Share

LASKAR – Persidangan Jemaat GPM Wasia Sanahu ke-36, yang berlangsung di Sektor Maranatha-Pohon Batu, Minggu (6/03/2022), dalam suasana yang berbeda.

Selain menampilkan akta pembukaan persidangan yang unik, persidangan kali ini juga dengan menerapkan system digital alias bersidang tanpa menggunakan kertas.

Mengapa dibilang unik, sebab akta pembukaan yang dilakukan oleh Majelis Pekerja Klasis Masohi, Pendeta M Tomatala, adalah dengan cara mengambil bubu (alat penangkap ikan tradisional Maluku) dari dalam sungai buatan, kemudian isi dalam bubu berupa udang dan ikan air tawar ditumpahkan kedalam nyiru (mampan orang Maluku) pengganti pukulan tifa atau gong yang menjadi kelasiman pembukaan persidangan Jemaat maupun sidang-sidang Gerejawi lainnya.

Pendeta M Tomatala dalam arahannya menguraikan, akta pembukaan persidangan ke-36 Jemaat GPM Wasia-Sanahu sarat dengan nilai-nilai kearifan local, dan hal ini sejalan dengan misi Gereja Protestan Maluku (GPM) di saat ini, menuju 1 abad GPM di Tahun 2035 mendatang.

Dikatakan Tomatala, saat ini kita sudah jarang melihat masyarakat mencari ikan atau udang di sungai dengan bubu ataupun amanisal, sebab masyarakat di pedesaan cenderung menggunakan cara-cara instan hingga menggunakan racun yang berdampak bagi rusaknya habitat ikan dan udang di sungai.

“Sehingga apa yang ditampilkan di pembukaan persidangan Jemaat GPM Wasia Sanahu ke-36 ini, adalah untuk menggugah kearifan lokal kita, sebab bagaimana para pendahulu kita mencukupi kebutuhan lauk pauk mereka dengan menggunakan Bubu dan Amanisal, dimana mereka tahu cara menjaga lingungan alam sekitar yang menunjang kelangsungan kehidupan manusia,” ungkapnya.

Tomatala juga memuji keberanian Jemaat Wasia Sanahu dalam menerapkan persidangan dengan system digital sementara kondisi Jemaat Wasia Sanahu diketahui masih terkendala sinyal telekomunikasi.

“Ini sejalan dengan misi GPM bagaimana kita mengedepankan kearifan lokal namun tidak ketinggal jaman, dan transformasi digital itu menjadi sebuah pergumulan bersama gereja, dan terobosan di Jemaat GPM Wasia Sanahu ini sesuatu yang luar biasa, padahal kita tahu sendiri kondisi wilayah pelayanan Jemaat ini agak susah sinyal telekomunikasi,” puji Tomatala.

Sekertaris Kecamatan Elpaputih, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Rilen Manusiwa, dalam sambutannya mengaku sangat terkejut sekaligus memberikan apresiasi tinggi bagi panitia persidangan ke-36 dan majelis Jemaat GPM Wasia Sanahu, sebab mampu memberikan terobosan baru dalam memadukan kearifan lokal dengan system persidangan digital.

“Bubu dan amanisal yang ditampilkan ini kedepan bisa menjadi nilai ekonomis jika kemudian dikelola menjadi cinderamata ataupun untuk aksesoris lainnya. Ini sebuah langkah yang luar biasa, beta juga kaget Panitia dan Jemaat Wasia Sanahu ini mampu membuat hal ini dalam persidangan, sesuatu yang berbeda dari rutinitas gereja dalam persidangan-persidangan jemaat maupun hingga ke tingkat klasis,” ungkap Manusiwa.

Menyinggung proses persidangan yang dilakukan secara digital, Manusiwa menyebutkan hal itu menjadi sebuah langkah maju yang dilakukan oleh gereja.

“Saya coba bayangkan jika dilakukan secara digital seperti di Jemaat GPM Wasia Sanahu ini, berapa banyak penghematan yang dilakukan panitia hanya dari penggandaan materi persidangan. Dan langkah ini sunggu sangat diapresiasi,” puji dia.

Sementara itu, Ketua Majelis Jemaat GPM Wasia Sanahu, Pendeta Ny. M. Pakaila/Nahusona dalam pidatonya menyebutkan, pihaknya sadar menggunakan transformasi digital adalah suatu konsukwensi yang besar yang akan dihadapi, apalagi dengan kondisi jemaat yang masih terkendala jaringan telekomunikasi.

“Namun dengan semangat dan kerja keras semua pihak, baik panitia, Majelis Jemaat dan para peserta sidang dari sektor-sektor, proses persidangan secara digital sudah dapat kami lakukan. Dan itu sudah dimulai dari proses pra sidang,” tegas Nahusona.

Menurutnya, Jemaat Wasia Sanahu tidak dapat menerapkan system digitalisasi secara penuh dan hanya sebatas pada proses persidangan, sementara absensi dan laiinya masih terkendala sinyal telekomunikasi jadi dilakukan secara manual.

“Namun kami harus berani melangkah, harus berani memulai, hal ini sejalan dengan visi dan misi GPM saat ini. Dan semoga kekuarangan kami dapat dilengkapi oleh Klasis dalam persidangan Klasis Masohi yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini,” sebutnya.

Sementara Ketua Panitia Persidangan ke-36 Jemaat GPM Wasia Sanahu, Z Rumahmite, dalam laporannya menyebutkan, system digital ini sudah dilakukan panitia dan Majelis Jemaat mulai dari proses pra sidang.

“Kami sadar sungguh masih banyak kekurangan kami sebagai panitia, dan semoga ini mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun pimpinan Gereja kami, dalam hal ini Klasis Masohi, namun sesungguhnya kebutuhan digitalisasi dalam system organisasi gereja sudah harus digalakan lebih luas lagi,” ungkapnya.

Proses Pembukaan Persidangan ke-36 Jemaat GPM Wasia Sanahu ini dimulai dengan ibadah Minggu yang dipimpin oleh Sekretaris Bidang Pengembangan Oikumene Semesta (POS), Klasis Masohi, Pendeta, Novry Puttileihalat.

Penggunaan system digitalisasi dalam proses persidangan Jemaat sangat terasa manfaatnya, sebab persidangan yang diikuti 75 peserta dari 4 sektor pelayanan dan undangan lainnya ini dimulai pukul 13.00 Wit, dan ditutup pukul 17.30 Wit oleh MPK Klasis Masohi, Pendeta M Tomatala, dengan akta penutupan mengembalikan bubu ke dalam sungai yang diangkat ketika pembukaan Persidangn. (L02)