LASKAR – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku menerima laporan aduan masyarakat indikasi fiktif atas dugaan Penyalagunaan Dana Desa (DD) tahun anggaran 2021 yang melibatkan Penjabat Desa Administratif Rumeon, Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Ramla Tuhuteru.

Laporan yang disampaikan ke- pihak Kejati diserarkan sekitar pukul 10.30 WIT, oleh Wakil Direktur bidang pengawasan Mollucas Corrupation Watch (MCD) Maluku, Maryani Tuhuterru dan diterima oleh Risma sebagai staf Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kejati Maluku berlangsung, Jumat(28/1)

Setelah diterima PTSP Kejati, Risma menjelaskan, berkas laporan dugaan penyimpangan Penjabat Desa Administratif Rumeon ini nantinya akan ditindaklanjuti oleh bagian  Tata Usaha (TU).

“Nanti setelah laporan diserahkan ke bagian TU, kemudian selanjutnya mekanismenya akan diserahkan kembali ke bidang yang menangani persoalan laporan pengaduan warga tersebut,”jelas Risma kepada warga yang melapor.

Selanjutnya untuk pengembangan laporan lanjutnya, pihak pelapor dalam kurun waktu dua atau tiga hari,  bisa datang untuk mengkonfirmasi laporannya.

Sementara Wakil Direktur bidang pengawasan Mollucas Corrupation Watch (MCD) Maluku, Maryani Tuhuterru mengaku, kalau pihaknya telah resmi melaporkan, Penjabat Desa Administratif Rumeon, Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Ramla Tuhuteru yang diduga telah menyalah gunakan DD tahun 2021 dengan membuat laporan  fiktif, terhadap sejumlah program pengembangan di desa.

Sebelumnya, Penjabat Desa Administratif Rumeon, Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Ramla Tuhuteru bakal dilaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon.

“Secepatnya, laporan akan segera kami sampaikan ke Kejari Ambon, beserta bukti program fiktif yang jumlahnya miliaran rupiah. Rencana besok (hari ini) laporannya sudah kami sampaikan,” ujar Ketua Pemuda Peduli Desa (PAPEDA) SBT, Maryani Tuhuteru, kepada wartawan di Ambon, Jumat (27/1).

Menurutnya sebagai warga Desa Rumeon, kata dia, berdasarkan informasi dan data bukti realisasi DD di lapangan, dirinya melihat kalau ada dugaan penyalahgunaan DD tahap I tahun 2021.

“Yang mana ketika ditelusuri di lapangan, tidak ada realisasi di lapangan. Dan itu dinyatakan laporan fiktif. Dan itu meliputi sembilan poin program yang menggunakan DD,” katanya.

Dikatakan bahkan tidak tanggung-tanggung, kata Tuhuteru, nilai dari DD program yang diduga disalahgunakan itu mencapai Rp 1 miliar lebih.

Rinci Tuhuteru sebab, dari data program realisasi DD yang diduga fiktif sesuai bukti di lapangan, diantaranya operasional PAUD/TK/TPA/TPQ/madrasah, nonformal milik desa sebesar Rp 41.550.000. Penyelenggaraan posyandu (makanan tambahan, pakaian, intensif, dll) sebesar Rp. 53.374.000.

Tuhuteru menambahkan pelatihan survey pembuatan/pemutakhiran data IDM berbasis SDGs sebesar Rp. 27.135.800, dukungan pelaksanaan program pembangunan/rehab rumah tidak layak sebesar Rp. 540.695.000. Pengelolaan lingkungan hidup milik desa sebesar Rp. 25.400.000.
Pengadaan lampu solar cell sebesar Rp. 15.000.000, kegiatan penanggulangan bencana (penanganan Covid-19) sebesar Rp. 83.839.000, penyediaan bantuan langsung tunai (BLT) 65 KK sebesar Rp. 227.600.000, dan penyediaan sembako sebesar Rp. 45.300.000.

“kesembilan program itu merupakan kegiatan menggunakan DD yang tercatat dalam draf kegiatan di tahun 2021. Sayangnya semuanya tidak terealisasi alias fiktif. “Ada sembilan poin yang menjadi program desa tapi semuanya fiktif, tidak ada satupun yang terealisasi,” ungkapnya.

Sementara alokasi dana desa (ADD) tahun 2021, untuk desa administratif Rumeon sebesar Rp 1.72.000.990. Dimana menurutnya, semua itu merupakan bagian dari laporan fiktif yang dibuat pejabat desa tersebut. Sehingga tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, melainkan harus dilaporkan ke kejaksaan untuk bisa diproses sesuai hukum yang berlaku.

Lanjut Tuhuteru ironisnya lagi, tambah Maryani, dalam penyaluran BLT telah terjadi nepotisme. Yakni warga yang berhak sebagai penerima BLT, justru dialihkan ke orang lain yang namanya tidak tercatat sebagai penerima BLT. Akibatnya terjadi keributan dan proses dari sejumlah warga yang tidak menerima bantuan.

Bukan hanya itu, sikap semena-mena pejabat dengan memindahkan aktivitas pemerintahan desa ke rumahnya, juga menimbulkan pertanyakan masyarakat.
“Yang kemarin itu, kisruhnya akibat kebijakan yang diambil penjabat yang bersikeras untuk tetap menyalurkan BLT ke warga dusun, yang sebelumnya nama-nama itu tidak tercantum,” bebernya lagi.

Dikatakan dimana dengan kewenangan sebagai penjabat desa, Tuhuteru juga dinilai tidak pernah melakukan musrembang desa. Guna membahas apa-apa saja yang menjadi program desa dalam penggunaan DD maupun ADD. Sehingga pengelolaan program yang ada, dilakukan secara tidak transparan.

Bahkan sebagai Camat Pulau Gorom, RamlyKaliobas, tambah Maryani, sudah berapa kali menegur penjabat tersebut. Bahwa kebijakan yang sering dilakukan telah menyalahi aturan.

Menurut saya, kata Tuhuteru ada indikasi yang sangat fatal dilakukan penjabat desa. Yakni laporan fiktif yang menyangkut pelatihan survey pemutakhiran data berbasis SDGs Desa. Yang mana sebelum dilakukan harus dibentuk tim pokja dan itu dianggarkan desa. Lagi-lagi, itu juga tidak pernah dilakukan. Tetapi dalam laporan anggaran itu ada sebesar 27 juta.

“Jadi mau tidak mau, sebagai warga kita tidak bisa tinggal diam begitu saja untuk melaporkan yang bersangkutan (pejabat) ke Kejaksaan,” tandass Tuhuteru. (L04)