Edwin Huwae (pic.)

LASKAR AMBON – Kasus transaksi repo fiktif ratusan miliar rupiah di Bank Maluku mulai ditangani Kejaksaan Tinggi Maluku. Sebelumnya, sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) Gubernur Maluku, Said Assagaff telah menyurati Bareskrim Mabes Polri guna membantu proses penyelesaian hukum. Artinya, jaksa dan polisi bersinergi.

Lantaran itu, Ketua DPRD Maluku, Edwin Huwae menghindari harapan dan kemungkinan keterlibatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penuntasan.

Heboh transaksi fiktif sebesar Rp 262 miliar yang melanda bank milik daerah, menurut Edwin tidak perlu lagi ditangani oleh pihak KPK, karena aparat Kejati Maluku sedang berproses.

Menurutnya, baik KPK, Jaksa, Polisi sama-sama mempunyai kewenangan. “Jika masalah ini diserahkan ke KPK, saya kira tidak perlu. KPK masih punya banyak tanggung jawab yang harus diselesaikan, sehingga biarkan prosesnya tetap berjalan karena sudah ditangani oleh pihak Kejati Maluku,” tegasnya.

Masih menurut Edwin, sejauh ini Pansus yang dibentuk oleh DPRD Maluku, mempunyai kewenangan mengawasi jalannya proses hukum yang sedang ditangani oleh pihak Kejaksaan Tinggi, sehingga tidak perlu ada keraguan berlebihan.

“Kami sebagai Ketua Pansus mendorong sepenuhnya upaya penyelesaian transaksi repo fiktif yang saat ini ditangani oleh Kejati Maluku,” tutupnya.

Sementara itu di tempat terpisah pengamat Hukum Tata Negara Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, George Lease, SH.M.Hum menilai, oknum pelaku di PT Bank Maluku yang melakukan transaksi reverse repo fiktif sebesar Rp 262 miliar, perlu diproses.

“Transaksi yang merugikan badan usaha milik daerah (BUMD) Maluku dan Maluku Utara yang kasusnya diinformasikan dilaporkan Gubernur Maluku, Said Assagaff ke Bareskrim Mabes Polri itu, harus mengungkapkan siapa oknum manajemen terlibat praktek tersebut,” kata George Lease.

Karena itu, perlu ditelusuri laporan Gubernur Maluku dalam kapasitas sebagai pemegang saham pengendali PT.Bank Maluku, terkait hasil evaluasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2014.

Begitu juga temuan OJK itu sekiranya telah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri, harus diikuti serius ditangani atau tidak. Sehingga menjawab penegakan hukum yang saat ini diragukan masyarakat.

“Jadi Gubernur Maluku, OJK maupun Bareskrim Mabes Polri harus transparan soal transaksi yang kemungkinan sudah dipraktekan oknum manajemen PT.Bank Maluku pada tahun-tahun sebelumnya sehingga citra bank tidak merosot,” tegas George.

Dia mempertanyakan, transaksi tersebut sekiranya sudah berlangsung pada tahun-tahun sebelumnya bagaimana dengan keuntungannya.

“Apakah ada keuntungan dari transaksi surat berharga tersebut, dilaporkan resmi sebagai bagian dari pendapatan PT.Bank Maluku atau tidak. Pemegang saham harus serius menelusurinya, karena bukan uang sedikit,” ujar George.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK, Nelson Tampubolon mengakui, OJK tengah menyelidiki dugaan keterlibatan manajemen PT BPD Maluku dan PT Bank Antardaerah dalam kasus repo fiktif PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas (kini bernama PT Inti Capital Sekuritas).

“Jika hasil pemeriksaan membuktikaan manajemen terlibat, OJK akan memberikan sanksi. Bisa berakhir dicopot kalau bisa kita buktikan (manajemen terlibat),” ujarnya.

OJK akan menyelidiki standard prosedur dalam transaksi surat berharga di dua bank itu. “Misal, kalau keputusan harus diambil oleh board (direksi), benar gak board yang memutus, atau jangan-Jangan kepala divisi,” tandas Nelson.

Berdasarkan hasil pemeriksaan rutin pada 2014, ditemukan transaksi Reverse Repo surat berharga sebesar Rp 262 miliar di BPD Maluku.

Selain itu, OJK menemukan transaksi pembelian Reverse Repo surat berharga sebesar Rp 146 miliar dan USD1.250 ribu di Bank Anda. Kedua transaksi itu dilakukan bank dengan AAA Sekuritas, tanpa didasari underyling. (LR/LL/LM)