Share

AMBON, LaskarMaluku.com – Keputusan Gubernur Maluku Murad Ismail nomor 576 tahun 2023 tertanggal 3 Agustus 2023 tentang penjatuhan hukuman disiplin pembebasan dari jabatan pimpinan tinggi pratama atas nama DR Muhamat Marasabessy, SP, ST, M.Tech, merupakan suatu tindakan penyalahgunaan kekuasaan.

Pasalnya, keputusan Gubernur tersebut tidak memenuhi aspek keabsahan tindakan pemerintahan baik wewenang, prosedur, subtansi maupun asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Lantaran itu, merasa diperlakukan tidak adil, Muhamat Marasabessy melayangkan surat kepada Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), terkait pencopotan dirinya dari Kadis PUPR Provinsi Maluku yang dilakukan oleh Gubernur Maluku, Murad Ismail.

Penjabat Bupati Maluku Tengah ini, juga meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) membatalkan Surat Keputusan (SK) pencopotan dirinya, karena tidak sesuai aturan main, bahkan dirinya belum pernah diperiksa tim Penegak Disiplin ASN terkait dugaan Nomor Induk Pegawai (NIP) sebelum dijatuhi sanksi.

Demikian surat Muhamat Marasabessy tertanggal 12 Agustus 2023 yang ditujukan kepada Ketua KASN perihal pengaduan atas tindakan penyalahgunaan kekuasaan Gubernur Maluku, dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tertanggal 12 Agustus 2023 sebagaimana diterima media ini, Jumat (18/8/2023).

“Bahwa melalui surat ini saya mengadukan atau melaporkan atas tindakan Gubernur Maluku, dengan ditetapkan dan diterbitkan SK Gubernur Maluku, 576 Tahun 2023 Tentang Penjatuhan Hukuman Disiplin dari jabatan pimpinan tinggi pratama MM, 3 Agustus 2023, tanpa melalui prosedur dan mekanisme sesuai ketentuan manajemen ASN,”tulis Marasabessy dalam suratnya.

BACA JUGA:  DPD FPPI Maluku Bangun Sinergitas Dengan Dekranasda Maluku

Diketahui, 22 April 2020 lalu, Gubernur Maluku, telah melantik dan mengangkat dirinya sebagai Kadis PUPR Provinsi Maluku, esalon II.a, berdasarkan SK Gubernur Maluku, sebagai Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan tinggi pratama Nomor 203 Tahun 2020 pada 22 April 2020.

“Bahwa sesuai SK Mendagri Nomor 231.81.5271 Tahun 2022, pada 8 September 2022, Bapak Mendagri mengangkat Penjabat Bupati Malteng pada posisi jabatan struktural Kepala Dinas PUPR Provinsi Maluku dan dilantik Gubernur Maluku di lantai 7 Kantor Gubernur Maluku,” jelas Marasabessy.

Dirinya menuliskan, bahwa sebagai ASN, dirinya tidak dapat atau menerima begitu saja SK yang diterbitkan Gubernur Maluku, sebagai atasannya, sebab keputusan tersebut tidak memenuhi aspek keabsahan tindakan pemerintahan baik wewenang, prosedur, subtansi maupun asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Apalagi selama ini Mat sapaan akrab Marasabessy mengakui dalam suratnya bahwa tidak pernah dipanggil untuk diperiksa oleh tim penegakan disiplin ASN Pemprov Maluku, sebagaimana konsiderans menimbang sebagaimana huruf b SK Gubernur Maluku Nomor 576 Tahun 2023 tentang penjatuhan hukuman disiplin pembebasan dari tugas pejabat tinggi pratama kepadanya.

BACA JUGA:  Maluku Juara Harapan di Dua Kategori Lomba Masak Ikan

Selanjutnya, Mat mengatakan, berdasarkan surat usulan pergantian Pj Bupati Malteng, Nomor 100. 14/2030, 7 Agustus 2023, menyatakan melalui poin ke empat bahwa tim Penegak Disiplin ASN Provinsi Maluku, telah memeriksa dirinya dalam dugaan melakukan pelanggaran penggunaan NIP palsu sejak yang bersangkutan menduduki Kadis PUPR Provinsi Maluku, adalah keliru.

“Selama ini, saya tidak pernah diperiksa tim Penegak Disiplin ASN Provinsi Maluku, serta dipanggil untuk dilakukan pembinaan kepegawaian oleh Gubernur maupun Sekda Maluku mengenai isi surat salinan dari Badan Kepegawaian Negara tentang penetapan NIP atas nama Muhamat Marasabessy,”kesalnya.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, berdasarkan Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pj Gubernur, Bupati dan Walikota, dijelaskan bahwa ASN yang diangkat sebagai Pj Bupati dan Walikota, jabatan tinggi pratama, kecuali, apabila a, menindaklanjuti hasil evaluasi Menteri berdasarkan kinerja Pj Bupati. b, ditetapkan sebagai tersangka perkara pidana. c, memasuki batas usia pensiun. d, menderita sakit yang mengakibatkan fisik atau mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang. e, mengundurkan diri. f, tidak diketahui keberadaannya yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepolisian atau pejabat yang berwenang dan atau. g, meninggal dunia.

BACA JUGA:  Pramuka Kwartir Kota Ambon Gelar Bersih-Bersih Kota

Dijelaskan, mestinya sebelum penjatuhan hukuman disiplin harus ada pemeriksaan terhadap terperiksa selaku orang yang diduga melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dan harus dibuat berita acara pemeriksaan.

“Sehingga berdasarkan konsiderans menimbang huruf b sebagaimana disebutkan diatas tidak pernah dilakukan, sehingga keputusan itu cacat yuridis, dalam hal ini tidak memenuhi aspek prosedur maupun subtansi juga asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagai aspek keabsahan tindakan pemerintahan. Saya diperlakukan sangat tidak adil oleh atasan saya dalam hal ini Gubernur Maluku,”tandasnya.

Tak hanya disitu, dia juga menilai, apa yang dilakukan Gubernur Maluku, menjadi citra buruk dan mencederai kebijakan pengangkatan Pj Kepala Daerah dalam mengisi kekosongan jabatan kepala daerah pada, masa transisi menuju Pilkada serentak 2024 mendatang, yang akan sarat dengan kepentingan politik.

“Apabila Pj Bupati dan Walikota, yang berasal dari jabatan Pimpinan tinggi pratama di lingkup Pemda Provinsi se- Indonesia akan melakukan tindakan yang sama jika tidak melaksanakan dan sejalan dengan kepentingan politik pribadi Gubernur selaku pejabat pembina kepegawaian,”ujar mantan pejabat di Kementerian PUPR itu.

Untuk itu, dirinya memohon kepada Mendagri agar membatalkan dan mencabut SK Gubernur Maluku, Nomor 576 Tahun 2023 tentang pemberhentian dari jabatan pimpinan tinggi pratama. (L02)