Share

Isu kandungan migas di Blok Masela yang disebut “Lapangan Abadi” mencuat dan mempesona seluruh elemen masyarakat dan pemerintah daerah di Maluku pada 2010. Namun, sampai sekarang produksi gas alam dari blok tersebut belum juga terlihat dilakukan, setidaknya hingga Maret tahun ini (2022).

Pertanyaan paling logis yang mungkin muncul adalah apa yang menjadi tantangan atau kendala sehingga proyek strategis nasional yang digadang-gadang membutuhkan investasi sebesar Rp400 triliun itu belum juga berproduksi?

Ketika pertanyaan itu dikemukakan dalam program “Temu Media & Jurnalis wilayah Pamalu” bertema Menyeimbangkan Hak Dan Kewajiban Untuk Keberlangsungan Industri Hulu Migas & Pemerataan Kesejahteraan di Daerah, ada jawaban cukup menarik yang patut direnungkan.

Dari materi penutup yang dipaparkan, diungkapkan satu cerita tentang seekor panda yang berjalan menjauh dari ranting-ranting bambu yang biasa disantap sebagai makanan kesenangan binatang besar berwarna putih dan hitam tersebut. Di punggung si panda yang sedang berjalan ke arah suatu tempat yang dianggap lebih menjanjikan, seekor naga kecil duduk dan berbincang akrab dengan rekan seperjalanannya itu.

Dalam percakapan antara panda dan binatang imaginatif “Naga”, yang oleh masyarakat China mengambarkan masa depan, sang Panda bertanya kepada sang naga kecil, sebelum mereka sampai pada tujuan bersama.

Mana yang lebih penting, apakah perjalanan yang sedang mereka lakukan ataukah tempat tujuan akhir yang mereka akan tuju?, tanya panda kepada naga. Si naga menjawab bijaksana, bukan tujuan akhir atau perjalanan menuju tempat yang baru yang lebih penting, namun kemitraan yang terjalin baik dan nyaman bagi semua pihak selama perjalanan menuju tujuan bersama, itu yang paling penting.

Cerita ilustrasi tentang dialog panda besar dan naga kecil itu disampaikan oleh Kepala Departemen Humas SKK Migas Pamalu, Galih Agusetiawan sebagai jawaban terkait belum jalannya produksi Blok Migas Masela.

“Jadi itu tadi, kemitraan yang terjalin baik. Kemitraan itu bukan saja antara para investor dengan pemerintah pusat maupun daerah, tetapi juga dengan berbagai pihak termasuk warga masyarakat yang berharap dapat terwujudnya tujuan suatu agenda positif bagi semua mitra yang sepemahaman,” katanya.

Galih juga menyebut tantangan dalam perjalanan awal rencana pembangunan fasilitas operasi produksi Blok Masela terletak pada pentingnya diperoleh sejumlah perijinan dan rekomendasi berkegiatan sesuai peraturan yang ada.

“Tentunya tahapan perjalanan tidak akan berhenti setelah didapatkannya seluruh perizinan, karena setelah itu perlu dilanjutkan perjalanan selanjutnya, dengan membuat suatu rancangan desain keteknikan yang diharapkan akan menghasilkan adanya kenyamanan untuk memutuskan besaran investasi antar sesama mitra, sebelum bisa tiba pada tujuan akhir bersama yaitu dapat memproduksi gas dari Blok Masela”, katanya.

Kabar baiknya, beberapa bulan lalu sudah dilakukan sidang pembahasan oleh komisi AMDAL yang dipimpin oleh Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan, pemerintah daerah dan stake holder lainnya tentang status kelayakan Amdal proyek tersebut.

“Begitu Amdalnya selesai (disetujui), maka para mitra yang berinvestasi akan mendapatkan kenyamanan dan semangat untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya. Karena itu, seluruh aktivitas pasti membutuhkan kemitraan yang setara dalam hal hak dan kewajibannya, sehingga saling mendukung terhadap apapun dalam perjalanan bersama, yang tentunya juga masih menyembunyikan peluang dan tantangan yang harus dihadapi bersama sama seluruh mitra yang ada,” kata Galih.

Proyek Blok Migas Masela di wilayah perairan laut Tanimbar dikelola oleh perusahaan Jepang, INPEX dan Shell (Belanda) dengan kepemilikan saham masing-masing 65 persen dan 35 persen. Belakangan, pasca ditetapkannya penerapan konsep kilang darat oleh Presiden Joko Widodo, Shell menyatakan keinginan melepas sahamnya dari proyek tersebut, namun sejauh ini belum ada KKKS penggantinya.

Artinya, setelah urusan Amdal selesai masih ada masalah kepemilikan saham 35 persen yang ingin dilepas Shell. Dalam jumpa pers Kinerja Hulu Migas yang berlangsung secara virtual dari Jakarta, minggu ketiga Oktober 2021 (19/10), Wakil Ketua SKK Migas Fatar Yani mengatakan
pihaknya masih terus membangun komunikasi dengan INPEX dan Chevron terkait potensi mundurnya Shell dari Blok Masela.

Semua pihak, khususnya pemerintah daerah dan masyarakat Maluku, tentu menginginkan masalah-masalah yang menjadi kendala bisa diselesaikan dengan baik sehingga kerja produksi Blok Masela bisa berjalan dan membawa dampak besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di provinsi berjuluk negeri raja-raja ini. Semoga! (jhon nikita)