Kabag Hukum Setda KKT, S. Ranbalak, SH.M.Hum |
LASKAR – Rupanya era Bupati Bito Temmar memimpin, pengusaha Agus Teodorus mendapat keistimewaan. Bagaimana tidak? Salah satu pengusaha kondang di KKT itu, bisa mengerjakan paket proyek miliaran rupiah tanpa kontrak kerja.
Praktek ini kemudian menuai masalah di mana Pemda KKT, saat ini di masa Bupati Petrus Fatlolon, dibelit tuntutan dari Agus Teodorus. Jumlahnya sangat fantastis mencapai lebih dari 70-an miliar rupiah.
Kendati begitu, Pemda KKT tetap beritikad baik untuk menuntaskan masalah yang ditinggalkan Bito Temmar.
Hutang dimaksud siap dibayar dengan terlebih dahulu Pemda KKT berusaha mengamankan aset milik Negara sambil berkoordinasi dan berkonsultasi ke pemerintah pusat sehingga tidak berakibat hukum kepada Pemda maupun secara personal.
Kabag Hukum Setda KKT, S. Ranbalak, SH.M.Hum kepada pers Rabu (01/07/2020) di Saumlaki mengakui, pekerjaan paket proyek Pasar Omele oleh pengusaha Agus Teodorus itu, dilakukan era Bupati Bito Temmar.
“Jadi memang tidak ada satu kontrak pun. Tetapi pengusaha Agus Teodorus menganggap telah terjadi wanprestasi. Nah, persoalannya pernahkah dibuat perjanjian? Ini persoalannya,” kata Ranbalak penuh tanya.
Menurutnya, terdapat pasal-pasal perdata yang dipakai dalam pengambilan keputusan pengadilan oleh hakim, pertama tentang ganti kerugian dan perbuatan melawan hukum.
Oleh karena itu, Ranbalak menegaskan bagaimana kalau ada perbuatan melawan hukum tetapi justru tidak pernah terjadi perbuatan melawan hukum.
“Mestinya setiap perjanjian dianggap sah apabila para pihak membuat kesepakatan, sementara perjanjiannya tidak pernah dibuat dalam bentuk kontrak. Ada objek hukum tetapi tidak ada subjek hukum. Ini sama saja dengan illegal,” terangnya.
Ranbalak menjelaskan, pembangunan Pasar Omele dikerjakan pada tahun 2009 atas dasar rekomendasi Bupati Bito Temmar.
“Rekomendasi itu dikeluarkan pada tanggal 20 Januari 2009. Tertera dalam rekomendasi itu, pada item ke empat menjelaskan bahwa pemegang rekomendasi ini dapat melaksanakan penimbunan Pasar Omele dengan biaya sendiri dan akan diperhitungkan secara teknis oleh pejabat teknis pada dinas teknis,” urainya.
Tetapi, tambah Ranbalak, berdasarkan hasil vicon Pemda KKT dengan pihak KPK, BPN Pusat dan pihak Pemprov Maluku maka harus diproses. Sebab ada uang negara yang keluar untuk membiayai itu.
“Jadi pemerintah wajib membayar hutang pihak ketiga atas bangunannya saja. Artinya, penimbunan itu tidak perlu dibayar. Kita hanya membayar jasa pengangkutan material tetapi tetap mengacu pada mekanisme yang wajib dipenuhi. Jadi Pemda tidak mungkin bayar kalau mekanismenya belum dipenuhi,” ujarnya.
Dikatakan, untuk persoalan hukum sudah final, sudah ada keputusan yang inkrah terkait dengan hutang pihak ketiga yang oleh pengadilan sudah diputuskan. Hanya saja, di sisi lain perlu dilakukan verifikasi terhadap pembayaran hutang itu.
“Tidak serta-merta yurisprudensi itu merupakan sebuah sumber hukum utama tetapi masih ada sumber hukum yang lain dalam hal ini UU, sehingga juga dalam pembayaran hutang pihak ketiga tetap berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang lain,” jelas Ranbalak.
Masih menurutnya, pekerjaan proyek Pasar Omele itu dilaksanakan per akhir tahun 2009 berdasarkan rekomendasi dari Bupati Bito Temmar. Dengan dasar rekomendasi per 20 Januari 2009 inilah pekerjaan penimbunan di Pasar Omele dengan luas kurang lebih 9 hektar dilakukan.
“Yang dituntut ini Pemda KKT belum bayar penimbunan 8 hektar lebih, lalu jalan lingkar Pasar Omele. Rp 50 miliar plus immaterilnya sehingga akumulasi semua berkisar Rp 74 miliar. Sementara material yang diambil dari cuting GOR. Itu tanah Pemda. Jumlah ini mereka buat sendiri (pihak pengusaha-Red). Kalau Pemda bayar tentu pembayaran hanya pada transportasi atau angkutannya saja. Jadi itu mereka yang buat sendiri –, HPS-nya (Harga Perkiraan sendiri) karena memang tidak ada satu kontrak pun,” beber Ranbalak.
Lebih lanjut dikatakan, pada prinsipnya, seperti yang ditegaskan Bupati Petrus Fatlolon saat turun ke lokasi bersama Kapolres KKT dan pengusaha Agus Teodorus, bahwa ada itikad baik dari Pemda KKT untuk menyelesaikan dengan tetap mengikuti mekanisme yang saat ini sementara dikoordinasi dan dikonsultasikan pihak Pemda KKT ke pemerintah pusat, ke Kementerian terkait, KPK, BPN Pusat dan Provinsi.
Langkah-langkah ini ditempuh oleh Pemda, kata Ranbalak, guna menghindari akibat hukum kepada Pemda KKT sendiri juga akibat hukum secara personal jika dilakukan tidak sesuai dengan petunjuk mekanisme yang sedang diupayakan. (L03)