Share
LASKAR – Menyusul penahanan terhadap 8 anggota Polda Maluku dan menjalani pemeriksaan pihak Propam akibat merotani warga yang tidak memakai masker di Pasar Mardika, muncul simpati dari warga. 
Mereka menyatakan tidak setuju para anggota polisi tersebut harus ditahan dan menjalani pemeriksaan akibat ulah warga yang tidak tertib di tengah situasi pandemic Covid-19 ini.
Warga Beta Cinta Ambon-Maluku, Eric Iqbal Ely menyatakan prihatin dan menaruh rasa hormat kepada 8 anggota polisi tersebut. 
“Kasihan anggota polisi, mengambil tindakan salah, tidak mengambil tindakan juga serba salah,” ungkapnya.
Sementara Rini Kapiluka mengatakan, ingin sekali memarahi warga tetapi takut dosa. “Saat ini serba salah seperti para guru mendidik siswa di Sekolah. Siswa dipukul guru dipolisikan. Polisi merotani warga yang tidak pakai masker ditahan,” sesal Rini. 
Padahal, lanjut warga Beta Cinta Ambon-Maluku yang lain, Vitha Manuputty Rahawarin menekankan, sebuah tindakan yang membawa kebaikan justru membawa malapetaka. “Di ujung rotan ada didikan,” tegas Vitha memberi dukungan kepada 8 anggota polisi.  
Senada dengan itu, Francoiscoizen, tidak habis pikir anggota polisi harus ditahan dan menjalani pemeriksaan. 
“Anggota polisi berbuat baik salah, tidak berbuat juga salah. Seperti apa situasi ini sebenarnya,” tanya Francoiscoizen.
Menyambung Francoiscoizen, Audy Salhuteru mengatakan, “Polisi wajib untuk peringati warga masyarakat yang tidak dengar-dengaran. Kenapa mesti ditahan. Ini namanya maju kena, mundur kena semua serba salah. Tetapi saya memberikan apresiasi kepada anggota polisi itu. Bravo anggota Kepolisian Maluku”.
Menanggapi ini, akademisi Unpatti Ambon, Doktor Stevin Melay mengusulkan, agar LBH Fakultas Hukum Unpatti, melakukan pendampingan kepada 8 anggota polisi tersebut. Sebab baginya, tindakan merotani warga yang tidak memakai masker masih dalam kewajaran. 
“Itu bukan polisi memukul warga tetapi sebetulnya warga hanya dirotani. Koq bisa ditahan dan menjalani pemeriksaan? Kasihan anggota polisi, mereka berbuat baik malah mendapatkan hal yang tidak baik. Pak polisi, bilang dong terserah ale, tapi corona torana jangan bilang sulap,” satirnya. 
Sementara itu akademisi Unpatti lainnya, Dr Sherlok Halmes Lekipiouw, mempertanyakan penahanan yang dilakukan pihak Propam.
“Kenapa harus ditahan? Tugas kepolisian itu wajib. Kalau soal tindakan represif itu akan memiliki akibat hukum kecuali menimbulkan akibat hukum. Kalau kemudian tindakan itu dianggap unprocedural internal kelembagaan, maka pasti mereka punya alasan,” kata Sherlok.
Ketua LBH Fakultas Hukum Unpatti ini menjelaskan, diskresi kepolisian itu dimungkinkan dan tidak melanggar hukum. 
“Mengikuti dalil dari pandangan Hart, sesuatu yang berbeda diperlakukan berbeda. Sebaliknya (a contrario) sesuatu yang berbeda dan dilakukan berbeda bukan suatu tindakan diskriminasi atau melawan hukum,” terangnya.
Masih menurut Sherlok, apa yang dilakukan itu secara normatif didasarkan pada asas maksud dan tujuan, adalah sesuatu yang baik dan patut menurut hukum.
Diketahui, warga Beta Cinta Ambon-Maluku tergabung dalam grup diskusi dengan memanfaatkan fasilitas facebook yang dikelola atau di-admini oleh jurnalis Martin Langoday.
Sebelumnya, seperti diberitakan koranlaskar.com, setelah viral di media sosial, delapan anggota polisi Polda Maluku ditahan pihak Propam Polda Maluku, karena merotani warga yang tidak memakai masker.
Kasus ini terungkap setelah rekaman video berdurasi 44 detik itu menayangkan sejumlah warga dirotani di kawasan Pasar Mardika oleh anggota polisi sejak Kamis (28/05/2020).
Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol Muhamad Roem Ohoirat menyesalkan tindakan petugas yang menerapkan sanksi berupa pemukulan dengan rotan kepada warga yang melanggar aturan di masa pandemi corona ini.
“Hal tersebut bukan merupakan kebijakan dari Polda maupun Gugus Tugas Covid-19, tapi itu dilakukan di luar kendali Polda Maluku dan seharusnya tidak terjadi,” kata dia. (*/L01/L02)