banding kepada pengadilan tinggi. Putusan pengadilan tinggi adalah putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain,”tutup Astuti Usman. (L02)