Telaah Kritis Tentang Pertumbuhan Ekonomi Dan Realitas Anggaran Di Maluku Tahun 2023

Merespons pemberitaan tentang Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Maluku Triwulan II Tahun 2023 yang menggeliat, yang dirilis oleh beberapa media, saya ingin memberikan tanggapan lain dalam perspektif yang anomalis dari fakta-fakta yang diungkan tersebut.

Saya merasa perlu untuk lebih mendalam dalam menghadirkan sudut pandang yang mungkin terlupakan di balik angka-angka tersebut.

Saya percaya bahwa dalam mengkritisi kebijakan di Maluku, kita perlu menjaga keseimbangan dan tetap berpikir kritis agar pemerintah dapat merumuskan kebijakan-kebijakan yang lebih tepat guna dan berdampak positif bagi masyarakat.

Saat ini, kita tidak boleh melupakan peristiwa baru-baru ini di mana dua partai besar menolak laporan pertanggungjawaban Gubernur Maluku terkait realisasi anggaran tahun 2022.

Hal ini menggarisbawahi fakta bahwa ada masalah-masalah yang perlu dihadapi oleh Pemerintah Daerah, baik dari sisi perumusan kebijakan maupun pelaksanaan Visi Misi Gubernur 2019-2024.

Rilis berita yang dikeluarkan oleh Ketua Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) tampaknya mengarah pada pembungkaman atas dampak negatif dari penolakan laporan pertanggungjawaban Gubernur. Namun, dalam merespon kinerja ekonomi dan realitas fiskal di Provinsi Maluku, kita perlu melihat lebih dalam di balik angka-angka gemilang yang diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Gambaran fiskal sebenarnya menggambarkan tantangan yang kompleks dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

KENDALA FISKAL DALAM MENYOKONG PERTUMBUHAN EKONOMI:

Dalam menghadapi kenyataan hutang sebesar Rp. 700 miliar, dimana Pemerintah Maluku diwajibkan setor 136 miliar rupiah per tahun selama 8 tahun ke SMI atau pemerintah Pusat, mengundang refleksi tentang implikasi pada pembangunan.

Hutang ini sebenarnya telah menggerus anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk pengembangan ekonomi yang mendukung penurunan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja.

Konteks APBD Provinsi Maluku yang terbatas pada 3,3 triliun rupiah, di mana lebih dari 1 triliun hanya dialokasikan untuk Dinas Pendidikan, membuat pertanyaan muncul: apakah alokasi yang signifikan ini sejalan dengan kualitas pendidikan? Dan bagaimana dengan belanja modal yang terbatas pada 500 miliar rupiah sementara belanja operasional melonjak di atas 2 triliun rupiah? Keraguan atas efisiensi pengelolaan anggaran menjadi semakin nyata.

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM RITME FISKAL:

Dalam kerangka ini, perlu dievaluasi juga kebijakan pemerintah dalam mengatur ritme fiskal, terutama dalam memandang proporsi anggaran belanja modal dan belanja operasional pemerintah daerah. Adanya perbedaan signifikan antara belanja modal yang terbatas dengan belanja operasional yang melebihi anggaran, menjadi pertanda adanya disproporsi dalam alokasi sumber daya.

KONTRADIKSI ANTARA FAKTA FISKAL DAN DATA MAKROEKONOMI:

Narasi resmi dari BPS tentang pertumbuhan ekonomi Maluku yang optimistis, dengan pertumbuhan 5,18 persen di triwulan II-2023 mengalahkan angka nasional 5,17 persen. Namun, realitas alokasi anggaran menciptakan kontradiksi yang membingungkan. Sementara di satu sisi kebijakan seharusnya mendukung pertumbuhan, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja, di sisi lain data fiskal menunjukkan disonansi yang mengkhawatirkan.

Pertanyaan-pertanyaan kritis muncul: Apakah fiskal mendukung pertumbuhan positif? Apakah alokasi anggaran sesuai dengan kebutuhan mendesak masyarakat? Dan apakah kebijakan-kebijakan yang dicanangkan oleh pemerintah dapat mengatasi ketidaksetaraan ekonomi dan sosial?

MENGHADAPI TANTANGAN DENGAN SOLUSI YANG MENDALAM:

Untuk mengatasi kontradiksi ini, kolaborasi lintas sektor dan evaluasi mendalam terhadap prioritas pengeluaran sangat penting. Diversifikasi sumber daya dan alokasi anggaran yang seimbang antara sektor pendidikan, infrastruktur, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat dapat membuka jalan bagi pertumbuhan yang lebih inklusif.

Transparansi dalam penggunaan anggaran dan evaluasi program juga esensial. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan harus disertai efektivitas pengelolaan anggaran serta pemantauan hasil dan dampak nyata yang dihasilkan.

REKOMENDASI UNTUK KEBIJAKAN PEMERINTAH:

Dalam rangka memitigasi tantangan ini, perlu diadopsi beberapa langkah strategis :

1.       Optimalkan Alokasi Anggaran:

Pemerintah daerah harus mengkaji ulang proporsi alokasi anggaran antara belanja modal dan belanja operasional. Penyesuaian yang lebih bijak dapat membantu memastikan bahwa sumber daya yang terbatas diarahkan pada kebutuhan mendesak yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

2.       Evaluasi Efisiensi Anggaran:

Diperlukan audit mendalam terhadap efisiensi penggunaan anggaran dalam setiap sektor. Langkah ini akan membantu mengidentifikasi peluang untuk mengurangi pemborosan dan memastikan bahwa setiap rupiah anggaran memberikan dampak maksimal.

3.       Diversifikasi Pendapatan:

Upaya diversifikasi pendapatan melalui pengembangan sektor ekonomi yang berpotensi tinggi perlu ditingkatkan. Peningkatan pendapatan dapat mengurangi ketergantungan pada sumber daya tertentu dan memberikan stabilitas ekonomi yang lebih baik.

4.       Peningkatan Transparansi:

Pemerintah harus meningkatkan transparansi dalam pengelolaan anggaran. Informasi yang lebih mudah diakses oleh publik akan memungkinkan masyarakat untuk mengawasi dan memastikan bahwa alokasi anggaran sesuai dengan kebutuhan nyata.

5.       Kolaborasi dan Keterlibatan Stakeholder:

Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting dalam merumuskan kebijakan dan strategi pembangunan yang berkelanjutan. Dengan melibatkan berbagai pihak, keputusan yang diambil akan lebih mewakili kebutuhan dan aspirasi seluruh masyarakat.

KESIMPULAN KRITIS :

Kontradiksi antara narasi pertumbuhan ekonomi dan realitas fiskal harus dihadapi dengan tindakan nyata dan solusi yang mendalam.

Kebijakan ekonomi dan alokasi anggaran harus merespons tantangan Maluku dengan serius. Dengan adanya hutang besar dan alokasi yang tak merata, efektivitas sumber daya terbatas harus diutamakan.

Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan tantangan lokal, tindakan konkret dan kolaboratif diperlukan.

Pengelolaan anggaran yang bijaksana, alokasi yang responsif terhadap kebutuhan dan peluang, serta partisipasi aktif semua stakeholder dalam pembangunan berkelanjutan akan menjadi kunci menuju pertumbuhan positif, pengurangan kemiskinan, dan peningkatan lapangan kerja yang berarti bagi masyarakat Maluku. (Penulis adalah Politisi Partai Golkar Kota Ambon dan kandidat dalam Pileg 2024 dari Dapil Sirimau II Kota Ambon)