Share
S. Ranbalak SH.MHum
LASKAR – Kepala Bagian Hukum Sekretariat Pemda Kepulauan Tanimbar, S. Ranbalak SH.MHum, mengingatkan siapa pun tidak boleh berupaya mengintervensi kewenangan aparat penegak hukum dalam hal ini pihak penyidik dalam penanganan kasus terdakwa Soni Hendra Ratissa. 
Penegasan ini disampaikan S. Ranbalak, SH.M.Hum dalam keterangan pers yang digelar, Senin (13/07/2020) di Saumlaki menanggapi sikap reaksioner dari pihak terdakwa seolah-olah sebagai seorang korban yang butuh dikasihani atas perbuatannya sendiri.
“Kami perlu tegaskan bahwa sejujurnya Bupati Kepulauan Tanimbar justru sebagai korban dari tuduhan dan pembunuhan karakter yang dilakukan oleh terdakwa,” tegasnya.
Menurut Ranbalak, kuasa hukum maupun pun Soni Ratissa sendiri tidak perlu berupaya membangun opini liar dengan penafsiran sesuka hati bertendensi fait accomply terhadap kewenangan masing-masing lembaga dalam konsep trias politika yaitu sebagai lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. 
Kerja-kerja profesional daari para penyidik itu, tidak bisa diberi penafsiran-penafsiran pribadi. 
“Kan aparat penegak hukum punya kewenangan, sehingga penafsiran-penafsiran pribadi yang disampaikan atas proses sejak penyelidikan, penyidikan sampai pada penuntutan itu dalam koridor hukum. Kami dari pihak eksekutif tidak mempunyai hak membuat penafsiran dan mengintervensi persoalan itu. Sebab ada kewenangan-kewenangan dalam konsep trias politika sudah given atau terberikan,” tegasnya.
Ranbalak menguraikan, ada kewenangan yang diberikan kepada pihak yudikatif untuk penegakkan hukum, ada kewenangan yang diberikan kepada eksekutif sebagai pelaksana Undang-Undang dan ada kewenangan yang diberikan kepada pembuat Undang-Undang yaitu legislatif dalam hal ini parlemen.
“Masing-masing lembaga ini terberikan dengan kewenangannya yaitu pihak penegakkan hukum berikut ada eksekutif dan pemerintah dalam sinergitas pembuatan dan pelaksanaan Undan-Undang. Tiga lembaga ini tidak boleh di-fait accomply ikut maunya kita dengan tendensi tertentu,” kata Ranbalak mengingatkan. 
Dijelaskan, terhadap persoalan hukum yang sementara dijalani terdakwa Sony Hendra Ratissa pihaknya tidak punya kewenangan untuk menjawab atau menjustifikasi bahwa itu adalah permainan si A B dan C.
“Tetapi oleh penyidik sebagai penegak hukum dan jaksa sebagai penuntut umum sudah melalui tahapan-tahapan baik itu di tingkat pemeriksaan saksi maupun sampai ke fakta-fakta persidangan,” ungkapnya.
Masih menurut Ranbalak, soal materi fitnahan juga oleh jaksa ada unsur yang terpenuhi di situ sehingga semua diserahkan kepada proses hukum dan pihaknya tidak punya kewenangan intervensi apalagi mengatur hakim untuk A B dan C. 
Itu artinya, sebagai korban, Pak Bupati sepenuhnya menyerahkan kepada proses hukum yang sementara berlangsung,” kata Ranbalak.
Mengenai hak imunitas, di samping hak imunitas yang dimiliki anggota DPRD tetapi juga ada hak Undang-Undang yang lain dalam hal ini Undang-Undang Pidana, sehingga tidak serta merta sebagai jawaban yang bersangkutan punya kekebalan hukum.
“Tidak bisa terjadi benturan antara Undang-Undang Pidana dengan hak imunitas anggota DPRD. Perlu dipahami ini negara hukum jadi tidak boleh terjadi disharmonisasi antara Undang-Undang MD3 dengan Undang-Undang Pidana. Jadi pada prinsipnya, oleh pihak penyidik sudah memenuhi unsur,” ujarnya.
Dia mencontohkan, bola lampu jika ada satu elemen putus otomatis lampu tidak menyala karena salah satu unsurnya tidak terpenuhi, tetapi kalau semua unsur terpenuhi maka bola lampu itu pasti menyala.
Demikian pun ujar Ranbalak, dalam setiap kasus, ketika aparat penegak melihat dan menemukan ada unsurnya terpenuhi maka mereka akan memproses sesuai mekanisme dan hukum acara yang ada di Indonesia.
Persoalan pencemaraan, penistaan dan sebagainya itu persoalan pidana, persoalan hukum publik berhadapan dengan negara karena memberikan ketidaknyamanan terhadap orang per orang. 
“Jadi pertanggunggungjawabanya juga personal bukan kolektifitas bukan komunal tetapi ada pertanggjungjawaban personal atau pertanggungjawaban pribadi terhadap rambu-rambu yang sudah ditetapkan oleh Negara,” urainya.
Lebih lanjut Ranbalak menegaskan, Bupati Petrus Fatlolon, sangat transparan dan menerima kritikan semua pihak sepanjang tidak melanggar, menyerang pribadi atau memfitnah.
Sebagai pejabat publik, tegasnya, ada rambu-rambu yang harus ditaati bersama bahwa dalam memberikan pernyataan-pernyataan baik secara pribadi kepada publik maupun secara kelembagaan seluruhnya sudah diatur. 
“Ada aturan sebagai rambu yang mestinya dipahami dan tidak boleh melanggar. Tidak serta merta ada kewenangan yang diberikan Undang-Undang lalu kita overlapping. Sepanjang ini saya menilai terdakwa selama aktif sebagai anggota legislatif maupun sudah tidak aktif lagi, tidak pernah memberikan kesejukan dalam pikiran maupun pernyataan yang diberikan kepada publik,”sesalnya.
Untuk itu, berkaca dari proses yang sedang berjalan ini, kepada semua pihak ini negara hukum, sehingga ketika memberikan pernyataan di luar aturan mohon maaf pihaknya pasti dan siap akan maju membela, dalam kapasitas sebagai Kepala Bagian Hukum Setda KKT, demi menjaga wibawa dan marwah pemerintah daerah. (L03)